Luka Dalam Diam

21 0 0
                                    

#RealStory

Cukup jauh Nina mengayuh sepedanya, akhirnya sampai juga... Namun, hatinya terusik melihat pemandangan di depan mata. Seorang laki-laki tidur dipangkuan seorang perempuan di depan pintu rumah yang terbuka lebar. Mereka adalah Bapak Nina dan istri mudanya.

Nina memarkirkan sepeda di halaman rumah mereka,berjalan mendekati pintu.
"Assalamu'alaikum," ucapnya mendekat.
"Waalaikumsalam," sontak keduanya menoleh ke arah Nina.

"Masuk Na," Tante Ira, istri muda bapaknya mencoba ramah. Nina melangkahkan kaki ke dalam rumah kemudian duduk di kursi yang ada di ruang tamu.

"Pak, aku mau ambil uang buat berobat Ibu," ucap Nina to the point karena merasa jengah melihat kemesraan mereka. Wajahnya pun tak dapat di tutupi bahwa Nina marah dan nadanya juga terdengar jelas tidak senang. Nina hanya anak kecil kelas 5 SD. Harusnya perilakunya sebening hati anak-anak seusianya. Namun, cukup banyak kepedihan yang dirasakannya sejak dini. Sehingga Nina merasa harus dewasa sebelum waktunya...

Mata itu menyala tajam melihat Nina. Rahangnya mengeras, giginya beradu.
"Gak ada uang!" jawabnya Pak Brata marah.

Ada embun di mata Nina yang siap jatuh, namun di tahan. "Jadi kayak mana Ibu mau berobat, Pak? Ibu sudah pendarahan dan harus di kuret. Bapak udah janji mau kasi uangnya, makanya aku jauh-jauh datang kesini naek sepeda!"

Ada kemarahan pada nada suaranya, ada kepedihan jauh di lubuk hatinya membayangkan ibunya yang terbaring sakit di rumah. Sementara laki-laki ini asik tertawa dengan istri mudanya.

"Brak" gadis itu tersungkur ke depan. Saat pikirannya meracau, sang Bapak telah menunjang kursi yang ia duduki hampir saja mengenai kakinya. Gadis kecil itu menangis, menahan perihnya luka di hati akibat perlakuan kasar sang Bapak.

"Udah mas," Tante Ira  menahan amarah suaminya. "Anak ini gak tau sopan santun. Ngomong sama orang tua gak ada lembutnya!" Ucapnya Pak Brata  berang.

Gadis itu menangis, menatap tajam ke mata Bapaknya. "Siapa yang membuatku seperti ini, hah? " Batinnya berucap. Ingin sekali dia melawan  namun dia tahan mengingat dia harus segera pulang membawa uang.

"Pergi sana kau pulang, gak ada uang sepeser pun untuk kalian." Usir sang Bapak sambil mendorong tubuh kecil itu keluar pintu..

"Tapi Bapak udah janji mau kasi uang buat berobat ibu. Kasian ibu, pak. Ibu sedang sakit d rumah.. Harus Cepat di bawa ke rumah sakit " ucapnya meraung. "Aku gak akan pulang sebelum bapak kasi uangnya. Gak mungkin bapak gak ada uang!" Teriaknya disertai idaman tangis yang belum berhenti.

Pak Brata  menyadari, beberapa tetangga keluar melihat Nina dari depan rumah masing-masing. Gadis kecil itu tak peduli, dia tetap mematung di depan pintu sambil sesekali menyeka air matanya.

"Dek, ambil duit mas di kamar 500," teriaknya pada Tante Ira. Dengan cepat si istri memberi uang pada suaminya.

"Alhamdulillah," ucap syukur si gadis di dalam hati. Dia berjalan mendekati pintu, tangannya terulur ingin meraih uang dari Bapaknya. Namun, bapaknya menjatuhkan uang itu ke lantai. "Ambil itu, dan cepat pergi! Jangan pernah minta uang lagi kesini"

Dengan hati yang hancur gadis kecil itu menunduk, berurai airmata memungut lembar demi lembar uang yang berserakan di lantai. Setelah semua di kutip, dia pun pergi mendayung sepedanya jauh meninggalkan rumah itu.

Sepanjang jalan airmatanya terus berjatuhan, hanya angin menyekanya. Aku harus kuat. Aku gak boleh nangis depan Ibu. Ibu tidak perlu tau ini, yang penting aku pulang bawa uang serta luka yang teramat dalam.

Terima kasih telah meloloskan tulisan pertama saya. Masih banyak kekurangan dan  perbaikan. Mohon koreksinya teman-teman semua. Tulisan ini tidak bermaksud membuka aib. Silahkan ambil baiknya dan buang buruknya.

Luka Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang