I'm completely and perfectly incandescently happyToday, adalah dimana aku dan Ali memutuskan untuk memberitahu kedua orang tua kami mengenai Kheitan. Sudah lebih dari seminggu anak laki-laki ini tinggal bersama kami, dan aku maupun Ali tidak ada yang merasa terbebani sedikit pun. Terutama aku, awalnya pikiran mengenai 1001 rintangan yang akan aku hadapi dengan adanya Kheitan di antara kami akan memberiku banyak kesulitan. Namun seiring berjalannya waktu, aku begitu menghargai hari-hari dimana aku, satu-persatu mempelajari bagaimana merawat dan mendidik Kheitan dengan baik.
"Bun, hari ini jadi kan?"
Yaps.
Panggilan baru yang kudapatkan setelah Keithan belajar untuk membaca sebuah buku cerita bersama Ali. Waktu itu aku tidak keberatan sama sekali dengan apa nickname yang akan Keithan gunakan untuk memanggilku, karena mendengarnya berbicara saja sudah membuatku senang. Ketika untuk pertama kalinya ia memanggilku mama juga aku sudah bahagia luar biasa.
Lalu di kemudian hari, ketika aku dan Ali sama-sama libur. Kami menghabiskan waktu untuk menghias taman belakang dengan menanam bunga-bunga baru. Keithan begitu senang bermain dengan tanah, bahkan sempat bertanya-tanya kepadaku tentang apa itu cacing, kenapa tubuh mereka berbentuk seperti seutas tali.
"Bunda! Bunda!"
Aku menoleh ke arah samping, sedikit kaget mendengar Keithan mengucapkan kata baru hari ini. Karena sampai tadi pagi pun ia masih memanggilku dengan sebutan Mama.
"Iya sayang kenapa?"
"Bunda ini, buat tanam bunga."
Keithan menghampiriku dengan tangan yang menggenggam sesuatu. Aku pikir dia ingin memberiku segumpal tanah untuk ikut menanam bunga bersamaku, tetapi ketika aku memberikan telapak tanganku untuk menerima pemberian anakku, yang kudapat malah seekor cacing yang menggeliatkan tubuhnya. Otomatis aku berteriak hingga jatuh terduduk.
"Ada apa Lie?"
Aku menarik nafas dalam sebelum menjawab pertanyaan Ali yang baru saja berlari menghampir aku dan Keithan setelah mendengar teriakan ku.
"Gapapa, aku kaget aja dikasi cacing sama Keithan."
"Astaga ada-ada aja."
"Keithan gapapa? Maaf ya bunda teriak."
"Ndapapa bunda, i'm okay."
Ali tersenyum mendengar jawaban Keithan. Lalu segera menggendong anak laki-laki itu kedalam dekapannya.
"Kenapa jadi manggil bunda bunda hm? Tau dari mana kata bunda?" tanya Ali
Aku sebenarnya juga sedikit kepo tentang hal itu, selama ini Keithan belum bertemu orang lain selain aku atau Ali, jadi anakku ini dengar dan tau dari siapa makna dari kata bunda?
"Buku, buku hijau syalim."
Mendengar jawaban dari Keithan aku dan Ali pun saling berpandangan, mencoba untuk bertukar pikiran apa yang dimaksud dari buku hijau syalim. Tetapi Ali pun tidak tau juga, sampai terlintas di kepalaku buku anak-anak yang baru kubeli untuk Kheitan kemarin.
"Oh itu loh li, buku hijau yang aku beliin buat Kheitan di gramed kemarin."
"Pinter ya anak papa, baru kemarin belajar baca sama Papa sekarang sudah ingat. Kheitan goodboy!"
Ali menciumi pipi Kheitan kanan kiri, lalu membawa anak kami masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuh dari tanah. Kheitan lumayan aktif bermain dengan tanah tadi, bajunya yang semula bernuansa kuning berubah menjadi kecoklatan. Aku tidak yakin apa saja yang sudah Kheitan lakukan dengan tanah tadi, melihat ia sampai mendapatkan seekor cacing digenggamannya.
***
Kembali ke hari ini, saat dimana aku dan Ali akan mengunjungi kediaman orang tua kami untuk memberitahu mereka mengenai Kheitan.
Kami bertiga berangkat menuju rumah orang tua Ali terlebih dahulu, Kheitan bahkan bersiap sudah lumayan pagi. Jam 5 subuh dirinya sudah siap dengan bau khas baby cologne dan mengikuti shalat subuh berjamaah dengan aku dan Ali. Sungguh benar-benar kebahagian yang tidak terukur rasanya.
"Kamu udah siapain mau ngomong gimana Li?"
"Bismillah bun, doain aku ya biar gak dicoret dari KK."
Aku memutar bola mata malas mendengar ucapan Ali. Lalu menoleh ke baby seat belakang untuk mengecek kondisi Kheitan. Ternyata anakku sedang tidur, mungkin hari ini ia memulai kegiatan terlalu pagi.
"Kok jadi ikut-ikutan manggil bun sih Li."
"Ya serah aku lah bun, kan enak tuh di dengernya adem."
"Emang iya? Teori dari mana tuh?"
"Dari Teori Albert Ali Graham Bell."
"Gak lucu tau ih."
"Siapa yang ngelucu sih. Hahaha."
Mendengar tawa Ali yang sedikit awkward itu aku menjadi cemas. Tahu kalau sebenarnya Ali sedang nervous bukan main, karena yang akan ia hadapi kali ini bukan main-main.
"Jangan tegang oke, aku bakal bantu bilang ke Ayah Ibu, kalo Mama sama Papa aku kan udah tau dan mereka menerima dengan sangat baik. Waktu aku cerita malah kepengen cepet-cepet ketemu. Pelan-pelan aja okay, aku disini kok."
Ali tersenyum mendengar ucapakanku, lalu menggenggam sebelah tanganku dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya masih sibuk di atas setir.
"Makasih banyak Lie, aku bersyukur banget bisa dikasih istri kayak kamu."
"No need to be, kamu harus kuat kita udah hampir sampe jangan dibawa tegang. Semangat!"
Segera setelah aku memberikan semangat kepada Ali, mobil kami mulai memasuki pekarangan rumah orang tua Ali yang terlihat sangat mewah dengan pagar menjulang tinggi. Siapapun pasti tahu orang yang tinggal di rumah semewah ini bukanlah orang biasa.
"Selamat pagi den Ali, sudah lama toh engga kesini." Sapa satpam keluarga Ali, Pak Bobi.
"Pagi pak, iyanih sekarang kan udah punya istri pak, rumah jadi nyaman gak kayak dulu lagi."
Mendengar ucapan Ali aku memberikan pukulan pelan pada lengannya.
"Yaudah pak kami masuk dulu ya."
"Baik non Illie, monggo."
Aku pun turun dari mobil dan menggendong Kheitan yang masih terlelap. Bisa kulihat Pak Bobi menatap kami dengan penuh tanya, tapi beliau urungkan dan segera masuk ke dalam pos jaga.
"Ali, bismillah dulu."
"Bismillah, doain papa ya mah."
"Ih apaan sih bisa-bisanya masih bercanda kamu."
"Hehe."
Kami pun masuk ke dalam rumah, Ali membuka pintu yang langsung disambut oleh Mbak Ratih, ART keluarga Ali sejak lama.
"Eh den Ali selamat datang."
"Iya mbak, Ayah sama Ibu ada dirumah?"
"Eh ada non Illie juga, selamat datang non saya kangen bang-"
Ucapan mbak Ratih terhenti ketika menyadari bahwa aku sedang menggendong seseorang di dekapanku. Sama seperti Pak Bobi, tatapan bertanya tapi mbak Ratih tahu betul untuk membaca situasi.
"Ibu sama bapak ada di belakang den, lagi yoga bersama."
"Yaudah makasih mbak, lanjut aja bersih-bersihnya."
"Siap den!"
Aku dan Ali pun berjalan menuju taman belakang, dimana aku mulai mendengar suara music relaxation dari arah taman, dan dikit demi sedikit menangkap keberadaan orang tua Ali yang sedang duduk di atas karpet yoga dan terlihat sedang mengobrol ringan.
Tanpa sadar aku mengeratkan pelukanku pada Kheitan, ikut merasakan cemas di dalam hatiku hingga Ali mengetuk tembok pembatas yang berhasil mengalihkan atensi orang tua Ali.
"Assalamualaikum, boleh minta waktunya sebentar?"
[To Be Continued.]
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Feeling
FanfictionPrilly dan Ali tidak pernah mengira bahwa ketika Tuhan memutuskan sebuah takdir untuk memberi mereka kesempatan berupa anugerah dalam merawat seorang anak dengan keunikan yang luar biasa. "Kheitan beda sama temen-temen yang lain ya pah?" "Jagoan ter...