Fragmen 19. The Rastafarian Pilgrims

3.8K 229 17
                                    

Dukung cerita ini dengan vote, komen yang banyak, dan follow JayaSuporno dan Jaya_Suporno
_______________________________________

Bulan sabit pucat menggantikan jingga senja di Pulau dewata. Malam ini, dia bercahaya malu-malu dibalik tirai awan tipis, memantul ragu di riak gelombang yang membėlȧï teluk itu.

Dalam semesta seorang Bob, tidak ada yang lebih mendamaikan bumi selain selinting ganja dan segelas arak Bali. Juga ombak yang berdeburan diselingi irama reggae yang mengalun pelan dari speaker murahan di pojokan.

"When the night has come... And the land is dark... And the moon is the only light we'll see..." Bibir kurusnya komat-kamit, matanya mengawang melihat langit gelap dengan bulan sabit yang bersinar pucat.

Dalam semesta seorang Bob, hidup hanya berada pada satu titik: saat ini. Tak ada mimpi yang dicari, tak ada masa lalu yang membuntuti, yang ada hanyalah detik ini. Detik yang dianugerahkan Tuhan dengan cuma-cuma padanya -dan Bob tahu cara menikmati setiap detik dalam hidupnya.

"No, I won't be afraid... no, I won't be afraid... Just as long as you stand, stand by me.." Bob menenggak segelas arak di bar-nya yang sepi. Pahit arak segera dinetralisirnya dengan hisapan asap kanabis yang membuatnya terbang menuju nirwana.

Satu-satunya yang mengusik kedamaiannya malam itu hanyalah suara mobil VW safari yang berderu di tempat parkir "The Rastafarian Pilgrims." Bar reggae murahan yang terletak di pantai Kelan di pinggiran Jimbaran.

"Kampret, gue kira tamu..." kata Bob, saat melihat yang datang. Seorang wanita berambut pendek dengan celana skinny jeans dan tank topputih ketat, lengan kirinya dipenuhi tatoo, Sheena.

Sheena mengendus. "Anjrit, lu nyimeng ya?"

Bob nyengir dan terkekeh, namun sedetik kemudian pandangannya sudah tersita oleh bidadari mungil yang berjalan di belakang Sheena.

"Eh, kenalin... Indira..." kata Sheena cepat.

Bob melongo seperti orang bego ketika bersalaman dengan Indira. "B-bob."

"Ini Ava..."

Ava yang berjalan paling belakang menyodorkan tangan. "Ava."

"B-bob." Bob bersalaman, mengucek-ngucek mata sejenak. "Fuck, man... gue mabuk..." katanya sambil menenggak satu gelas arak langsung tandas.

"Sepi banget." Sheena duduk di barstool di samping Bob, melihat bar yang lengang.

"Bulan ini sudah terhitung Low season," Bob menyahut pendek.

Sheena menyalakan sebatang rokok. Membuka dompetnya, dan mengeluarkan 5 lembar uang 100 ribuan.

Bob menggeleng. "C'mon. man... kan udah gue bilang nggak usah dibalikin."

Sheena menyumpalkan lembaran uang itu ke tangan Bob. "Thanks, bro..."

"Apaan sih! No man, no!" Bob protes.

Sheena malah merebut cimeng Bob, menghisap sekali sebelum mengembalikannya. "Kamu bener, Bob. Everything is gonna be alright..."

Kali Ini Sheena menyumpalkan uang itu di rambut gimbal Bob, membuat rastafarian itu hanya bisa terkekeh-kekeh. Dari hasil menjadi model tėlȧnjȧng di rumah Pak De (total 5 lukisan) dan menjadi asisten di galeri, pagi tadi Sheena menerima gaji pertamanya. Dan hal paling pertama yang dilakukannya adalah membayar hutangnya pada Bob.

"Na, mending buat lunasin hutang lu ke siapa itu?"

"Boss Jaya... " Sheena menelan ludah, teringat pada preman-preman penagih hutang itu. Perlu sedikit keberanian bagi Sheena (juga Ava) untuk keluar sarang, kembali ke keramaian di sekitar Kuta setelah peristiwa The Debt Collector tempo hari.

Paradiso!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang