Nina menyimpan kembali foto yang sejak tadi di pandangnya. Menghapus airmata yang berada yang telah membasahi pipi. 'Rindu ini sungguh menyakitkan.... Biarlah ini hanya menjadi kenangan,' bisik batinnya lirih.
"Nin, kamu dimana?" Teriakan Bu Fatimah membuyarkan lamunan Nina.
Nina segera keluar kamar saat mendengar Bu Fatimah memanggil namanya, "ada apa, Bu?"
"Nin, kamu balik ke kota besok pagi saja. Tadi ibu bertemu Naya, nanyain kamu udah balik atau belum. Katanya kalau belum bareng naik mobil mereka aja. Besok mereka mau berlebaran ke rumah saudaranya yang ada di kota," jelas Bu Fatimah.
"Ya udah Bu kalau begitu, Alhamdulillah jadi irit ongkos Busnya. Hehehehe," jawab Nina cengar-cengir.
Naya adalah saudara jauh keluarga Pak Brata. Mereka sudah saling mengenal sejak Bu Fatimah pindah ke kota kecil ini bersama anak-anaknya. Rumah Naya dan Nina juga masih satu komplek. Jadi, Nina tidak merasa canggung untuk bepergian bersama keluarga Naya. Dulu juga Nina pernah di ajak liburan ke Padang oleh Naya.
***
"Bu, Nina berangkat ya. Doain Nina y Bu, dan ibu juga jaga kesehatan," pamit Nina sambil mencium punggung tangan ibunya.
"Ibu selalu mendoakan mu, pandai-pandailah bawa diri di rumah orang ya," pesan Bu Fatimah sambil mengelus kepala Nina yang tertutup jilbab instan.
"Kalian baik-baik sekolah ya. Bantuin ibu, jangan ngelawan," pesan Nina kemudian pada adik-adiknya yang mulai menciumi tangan Nina bergantian.
Angga, Doni, dan si kecil Farhan hanya mengangguk.
"Kakak tenang aja, kami baik Budi kok," ucap Angga sambil cengengesan.
Nina kemudian masuk ke dalam mobil orang tua Naya. Membuka jendela dan melambai pada ibu dan adik-adiknya.
***
Setelah dua jam perjalanan, mereka merasakan ada yang aneh pada mobil yang mereka tumpangi.
"Pa, mobil kita kenapa ya? Suara apa itu, Pa?" Tanya Naya pada papanya.
"Iya, suara apa itu ya? Sebentar papa tepukan dulu mobilnya." Mobil pun berhenti di pinggir jalan setelah merasa tidak akan menggangu kendaraan lain yang lewat.
"Waduh, bannya bocor" ucap Pak Firman setelah mengecek ke belakang mobil.
Akhirnya semua penumpang dalam mobil turun untuk melihat kondisi mobil. Pak Firman menjadi montir dadakan.
Pak Firman mengganti ban mobil seorang diri karena cuma Pak Firman laki-laki yang ada di dalam mobil, keempat penumpang lainnya semua anak gadis yang sama sekali tidak mengerti otomotif.
"Kita dimana ini kak?" Tanya Nina pada Naya.
Nina melihat sekeliling, hanya ada perbukitan yang di tanami pohon sawit, rerumputan liar dan jurang. Keempat gadis itu bersandar pada batas jalan sisi jurang tersebut."Kakak juga gak tau, mana gak ada sinyal lagi." Naya menaikkan HP-nya tinggi-tinggi berharap dapat sinyal.
Seperti kompakan ketiga gadis yang lain melihat HP-nya masing-masing. Tak banyak yang lewat di jalan ini hanya beberapa motor yang melintas.
Matahari mulai naik, setelah sejam menunggu akhirnya mereka melanjutkan perjalanan. Nina mulai memejamkan matanya, ini adalah cara ampuh agar dia tidak muntah. Nina mabuk darat, biasanya dia minum 'antimo' kemudian sepanjang perjalanan akan tertidur namun kali ini dia lupa meminumnya.
***
"Nin, bangun" Yani mengguncang pelan bahu Nina. Yani adalah sepupu Naya."Udah sampai mana kita kak?" Tanya Nina setelah keluar dari mobil.
Yani hanya mengangkat kedua bahunya.
"Kita makan dulu ya, sekalian Papa mau cari bengkel. Mobil kita kayaknya ada masalah," ucap Pak Firman setelah mereka semua duduk di sebuah warung makan pinggir jalan.
"Mobil tua sih, Pa" sahut Tari putri bungsu Pak Firman.
Pak Firman adalah seorang duda dengan tiga anak gadis. Pak Firman sendiri seorang perwira polisi. Istrinya baru dua tahun meninggal dunia karena sakit kanker payudara.
Setelah selesai makan Pak Firman pergi bersama seseorang. Ketiga gadis itu duduk di bangku panjang yang tersedia di depan pintu masuk warung makan.
Nina menatap sekeliling, hanya ada perbukitan di tumbuhi pohon-pohon liar. Sepi... Hanya ada warung makan disini.
"Kalian sedang apa?" Tanya seorang pria paruh baya.
Kompak Nina, Naya, Yani dan Tari menoleh ke arah suara. Kemudian mereka saling pandang.
Naya yang paling tua diantara yang lain angkat suara. "Mobil kami mogok, pak. Papa kami lagi cari bengkel," jelasnya.
Kemudian Naya terlibat obrolan panjang pada pria paruh baya itu yang ternyata juga seorang polisi seperti Pak Firman.
"Kamu kuliah, nak?" Tanyanya pada Nina.
"Hah, saya pak?" Nina meyakinkan diri bertanya melihat pria itu menoleh ke arahnya.
"Iya, nama kamu siapa?"
Nina yang sedari tadi hanya diam saja merasa kikuk menjawab pertanyaan pria itu.
"Nama saya Nina, pak. Saya kuliah semester tiga," jelas Nina."Di Medan?" Tanyanya lagi
"Iya pak," jawab Nina sambil mengangguk.
"Boleh bapak minta no hp kamu?"
Syok. Serentak keempat gadis itu saling pandang. Biasanya yang minta no hp ngajak kenalan adalah muda-mudi tapi ini seorang pria paruh baya dengan alasan buat anaknya.
"Aneh, kok cuma aku ya? Kami kan bertempat disini," batin Nina.
"Bapak punya anak laki-laki sudah PNS, tapi dia pernah kecelakaan. Mungkin kalian bisa cocok, ya kenalan aja dulu" ucapnya kemudian.
Nina menatap kembali ketiga temannya, tatapannya mengisyaratkan 'aku harus bagaimana?'
"Udah, kasi aja Nin itung-itung nambah teman" bisik Naya yang duduk di sebelah Nina.
"Ini pak no HP saya," Nina mulai membacakan nomornya dan disalin oleh pria paruh baya tersebut di gawai miliknya.
Setelah mendapat no HP Nina pria paruh baya itu pamit.