Sesuai dengan rencana yang Kartika informasikan subuh-subuh tadi, nyatanya Hamada benar-benar datang. Personanya kini termaktub gamblang di tengah alun-alun desa sembari menanti eksistensi Kartika. Dikatakan kepadanya bahwa dia akan segera tiba.
Sudah terhitung setengah jam lamanya Hamada termenung di sana seorang diri bersama tas yang ia gendong sedari tadi, sesekali dikawani oleh hembus pawana di pagi hari. Setengah sembilan, seharusnya Kartika tidak membuatnya menunggu terlalu lama. Hamada mudah jemu, bisa saja dia malah menolak pergi sebab hal itu.
"Hamada!"
Resonansi teriakan seseorang mendarat di ambang rungunya sertai suara kendaraan yang tengah ditumpanginya. Itu Kartika, bersama motor Wawan. Belum genap motornya terparkir rapi, dirinya lekas menghampiri Hamada.
"Maaf, telat. Kamu udah nunggu lama, ya?"
Hamada tidak sanggup mengindra permohonan maaf darinya, sebab untuk satu detik kemudian pusat perhatian Hamada hanya bisa menjurus pada cantiknya satu mahakarya dari miliaran cipta hasta Tuhan. Betulkah itu Kartika Sumbadra? Gadis jelita pemilik senyum mempesona?
Hamada tergamam, usainya sadar pada waktu sepoi angin tanpa sengaja terpa muka. Ia masih menatap Kartika dengan sangat lekat, kemudian berucap sambil terbata-bata. "K-kamu ... Kartika temanku?"
Lihat saja penampilan Kartika sekarang. Rambutnya digerai panjang menyisakan dua kepang. Outfit biasa saja namun tampak sangat sempurna. Selama itu pula Hamada baru sadar jika rambut Kartika juga agak berbeda. Yang mulanya lurus memanjang, sekarang agak bergelombang.
Tentang pertanyaan Hamada tadi, Kartika lantas menggeleng tanggung. "Bukan. Aku Kartika pacarnya Hamada."
Perotasian bola mata Hamada sanggupi. Dia seharusnya paham, jika Kartika tetaplah Kartika. "Sejak kapan aku mengajakmu pacaran?"
"Suatu hari nanti." Kartika menduga yakin. "Aku jamin kamu pasti bakal jatuh cinta sama perempuan lemah lembut nan baik hati kayak aku gini."
"Terserah kamu saja. Kamu boleh menghalu sepuasmu, tapi sadarlah, aku tidak pernah mau hidup bersama denganmu."
Rasanya tamparan keras baru saja mendarat. Bukan di pipi Kartika, tapi jauh di dalam lubuk hatinya. Sejenak, Kartika meraung-raung pasca Hamada serampangan menjatuhkan harga dirinya.
"Entar neggak ludah sendiri baru tahu rasa!"
Dan laki-laki itu hanya bisa tergeleng-geleng.
"Ayo pergi sekarang! Kamu bisa naik motor, nggak?" desak Kartika.
"Tentu saja. Selain mantan kuli bangunan, aku juga sering antar-antar pesanan."
Bukan main. Sebenarnya, apa kekurangan dalam diri seorang Hamada? Masak bisa, kerja jangan ditanya.
Duit? Nggak ada.
Kata yang terakhir adalah kesusahan kita bersama.
Kartika ingin terkejut, tapi ini Hamada. "Kerjaan yang belum pernah kamu lakukan itu apa, sih?"
"Buat anak."
"HEH?! NGADI-NGADI!" Tabokan keras kontan melandas punggung Hamada. Lagian jawabannya aneh-aneh saja! Kalau begitu juga Kartika belum pernah buat, kelez!
"Ayo naik. Kamu mau bonceng depan apa belakang?" tawar Hamada.
"Belakang, lah! Pake ditanya!"
"Ya sudah, cepat."
Baru saja Kartika mengangkang hendak menaiki motornya, Hamada sudah melaju meninggalkannya.
"Hamada kampret! Belum naik, woy!"
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Antologi Hamada
Fanfiction❝Bumi ini fana, langit pun sama. Ada sebuah narasi kenapa dunia tidak bisa abadi.❞ -Aksara dari Hamada yang sempat menggema ketika dia sedang mencari sisa-sisa bahagia. ______________________________________ ● treasure tbz izone fanfiction ● hamada...