BAB 7 : him

1.1K 164 7
                                    


Dulu, ketika aku masih duduk di bangku SMA. Pernah sekali terpikir di kepalaku bahwa menikah dan punya anak adalah hal yang mengerikan. Alasannya sangat klise, aku terlalu banyak melihat contoh yang tidak menyenangkan di sekitarku.

Aku tidak suka bertengkar, tapi yang aku dengar pasangan yang menikah akan sering bertengkar dengan alasan yang berbeda.

Aku tidak suka kekerasan, tapi aku melihat langsung bagaimana pecahan kaca vas bunga yang dilempar tetanggaku hingga keluar rumah karena KDRT.

Aku benci berpura-pura tapi dengan menikah kalian pasti akan memiliki keinginan untuk punya image sebaik mungkin di depan keluarga suami-mu.

dan aku sempat punya anxiety ketika berdekatan dengan anak kecil yang belum bisa berbicara.

that's weird, i know!

Tadi hanyalah sedikit dari sejuta alasan yang membuatku takut-ah tidak, lebih tepatnya aku tidak ingin do that things, menikah. Hingga sempat membuat Mama khawatir mengenai ketertarikan antar lawan jenis yang ku rasakan. Alias Mama mungkin sempat mengira bahwa aku lesbian or something else.

Selebihnya itu tidak benar. Aku sangat straight dan masih menyukai laki-laki.

"Bunda! Bunda!"

Tapi ketika sekarang aku dihadapkan dengan fakta yang terjadi, semua pikiran itu serta merta hilang entah kemana. Ternyata menikah dan punya anak bukan  hal yang buruk. Keyakinanku bahwa tidak selamanya pernikahan kami tanpa dihadiri lika-liku seperti saat ini juga tidak menggoyahkan pertahananku untuk tetap berada di samping Ali dan Kheitan.

Aku menghampiri Kheitan yang berjalan dengan gontai dari arah ruang tengah sambil memeluk boneka T-rexnya.

"I'm sleepy."

"Really? so It's time to take a nap now. Yahoo!"

"Yahoo!"

Lalu ku gendong Kheitan dan membawanya untuk tidur sebentar setelah dari pagi tadi ia belajar membaca dengan card word bahasa inggris yang diberi oleh Kak Kaia weekend kemarin. Sekarang pukul 12 siang, aku akan membangunkan Kheitan 30 menit lagi yang mungkin akan bersamaan dengan kedatangan Ali dari urusan kerjanya.

Hari ini Ali pergi sebentar untuk mengurus sesuatu mengenai bisnisnya yang baru. Entah apa aku tadi juga tidak sempat bertanya dan dirinya juga belum bercerita, hanya Ali mengatakan akan pulang sebelum pukul 1 siang. Jadi aku memutuskan untuk memasak makan siang untuk kami bertiga.

Setelah kurang lebih setengah jam menyelesaikan kegiatan memasak, aku membersihkan ruang tengah yang tadi habis kugunakan bermain dan belajar dengan Kheitan. Memasukkan beberapa balok dengan bentuk dan warna yang berbeda kedalam box yang bertuliskan leggo. Ditulis tangan oleh Kheitan dengan bantuan Ali. 

Cutie!

"Assalamualaikum, Illie where are ya?"

Tanpa menghentikan kegiatan bersih-bersih aku menjawab dengan suara agak keras.

"Here, ruang tengah li."

Lalu tidak lama Ali muncul dengan ekspresi yang terlihat lelah. Kupikir tadi ia tidak menggunakan topi dikepalanya, tapi sekarang aku mendapati topi dikepalanya itu terpasang dengan posisi terbalik.

"Tumben pake topi?"

"Panas tadi, rambutku lepek. Gak sempet ngerapiin kan aku jadi jelek."

Aku tertawa mendengar jawabannya. Beneran tidak terduga.

"Apaan sih kayak ganteng aja kamu, emang tadi kemana?"

Pertanyaanku membuat Ali duduk di sofa dan menyuruhku untuk duduk di sampingnya. Untung saja semua mainan milik Kheitan suda tertata rapi di dalam box.

"Jadi gini bun, kemarin ada sedikit trouble sama grand opening snackO yang di mall X itu. Aku gak tau kalau salinan kontrak sewa yang punya pihak Mall sama punya kita itu beda. Baru ketauan kemarin malem sama si Jhonny. Untung aja aku bisa langsung handle tadi, jadi opening buat minggu depan bisa tetep jalan."

Aku mendengarkan ucapan Ali dengan seksama, punya suami pembisnis membuatkan mau tidak mau akhirnya ikut belajar tentang bisnis. Dua bulan total umur pernikahan kami dan aku sudah bisa melihat bagaimana kerja keras dan sulitnya Ali untuk mengembamgkan bisnis-bisnisnya. Walaupun hanya terjun dalam satu bidang yaitu bisnis kuliner, tanggung jawab yang dipegang Ali sudah sangat berat.

Contohnya saja dengan adanya hal seperti ini terjadi, snackO adalah salah satu bisnis kuliner Ali. Cafe dengan tema makanan mengeyangkan yang rendah karbo dan tinggi vitamin membuat bisnis ini begitu banyak digemari oleh konsumen dengan segala umur.

Menu-menu yang ada di snackO tidak hanya cocok untuk remaja yang sedang diet atau memang ingin makan enak tanpa tambah berat badan, tapi juga untuk para lanjut usia yang sudah harus mengurangi konsumsi makanan kurang sehat untuk menekan potensi diabetes, kolesterol, dan penyakit lainnya. Bahkan ada juga menu khusus balita yang memang di masak dengan memperhatikan betul bahan dan kandungan dari menu tersebut agar memenuhi kebutuhan nutrisi balita.

Ah tidak.

Aku tidak sedang promosi bisnis milik suamiku. Hanya saja—yah pokoknya kalian jangan lupa mampir oke.

"Beneran udah gakpapa kan tapi?"

"Iya, makanya aku hari ini berkeringat banget. Mau batal kontrak juga gak mungkin kan."

"Yaudah deh yang penting udah kelar, semoga kedepannya gak ada ginian lagi. Kamu udah makan belum?"

Ali menggeleng, lalu melepas topinya dan rebahan di atas sofa.

"Ihh mandi dulu sana orang keringatan gitu, abis itu kamu bangunin Kheitan terus kita makan."

Aku menarik lengan Ali yang sedang malas-malasnya untuk beranjak. Sepertinya dia memang benar sangat lelah.

"Ali ayo! Mandi mandi mandi!"

Baru aku beginikan dia langsung duduk tapi matanya masih merem padahal juga belum tidur.

"Hei, aku tahu kamu capek. Maaf karena gak bisa bantuin kamu apa-apa, tapi kamu harus segera mandi dan makan siang biar bisa cepet istirahat. Oke."

Ku sejajarkan tubuhku lalu mengusap punggung tangannya. Karakter Ali yang seperti ini baru kutemui ketika umur pernikahan kami masih 2 minggu. Aku tidak menyangka bahwa ketika lelah Ali juga akan bersikap manja seperti ini. Tapi tentu aku tidak keberatan, walaupun sampai saat ini pun belum ada rasa cinta yang signifikan di antara kami.

"Gak lah kamu jangan bilang gitu, udah tanggung jawabku. Kamu ngerawat Kheitan juga bukan sesuatu yang mudah. Dan aku udah bersyukur banget kamu mau terima dia dan sayang sama Kheitan. You're the best Illie Alleira and i'm absolutely grateful for that."

Ucapan Ali membuatku terdiam. Tidak, rasanya aku bukan deg-deg an atau tersipu dengan hal itu, tapi kenyataan bahwa cowok di depan ku ini adalah seseorang yang dengan berani memutuskan untuk mengadopsi Kheitan dan merawat balita tersebut tanpa bantuan orang lain menyadarkanku bahwa Ali bukan orang biasa.

Tekadnya dalam untuk keluarga dan bisnisnya bukan sesuatu hal yang main-main.

He is such a good man.

"Udah ya Ali Ferdinand sekarang kamu mandi ayooooo! keburu sore nanti kamu gak ada waktu buat istirahat."

Aku menarik lengannya lalu menuntun Ali untuk masuk ke dalam kamar mandi. Berniat menutup pintu kamar mandi setelah Ali masuk, tapi ia manahan gagangnya.

"Illie, makasih banyak ya. Aku gak pernah menyesal sedetik pun tentang keputusan Ayah buat jodohin kita. Bertahan sama aku ya bunda!"

Senyum geli tercipta di wajahku mendengar penuturan Ali sebelum ia menutup pintu.

Aku juga, tidak pernah mempersalahkan perjodohan ini Ali Ferdinand.

[To Be Continued.]

Beautiful FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang