BAB 15 : darwin

819 135 6
                                    


Ternyata proses pemulihan tubuhku butuh lebih dari 24 jam untuk sehat kembali. Paginya setelah kami menghabiskan seharian hanya berada di dalam penthouse, aku mulai demam. Sudah tidak mual atau muntah apalagi pening, tapi tiba-tiba suhu tubuhku jadi naik. Mau tidak mau akhirnya aku menambah satu hari untuk bedrest dan minum obat setelah Ali meminta receptionist penginapan kami untuk memanggil dokter terdekat.

Aku tidak tahu layanan kesehatan itu memang termasuk salah satu fasilitas yang diberikan pihak penginapan atau memang Ali yang punya banyak networking sehingga aku bisa segera diobati.

"Bunda ayo minum obat!"

Baru saja aku ingin pergi menuju kamar mandi, Kheitan sudah masuk ke kamar kami dengan membawa nampan kecil berisi segelas air dan beberapa obat yang diresepkan Dokter Ryan kemarin.

"Loh bunda, mau ngapain?"

"Mau mandi hehe."

"Gak boleh bunda! harus minum obat dulu nanti kalau demamnya sudah turun baru bunda boleh mandi."

Aku tersenyum penuh arti mendengar ucapan Kheitan, dia pasti ingin aku segera pulih dan bisa menikmati liburan kami bersama-sama. Aku jadi merasa bersalah.

"Yaudah terimakasih ya Kheitan sudah bawain obatnya bunda."

"Siap bunda! Kalau sudah minum obat bunda turun kebawah yuk, liat aku sama papa main air."

"Iya sayang."

Kheitan pun meninggalkan kamar, lalu aku meletakkan nakas yang ia bawa di meja dekat tempat tidur kami. Setelah mengganti pakaian ku dengan stelan maxim dress berwarna pastel dan menelan habis seluruh obat untuk pagi ini aku pun turun dan segera menuju kolam renang di belakang penthouse.

"Loh kok cuma kalian berdua sih?"

Tanyaku ketika hanya mendapati Kheitan dan Ali di kolam renang belakang penthouse yang dikelilingi oleh pohon-pohon pinus yang asri.

Kalau malam disini beneran terlihat sangat menyeramkan, aku tak menyangka jika diliat pada pagi hari pohon tersebut malah menambah kesan fresh dan menenangkan.

"Kan private pool bun." Jawab Ali yang sedang menahan kedua tangan Kheitan, belajar berenang.

"Oh aku kira buat bareng bareng sama penthouse yang disebelah li."

"Harusnya iya, tapi aku pesen buat keluarga kita aja."

Oke.

Aku lupa kalau suamiku ini kaya.

"Kamu duduk situ aja loh bun, rebahan biar gak capek capek."

Kepala Ali mengarah ke sebuah kursi pantai berwarna putih dengan payung besar. Ada beberapa kue kering di atas meja bundar yang berada di tengah-tengah kursi pantai tersebut dan segelas mug berisi kopi yang sepertinya baru dihabiskan setengah, oleh siapa lagi kalau bukan Aliando Ferdinand.

"Kamu minum kopi li?"

Aku menatap Ali yang kali ini sudah duduk di pinggir kolam, sedangkan Kheitan bermain dengan karet bebek super besar yang mengapung di atas air.

"I-iya bun."

Jawaban Ali mulai gagap, dan aku mulai menghampirinya dengan langkah pelan.

"Kenapa kok minum kopi?"

"Tadi pagi ditawarin receptionist nya bun."

"Terus kok mau?"

"Ya kan gak enak kalau nolak."

"Aku tahu itu gelas kedua kamu Ali."

Ali diam, tak menatap balik aku yang sudah jongkok disampingnya. Memilih untuk menatap pantulan dirinya di atas air.

"Kamu tau kan perut kamu itu gak tahan caffeine."

"Iya."

"Besok-besok jangan lagi ya papah."

"Iya bunda."

Aku pun mengangguk, lalu berdiri dan segera mengambil gelas yang masih berisi setengah kopi itu dan membuang isinya ke tanah di mini garden dekat kolam renang. Mencucinya di dapur lalu mengeringkannya.

"Kheitan Ali ayo mandi! Siap-siap liat koala sama kangguru!"

Lalu aku mendengar teriakan excited dari Ali dan Kheitan dan langkah kaki mereka menuju kamar membersihkan diri.

Aku tersenyum bahagia melihat tingkah mereka sampai mataku menangkap jejak jejak air yang memenuhi lantai dari ruang tengah sampai kamar mandi.

"Astaga."

***

Setelah menghabiskan seminggu penuh di negeri Kanguru, kami bertiga memutuskan untuk segera pulang ke Indonesia. Mengambil jam penerbangan pagi, karena aku dan Ali harus segera menyiapkan acara charity perusahaan, sekaligus menyiapkan baju-baju baru milik Kheitan yang tak terpakai itu untuk diberikan pada salah satu lembaga panti asuhan. Setidaknya itu yang aku dengar dari penjelasan Jhonny kemarin melalui telephone.

"Kamu gak tidur bun?"

Aku menoleh ke samping menatap Ali yang sesekali menepuk perut Kheitan yang sedang tidur di antara kami.

"Gak, aku lagi mikirin mau di tata kayak gimana baju-baju nya Kheitan nanti."

"Kan cuma satu lemari yang bagian bawah itu kan bun, berarti dikit dong. Nanti masukin box aja oke biar langsung dibawa sama Jhonny."

"Banyak li, aku baru inget kalo di wardrobe kamu yang bagian kiri itu full baju-bajunya Kheitan. Mostly hadiah dari rekan-rekan bisnis kamu waktu mereka dateng ke grand opening nya snackO itu loh li."

"Astaga bun, ternyata itu lemari isinya baju Kheitan? Aku kira selama ini kosong soalnya kamu kunci."

"Iya aku kunci li, kalo gak pintunya geser mesti kebanyakan baju."

"Tau gitu aku beli lemari baru kan bun."

"Excessive banget sih kamu ih, itu baju juga gak ada yang muat atau malah super kebesaran buat Kheitan. Kalau kamu beli lemari baru juga malah menuh-menuhin rumah."

"Ya aku kan cari uang buat kalian juga sayang."

krik krik

krik krik

krik krik

Mendadak suara mesin pesawat jadi super hening di kedua telling ku.

"Yaudah iya." Balasku sekenanya.

Aku pun segera membalikkan tubuhku ke arah berlawanan dan menutupi wajah dengan selimut.

Sebenarnya apa yang barusan terjadi?

Kenapa aku tiba-tiba jadi seperti ini hah?

"Selamat istirahat bunda."

Astaga.

Apa-apaan Ali ini.

Kenapa dia tiba-tiba berubah menjadi manis layaknya film romantis seperti ini?

Apa aku hanya berlebihan?

Tapi kenapa juga hatiku jadi berdegub begitu kencang.

Ini bukan sesuatu yang bisa dikatan sebagai cinta kan?

Aku hanya mengalami gejala yang umum.

Semua wanita akan menjadi seperti ini jika diperlakukan demikian.

Aku benar kan?

[To Be Continued.]

Beautiful FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang