[ un ]

249 20 8
                                    

BREATH


" In this universe, I choose to stay with you."
__________ • __________

Dentuman musik memekakan telinga, denting gelas-gelas berisi alkohol samar terdengar dibalik ramainya tubuh yang saling bergerak mengikuti tempo cepat dari musik yang dimainkan sang pemilik pesta.

Hingga tak tersisa satu senti pun ruang untuk bernafas, memaksa sepasang anak adam untuk pergi mencari tempat yang lebih tenang. Satu kamar mandi dengan bak mandi adalah tujuannya. Keduanya duduk dalam bak mandi dengan kaki mereka yang menggantung ditepiannya.

Ia yang bermata biru memilin rolling paper yang ia bawa kemudian ia isi dengan satu jumput tembakau yang telah ia campurkan dengan sedikit marijuana yang ia beli beberapa hari yang lalu dari kenalannya asal Inggris, "Aku tak tau kau akan datang malam ini."

"Awalnya tidak, ini karena Manon. Kau tau, ia tak mau pergi sendiri." ia yang bermata biru setelahnya menyalakan api diujung rokok yag ia buat. Asap putih mengepul dari hisapan pertama.

Untuk beberapa waktu hanya hening. Satu cahaya masuk dari celah jendela, bulan mala mini sungguh berbaik hati memberikan sedikit sinarnya. Sesekali satu anak adam lain menikmati aliran nikmat marijuana dari rokok yang si mata biru buat.

Keduanya kembali pada masa dimana cinta itu masih begitu membara diantara keduanya. Liburan musi panas kala itu, mereka berdua habiskan bersama. Sekedar pergi ke pantai atau menikmati segelas ice lemon tea di balkon apartemen milik Sander. Masa-masa yang indah sebelum segalanya berubah 180 derajat, tepat ketika Sander mendapat kabar bahwa pamannya meninggal dalam kecelakaan mobil.

Satu-satunya keluarga yang ia punya di Bulgaria telah tiada, membawanya pada kehancuran. Tanpa pikir panjang, ia kembali ke Negara asalnya, meninggalkan Nai seorang diri. Brengsek mungkin adalah satu kata yang pantas disematkan padanya saat itu.

Tentu keluarga adalah yang pertama diatas segalanya namun bagaimanapun keadaannya, tak dibenarkan baginya untuk meninggalkan Nai tanpa sedikitpun penjelasan, terlebih meninggalkan Nai dalam keadaan mengenaskan kala itu.

"Nai..." lelaki bernama Nai itu sedikit menolehkan kepalanya kearah pria bermata biru disampingnya.

"Hm?"

Perlahan, pria bernama Sander itu meraih jemari tangan kanan Nai, mengecupnya sejenak sebelum mengatakan satu kalimat yang selama ini ingin ia utarakan, "Mungkin kesalahanku waktu itu tak termaafkan, tapi kau harus tau... I, still love you."

Dan entah, apakah ini sebuah pengakuan atas kesalahan yang ia buat yag ia siratkan pada untaian kalimat cinta, atau... satu omong kosong yang sayangnya, lambat laun meluluhkan hatinya.


Kepalanya berdenyut hebat ketika alarm dari telepon genggamnya membangunkan tidurnya yang mungkin hanya ia nikmati selama kurang dari tiga jam. Semalam ia kembali ke apartemennya dalam keadaan tak sadarkan diri, entah siapa yang membawanya. Mungkin, Sander? Atau Manon. Entahlah.

Sedikit kilasan atas apa yang terjadi sebelum dirinya jatuh dalam ketidaksadaran alkohol adalah, Sander...

Mantan kekasihnya itu kembali setelah meninggalkannya selama lebih dari setengah tahun tanpa kabar. Meninggalkannya terbaring diatas ranjang rumah sakit dengan tungkai kaki kirinya yang patah akibat terjatuh dari atas motor yang Sander kendarai dibawah pengaruh marijuana.

Untuk beberapa waktu cukup sulit baginya merelakan apa yang telah terjadi, namun pada akhirnya berhasil ia lakukan dengan bantuan Manon, Stella dan Milan – pria gay berusia 24 tahun yang tinggal di apartemen yang sama dengannya. Sosok paling penting untuk dia dan Manon. Stella tidak masuk dalam hitungan karena ia lebih memilih untuk tinggal bersama kekasihnya di London sejak beberapa bulan yang lalu, walaupun tentu komunikasi jarak jauh masih mereka lakukan sesekali.

Jika Nai boleh jujur, ia masih memendam sedikit perasaan pada Sander. Bagaimana tidak, pria itu adalah pria pertama yang memberikannya cinta yang selama ini ia nantikan. Walaupun pada kenyataannya Sander bukanlah pria yang dapat dikatakan benar-benar baik untuknya, Nai cukup dibutakan dengan cinta sehingga ia jatuh dalam cinta yang Sander bawakan padanya.

Dari Sander, untuk pertama kalinya ia merasakan bagaimana manisnya cinta hingga seakan-akan jiwamu dibawanya hingga ke langit ke-7 dan ...

Bagaimana pahit dan sakitnya cinta hingga rasanya mati adalah jalan satu-satunya untuk mengakhiri segalanya.

Bicara soal Sander, samar ia dengar suara yang cukup familiar dari arah dapur. Perlahan ia bangkit dari tidurnya, memegangi kepalanya yang masih berdenyut dengan sesekali berpegangan pada dinding.

Dan benar saja, ia dapati Sander tengah sibuk berbicara dengan Manon dan Milan, "Oh! Nai! Kemari-kemari, Sander baru kembali dan lihat, dia bawakan croissant untuk kita semua." itu adalah Milan. Malam dimana Sander meninggalkannya, Milan datang atas permintaan Sander yang saat itu dalam perjalanannya untuk kembali di Bulgaria. Saat itu hanya Milan yang tau alasan dibalik kepulangan Sander.

Dan pria itulah yang meminta Milan untuk tetap merahasiakannya. Sederhananya, Sander tak mau Nai ikut mengkhawatirkannya, dimana seharusnya kepulihannyalah yang ia utamakan. Bahkan, hingga hari ini. Alasan itu masih keduanya simpan entah sampai kapan.

Beberapa saat mereka menghabiskan waktu untuk berbicara, sesekali Nai meminum teh hangat yang Sander buatkan padanya dengan harapan sakit kepalanya akan membaik. Tidak lebih dari satu jam, Nai berdiri dari duduknya untuk kembali beristirahat setelah menghabiskan satu croissant.

Beruntunglah Nai karena hari itu adalah akhir pekan, ia dapat kembali melanjutkan istirahatnya. Tak lama setelahnya Manon pun meninggalkan Milan dan Sander di dapur.

"Kau yakin, Sander?"

"Hm?"

"Tidakkah terlalu cepat untuk memintanya kembali?" tanyanya seraya meminum secangkir kopi hitam favoritnya, "Ya, aku ingin dia tau, aku masih mencintainya. Dan aku ingin dia tau betapa menyesalnya aku atas apa yang telah ku lakukan waktu itu."

Kekhawatiran terdengar jelas dari bagaimana ia bicara, dan Milan benar-benar menyadari itu. Katakanlah bahwa Milan adalah sosok pria yang sensitif, bukan dalam artian dia adalah seorang pria yang mudah tersinggung melainkan ia adalah seorang pria yang peka terhadap perasaan orang lain walaupun hanya dari nada bicara dan raut wajahnya.

"I don't know about that but, good luck, Sander."

"Thank you."


- - to be continued - -


Please do read this

Note :

Mari serius 55555

Okay di chapter ini Joong belum ada ya, tapi sabar... Joong akan datang di chapter berikutnya. Untuk diingat, chapter ini diambil dengan latar waktu pertengahan bulan September 2018. Dan alur ceritanya ini akan lebih dominan menggunakan alur maju, sesekali mungkin akan ada part mundur?
Let's us see that yaa

Semoga kalian suka chapter 1 ini, dan stay safe!! #StayatHome !!! Sorry if ever you found some error or typos di chapter ini.


Salut!

- axxnans

[ BREATH ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang