Fragmen ???: Purgatorio

2.4K 166 17
                                    

Dukung Cerita ini dengan cara vote, komen yang banyak dan follow akun utama @Jaya_Suporno dan akun serep JayaSuporno

___________________________________________

Nusa Dewata, 10 Tahun lalu...

~Hujan~

Pijaran lampu blitz berkilau sekilas. Membias ke atas wajah remaja manis dengan poni dan kacamata ber-frame tebal.

Apabila hidup diibaratkan sebuah sinema dalam teater imajiner Maha Raksasa, di mana kita dapat merunut sebuah titik dari rol film dan memutar ulang perjalanan panjang yang bernama hidup tentu 'dia' akan masih berada di sampingnya: Pemuda bereragam putih-abu, berambut ikal, dengan sepasang mata yang menatap teduh, seperti sekumpulan uap air yang bergumpal putih di biru langit.

"Cocok," Awan berkata. Membidikkan lensa ke arah gadis kecil yang sedang asyik membuat sketsa di hadapannya.

"Cocok napa?"

"Cocok jadi model! Gantiin Kak Luna."

"Ngejek, yah!"

"Eh, aku serius nih!" Awan mendekat, melepas kacamata Hujan. "Nah, gini kan cakep..." kata pemuda itu sambil memperhatikan wajah Hujan yang langsung merona.

Sheena tersipu sambil memainkan rambutnya. "Awan, kamu serius aku cocok jadi model?"

"Dua rius! Kamu lebih natural dari Kak Luna!" Awan menekan tombol picu. Kilatan blitz memberkas ke dalam mata Hujan.

Remaja itu menunduk tersipu.

"Kenapa?"

"Kayaknya mimpinya ketinggian, deh."

"Lho, apa salahnya punya mimpi?"

Awan lalu menjelaskan tentang visi hidupnya. Bahwa hidup manusia harus dipenuhi mimpi. Kita harus berani bermimpi, tapi jangan hidup dalam mimpi! Kita harus mewujudkan mimpi itu!

"Oke, sekali lagi ya kutanya: apa mimpimu?"

"Komikus!"

"Komikus? Hmm boleh juga... Nggak pengin jadi model?"

"Pengeen jugaa! Aku mau jadi model!"

"Kalau gitu aku yang jadi fotografer!"

"Terus?"

"Aku yang motret kamu buat Vogue!"

"Asyik!"

"Kita wujudin mimpi kita!"

"Serius?"

"Serius!"

"Janji?"

"Janji!"

Dan mereka mengaikan jari, saling mengikat janji.

= = = = = = = = = = = = = = = = =

~Langit~

Hujan. Selama ini aku hanya mengenalnya dengan nama alias. Tiap malam anak itu selalu bercerita tentang 'Hujan', tentang matanya yang bulat lucu, tentang kegemarannya yang sama denganku, melukis. Namun ketika aku bertanya nama aslinya, Awan selalu mengelak. "Panggil saja 'Hujan'. Aku Awan, dia Hujan, cocok kan?" Awan terkekeh-kekeh, "kami memang ditakdirkan bersama," tambahnya dengan jumawa. 10 tahun yang lalu.

Paradiso!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang