[ deux ]

190 17 23
                                    

BREATH


" In this universe, I choose to stay with you."
__________ • __________

Guguran dedaunan yang telah menguning memenuhi jalanan, tanpa terkecuali trotoar tempat Nai berdiri saat ini. Ia tengah menanti kedatangan Sander, sesuai janji yang mereka buat beberapa waktu yang lalu.

Semenjak Sander datang ke kehidupannya lagi, sedikit demi sedikit rasa kecewa dan sakit hati yang pernah ada itu mulai memudar. Atas sikap yang pria itu berikan padanya, Nai tau, pria it sungguh-sungguh ingin kembali bersamanya.

Udara akhir September adalah yang terbaik. Tak begitu dingin, namun tak dapat dikatakan hangat? Pasalnya dalam beberapa minggu kedepan ia akan menghadapi musim dingin ketiganya selama menetap di Belgia.

Dan tahun depan, usianya akan genap 18 tahun. 3 tahun yang lalu, ia meninggalkan Thailand untuk menempuh pendidikan di Belgia dengan beasiswa yang ia dapatkan dengan jeri payahnya dan tentu dengan doa dari keluarga terdekatnya. Terutama sang ayah.

Bicara soal ayahnya, telepon seluler yang tengah ia genggam berdering. Dari layar datar itu ia lihat sang ayah lah yang meneleponnya, "Hi, ayah. Apa kabar?"

"Harusnya ayah yang bertanya itu padamu, nak. Bagaimana kabarmu disana? Kami disini baik-baik saja, nak."

"Nai disini baik, ayah. Hanya sedikit pusing dengan ujian minggu depan? Seperti tahun-tahun sebelumnya, tidak perlu khawatir, yah. Oh, ayah?"

"Ya, nak?"

"Maaf, Nai harus pergi. Lain waktu akan Nai hubungi, ya? I love you, bye."

"Hati-hati, nak. Love you too, bye."

Sambungan telepon selesai bertepatan dengan Sander yang baru turun dari bus. Mata birunya berbinar kala melihat Nai tengah menunggunya tak jauh dari halte, "Cava?"

"Hm, ya. Jadi, sebenarnya mau kemana kita hari ini, Sander? Kau harus tau, pekan depan adalah minggunya ujian. Setidaknya aku harus –"

"Kau akan suka tempat ini, Nai."

Keduanya berakhir disebuah café dengan dekorasi kontemporer dengan halaman depan cukup luas serta anak sungai yang mengalir dibagian belakang café. Satu konsep yang selama ini Nai idam-idamkan ada pada sebuah tempat dimana ia bisa menikmati secangkir teh hangat dan croissant kesukaannya.

"Ini luar biasa, Sander."

"See? I told you, kamu akan menyukai tempat ini."

Mereka menghabiskan pagi untuk sekedar berbicara dan mengingat kenangan masa lalu, sampai pada titik dimana Sander secara tiba-tiba menggenggam kedua tangan Nai. Sepasang netra biru itu mengunci pandangannya.

"Aku ingin kau tau, that I still love you. I'm sorry for what I did in the past. Mungkin memang sulit memaafkan apa yang aku lakukan, tapi ada alasan dibalik apa yang aku lakukan itu, Nai. I mean, I didn't mean to do –"

"Kau terpaksa kembali ke Bulgaria karena pamanmu, m-meninggal. I'm very sorry, Sander. Kemarin Milan yang mengatakannya padamu, ia bilang, ia tidak tahan lagi melihatmu seperti ini."

"Jika sudah tau alasannya, apakah aku masih pantas memintamu untuk kembali?"

"Sander, mungkin harus kita jalani dulu ini? Aku tidak bisa mengatakan iya secepat itu, untuk kecewa yang pernah aku rasakan. Kali ini bukan lagi soal kau yang meninggalkanku begitu saja, tapi lebih kepada kenapa kau memilih untuk merahasiakannya dariku."

Sesuai dengan apa yang dikatakan Nai, keduanya memilih untuk menjalani hubungan tanpa status ini. Butuh waktu bagi Nai untuk benar-benar memaafkan segala alasan yang Sander ucapkan padanya dengan dirinya yang mencoba menempatkan diri apabila ia berada pada posisi Sander saat itu.

[ BREATH ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang