tiga - kenalan

85 7 0
                                    

Saat aku bangun siang itu, Wa kiki rupanya sudah pergi untuk kumpul-kumpul rutin. Kata Eyang aku disuruh ambil makanan di dapur.

Ternyata aku bangun siang banget, jam 2 siang aku baru selesai mandi. Baru aja mau jemur handuk, eh Wa Kiki udah sampai rumah ternyata.

"Kok cepet Wa?" Tanyaku

Wa kiki menaruh tas hitamnya dan melepas sepatu untuk ditaroh di rak.

"Iya, cuma pertemuan biasa aja."

"Kamu udah makan?" Tanyanya

Aku mengangguk. "Wa, biasanya deket sini ada supermarket gak?"

Aku lupa bawa shave cream dari surabaya. Daripada berbulu mending cepet-cepet cari barangnya.

"Di sini adanya swalayan kecil gitu aja sih, biasanya cuma bahan pokok aja. Emang kamu mau cari apa?"

"Shave cream," jawabku.

"Yah, gituan mah gaada," kata Wa Kiki sambil mengambil segelas air.

"Mending kamu pesen gojek aja, nanti dititip sama om provost di depan," saran Wa Kiki.

"Ohya bener juga."

Kuambil hp dan kupesan shaving cream dan beberap kebutuhan perempuan lewat go shop. Lumayan hemat tenaga.

"Wak, ini udah di depan om gojeknya. Tapi gak boleh masuk."

"Iya emang gaboleh masuk, dek. Kamu ambil aja kedepan," jawab Wa Kiki.

"Ha depan mana wa?" Depan yang dimaksud ini gerbang jauh di awal komplek sana? "Gabisa apa disuruh masuk aja?"

Wa Kiki menggeleng. "Sipil yang gak didampingi gak boleh dek."

Mau gak mau akhirnya aku pergi ke depan di antar Wa Kiki naik motor, berhubung aku kan gabisa bawa motor. Bisanya yang roda empat doang hehe.

Sampai di gerbang provost, Wa Kiki parkir agak jauh dari pos, aku berjalan dengan hati takut karena banyak laki-laki di sana.

Pasti digodain.

"Mbaknya cari apa?" Tanya salah satu tentara dengan senyuman saat melihatku celingak celinguk.

"Gojek om," jawabku.

"Nah itu dia." Gojek menunggu agak di kanan pos penjagaan jadi gak begitu keliatan.

Setelah membayar, aku segera balik menuju Wa Kiki dengan wajah tertunduk karena malu.

"Awas mba hati-hati jalannya," seru salah satu bapak-bapak itu.

Saat aku kembali, ternyata Wa Kiki sudah gak ada.

"Loh?" Kaget.

"Kenapa mba?"

Aku berbalik menuju pos. "Saya tadi dianterin tante saya om. Eh, kayaknya saya ditinggal pulang deh," jawabku sambil nyengir.

"Ya udah saya..." sebelum aku sempat menyelesaikan kalimat. Om-om provost ini langsung berdiri tegap dengan aba-aba salah satu dari mereka.

Mereka memberikan hormat singkat kepada sosok dibalik kemudi motor ninja berhelm full face berwarna hitam, terlihat baju lorengnya menyembul dari jaket yang dia pakai.

Orang dibalik helm itu mengangguk singkat. Aku yang berdiri di tengah-tengah om-om provost ini jelas menimbulkan tanya.

Sebelum menarik gasnya, laki-laki dibalik helm itu melihatku agak lama, lalu matanya beralih ke om-om provost. 

"Sipil yang gak berkepentingan atau tidak didampingin tidak boleh masuk," ucap laki-laki itu.

Aku sempat tersentak mendengar itu. Serem banget nada suaranya.

"Siap salah. Mba ini ponakannya Pak Danyon," jawab salah satu om provost.

Laki-laki itu menatapku lagi, lalu mengangkat kaca helmnya. Yang bisa kulihat hanya bola matanya yang beriris hitam dan kulitnya yang agak kecoklatan saja.

"Mau bareng?" Tawarnya

Aku melirik sekilas ke belakang untuk mengecek apa Wa Kiki sudah balik. Jawabannya ya belum.

Akupun mengangguk malu-malu. Anjrit kalau gue lagi nonton sinetron dan tokoh ceweknya kaya aku sekarang pasti muntah-muntah.

Laki-laki itu mengisyaratkan untuk naik ke atas motornya. Untung aja aku memakai celana training yang panjang, jadi aman naik motor gaya agak nungging gini.

"Kamu tinggal di sini juga?" Tanyaku setengah berteriak saat perjalanan kami menuju rumah.

"Iya, di mess perwira. Sejalan dari rumah Pak Danyon," jawabnya.

Setelah sampai aku mengucapkan terima kasih, tapi sebelum beranjak masuk ke rumah, aku hampir lupa menanyakan suatu hal.

"Ohya, nama kamu siapa?"

Laki-laki itu mengangkat kaca helmnya lagi menurunkan standar motornya lalu mengulurkan tangan.

"Arkan Erlangga."

Kubalas jabatan tangan itu. "Kirana."

Setelah itu dia segera melaju pergi.

********
"Wa, kok ninggalin aku sih?" Keluhku pada Wa Kiki yang sedang meminum teh di meja makan.

"Maaf Ra, Wa lagi mules banget tadi. Ini aja baru selesai dari toilet." Wa Kiki mengusap-usap perutnya sambil meringis.

"Ohya di antar siapa tadi?"

"Kayaknya tinggal di sini juga deh,"

"Siapa? Om-om provost?"

"Bukan. Namanya Arkan,"jawabku.

Wa Kiki seperti mencoba mengingat sesuatu kemudian dia beroh ria. "Arkan danki C ya? Anak buahnya Ommu. Tinggal di sini emang dia di mess perwira sana."

Aku merasa sangat tertarik dengan pembicaran sampai tanpa sadar aku mengambil tempat duduk di samping Wa Kiki.

"Danki tuh apa, Wa?" Tanyaku.

"Danki tuh kaya komandan kompi gitu. Ribetlah kalau dijelasin,"

"Kenapa? Kamu naksir ya?" Goda Wa Kiki.

"Nggaklah. Gak mau aku naksir tentara."

Asmara (A Lieutenant And A Socialite)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang