Fragmen 35. Aku Ingin Mencintaimu dengan Sederhana

2.8K 177 15
                                    

Dukung cerita ini dengan vote, komen yang ramai, dan follow akun @Jaya_Suporno (akun utama), dan JayaSuporno (akun serep)
__________________________________________

Bidȧdȧri dengan lengan kiri berdarah...

Ksatria dengan dȧdȧ tertusuk pedang...

Iblis bertopeng menjulurkan tangan dari langit merah...

"Sayang sekali, kenapa harus dijual..." Lucille menggeleng-gelengkan kepala, tercenung lama melihat foto lukisan yang ada di iPhone-nya.

"Kadek."

"I-iya, tante."

"Kamu tahu Beethoven?"

"Tahu, tante. Yang tukang musik itu, kan?" Kadek menjawab sekenanya, karena pemuda itu tengah kerepotan memindahkan lukisan.

"Konon kabarnya, Beethoven mencipta musik dari suara-suara asing yang cuma dia yang bisa mendengarnya."

"Oh." Kadek manggut-manggut -tidak mengerti.

"Dalam Reiki, orang yang Cakra Ajna-nya terbuka, dipercaya bisa memiliki kemampuan seperti itu... bisa melihat masa depan, dan mendapatkan ilham dari alam lain... lukisan Ava adalah salah satu contoh seperti itu, lukisan dari dimensi lain..."

"Seperti Ki Soleh Pati?" Kadek berkata, lempeng.

Lucille tersenyum kecut, "Kadek, saya serius."

Baru saja Lucille hendak mengomeli Kadek, ketika telepon di ruang kerja Pak De berdering nyaring, menyela pembicaraan keduanya.

"Aduh, maaf... boleh minta tolong diangkat dulu, Tante!" Kadek berkata, masih kerepotan karena menggotong lukisan yang lumayan besar.

= = = = = = = = = = = = = = = = = = =

Sambil bersungut, Lucille beranjak mendekat, mengangkat telepon tua yang masih menggunakan tombol putar.

"Halo?"

"Lho Lucille? Kok ada di galeri?"

"Oh... eh... anu... ehm..." Lucille sontak gelagapan begitu mengetahui siapa yang menelepon. "Kak Gede mau bicara sama Kadek?"

"Nggak... nggak usah, nggak terlalu penting juga... saya... um... Kamu apa kabar? Indira? Uhuk... ehm..."

"Indira dan saya baik, Kak Gede sehat?" ucap Lucille dengan wajah yang mendȧdȧk penuh cahaya, "Di sana penyakitnya nggak kambuh lagi? Kak Gede nggak merokok lagi, kan? Sudah ke dokter?"

Ada jeda beberapa detik -Pak De tertawa di seberang sana- "Kamu masih seperti dulu, cerewet."

"K-kak Gede... a-apa sih... masih aja suka ngeledek."

Kadek tertawa dalam hati, melihat Lucille yang tersipu-sipu dengan pandangan mengawang dan senyum yang merekah.

"Saya-"

"-Saya."

Lucille tersenyum, "Apa, kak?"

"Eng... nggak apa-apa, kamu dulu..."

"Kak Gede dulu..."

"Gek, dulu... uhuk.."

"Kak Gede dulu!"

Kadek cuma bisa geleng-geleng kepala, melihat dalam satu panggilan telepon saja wanita paruh baya itu seperti kembali menjelma menjadi gadis remaja.

= = = = = = = = = = = = = = = = = = =

Sementara itu, di Paris, Perancis...

"Saya... " Pak De terdiam lama, sambil menimang-nimang cincin berlian dalam kotak merah. "Nggak apa, nanti saja, kalau saya sampai di Bali... I miss you, bye..." Pak De menutup teleponnya.

Penjaga toko itu menghela nafas lega saat Pak De mengakhiri panggilannya, "jadi yang mana, Monsieur?" ia berkata dalam Bahasa Inggris dengan dialek Perancis.

Pak De menunjuk sebüȧh kalung dari emas putih, dengan bentuk pelangi yang rumit pada bandulnya, menyertai sebentuk cincin yang ditimbang-timbangnya dari tadi.

"Ah, Oui... Oui... excellent choix," sang penjual mengacungkan jempol kepada Pak De, "Buat istri anda?"

"Pour ma Fille, anak perempuan saya." Pak De tersenyum cerah, membayangkan ekspresi Indira saat menerima kalung itu saat ulang tahunnya tanggal 15 nanti.

"Et cette bague aussi... uhuk..." Pak De menyerahkan cincin yang dari tadi ditimbangnya. "Merci... uhuk-uhuk..." sambil terbatuk-batuk, Maestro Tua itu menyerahkan kartu kreditnya kepada Penjaga Toko.

Nafas Pak De yang tadinya teratur, perlahan mulai memberat hingga terdengar suara "ngiik" panjang setiap ia menarik dan menghembuskan nafas. Berkali-kali Lelaki Tua itu terbatuk-batuk, dan buru-buru ditutupi dengan sapu tangan.

"Huk! Uhuk! M-merci." Pak De menerima bungkusan dengan tangan bergetar dan dȧdȧ yang tersengal.

Melihat batuk Pak De yang tak berhenti-berhenti, Penjaga Toko itu tak ayal ikut khawatir.

"Monsieur, anda tidak apa-apa?"

"Uhuk-uhuk... nggak apa-apa." Pak De duduk bersandar pada etalase, sambil memegangi dȧdȧnya.

"Monsieur, perlu saya panggilkan taksi?"

"T-terima kasih... t-tidak usah... uhuk..." kata Pak De sambil menutupi mulutnya dengan sapu tangan yang kini penuh dengan bercak darah.


PARADISO

Season 3

T H E • E N D

Ada orang yang menghabiskan waktunya
berziarah ke Mekkah...
Ada orang yang menghabiskan waktunya
berjudi di Wiraza...
Tapi aku ingin menghabiskan waktuku
di sisimu, sayangku....
bicara tentang anjing-anjing kita
yang nakal dan lucu
Atau tentang bunga-bunga yang manis
di lembah Mandalawangi...

Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati
kena bom di Da Nang...
Ada bayi-bayi yang mati lapar di Biafra...
Tapi aku ingin mati
di sisi mu, manisku
Setelah kita bosan hidup
dan terus bertanya-tanya
Tentang tujuan hidup
yang tidak satu setan pun tahu

[PLAYLIST]
Puisi Terakhir | Soe Hok Gie

Paradiso!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang