Bagaimana rasanya melangkahkan kaki ke sebuah tempat yang seharusnya indah dan menyimpan banyak cinta? Pasti menyenangkan,
Ya, menyenangkan apabila rumah itu sendiri
berkenan untuk kita injak
Kalau tidak?
Maka, kamu hanya bentuk dari abu
yang terombang-ambing di dalam rumah,
seperti aku
.
.
.Mencengangkan. Ya, seperti saat ini. Sepulang melepas air mata bersama sang sahabat, kini di depan matanya sudah ada sosok papa tiri, mama, serta adiknya. Sepertinya mereka ingin berbicara sesuatu padanya.
"Kamu tahu, kenapa saya panggil ke sini?" tanya Andri, masih dengan suara yang sama sejak mereka bertemu pertama kali. Ketus.
Yesha menggeleng. Untuk makan malam bersama? Mustahil. Untuk berbincang ria layaknya keluarga normal pada umumnya? Apalagi itu, tidak mungkin terjadi.
"Lusa kami akan ke Bali."
Gadis itu menganggukkan kepalanya.
"Yesha sudah tahu, Pa."
"Pa?! Siapa kamu, berani menyebut saya seperti itu? Sudah bosan saya bilang, hanya Lessa yang berhak!" hardik papa tirinya kejam, sangat.
Lessa yang tak mengerti apa-apa hanya tercengang dan kini memandang Andri dengan penuh rasa penasaran.
"Maaf, om. Tadi kelepasan."
Mati-matian Yesha menahan suaranya agar tak bergetar. Suaranya tercekat di tenggorokan sehingga ia hanya berbicara apa adanya. Menangis di depan mereka? Jangan harap Yesha melakukannya.
Jujur, gue iri. Ketika sebuah keluarga senang melihat kejujuran satu sama lain, kenapa keluarga gue nggak begitu? Mati-matian gue bohong untuk terlihat tegar, karena percuma gue nangis. Nggak akan ada yang peduli, batinnya menahan tangis.
.
.
.Yesha memeluk kedua lututnya. Sakit hati? Tentu. Tetapi, ia sudah terbiasa dengan semuanya. Sejak tujuh tahun lalu, sejak Andri hadir dalam keluarga ini. Mulanya, semua sebatas sakit biasa. Hingga saat Lessa lahir, pisau itu menusuk semakin dalam. Adegan demi adegan yang tak pernah ia rasakan dalam hidupnya, bertamasya, dan berada di gendongan, mengiringi pertumbuhan Lessa. Itu membuat hatinya semakin pedih.
Dan tentunya, mengiringi pertumbuhan emosi Yesha yang makin hari dituntut untuk menjadi gadis yang kuat. Harus selalu kuat.
Gue senang, karena gue akan satu atap dengan Adrian dalam waktu yang nggak sebentar. Tapi gue sedih, karena melihat mereka berlibur bersama, bercanda bersama... Sementara gue di sini menunggu sembari memandang langit yang selalu sendu, pikirnya.
Yesha meraih ponselnya, dan mengirimkan beberapa pesan untuk Adrian.
Adrian!😋
Yan, udah siap serumah sama gw? :p
Iyaaan! Bangun tidur lihat gw, mau tidur lihat gw.
Romantis, kan? :p
Meski Yesha tahu bahwa Adrian tak pernah membalas rasa sukanya, tapi ia sudah terlanjur nyaman dan merasa terlindungi di dekat Adrian. Yesha juga tak pernah lupa untuk berdoa, agar suatu saat, seorang Adam Albert Adrian, bisa benar-benar menjadi miliknya.
Aku bagai seekor kancil yang mengikuti ke mana pun
gembalanya pergi
Aku bagai adik kecil yang selalu mengikuti sang kakak
berlari
Karena sejauh apa pun kau pergi, aku akan selalu di sini
Selalu. Menanti, dengan harapan pasti.Sembari menatap puisi terbarunya terpampang di blog kesayangannya, ia tersenyum. Sebuah kenyataan bisa tercapai kalau kita punya harapan, kan? senyumnya dalam hati.
.
.
.terkesan sedikit, tapi sungguh, hati akan lebam dengan sendiri nya.
-ra.

KAMU SEDANG MEMBACA
Happiness || ellestrwbrry
RomanceParas cantik Yesha selalu tersenyum ceria. Keriangan dan prestasinya semakin membuatnya memesona. Ia sempurna. Dengan segala yang ia punya, hidup nya pasti bahagia bukan? Keluarga dan rumah hanya replika belaka. Sang kekasih hati pun tak kunjung me...