"Hujan?"
"Ya," kataku sembari mengangguk membenarkan---walau aku tahu Mizuki tak bisa melihatnya. Mataku berkeliling, menatap kecut pada sekeliling. Sepertinya semesta tak sedang berpihak pada kami. Aku dan Mizuki baru saja menikmati waktu dengan menonton film, dan saat kita berdua keluar dari bioskop turunlah hujan. Tak ada satu pun dari kami yang membawa payung. Kami sepakat menghabiskan waktu dengan bersandar pada pilar gedung. Mizuki menyandar di sebelah kanan, sementara aku di sebelah kiri. Aku menghela napas gusar. Entah kapan hujan sialan ini akan berhenti.
Di tengah pikiranku yang berkecamuk ini mataku mencuri pandang ke arah Mizuki. Air mukanya terlihat tenang, berbanding terbalik denganku yang serupa orang ingin berperang. Dia menutup kedua kelopak matanya. Pastilah dia tengah menikmati tempias yang mendarat di wajahnya. Aku menghirup lalu menghembuskan napas pelan-pelan. Kubiarkan hawa dingin meringsek masuk ke paru-paru, setidaknya ini akan menenangkan jantungku yang ketar-ketir entah mengapa.
Temanku ini telah banyak berubah. Tiga tahun kami lewati masa sekolah bersama, dia mulai memperbaiki dirinya. Tak pernah lagi dia memukuliku---karena hal sepele---dan belajar mengendalikan emosinya. Mizuki pelan-pelan berubah menjadi gadis yang manis, semanis gulali yang biasanya dia makan. Kata-kata ibunya juga memudar seiringnya waktu, tak pernah kudengar dia mengungkitnya kembali. Ah, kuharap dia mendapatkan donor mata secepatnya. Dengan hal terakhir itu kebahagiaan kami akan lengkap.
"Seperti tak pernah menikmati hujan saja." Aku akhirnya memutuskan untuk membuka pembicaraan. Mulutku langsung melemparkan kekehan saat melihat mukanya yang tersentak kaget. Sumpah, bagiku itu adalah hal yang paling lucu yang pernah kutemui.
Mizuki mengerucutkan bibirnya. "Memang tidak pernah."
"Oh ya?"
"Ya!"
"Memangnya kenapa? Kau tidak pernah melihat hujan? Apa tak pernah turun hujan di daerahmu? Atau ...." Aku sengaja memberi jeda. "Karena Ibumu?"
Kulihat bola matanya berkaca-kaca setelah aku menyebutkan kata-kata tadi. Dia masih sensitif kalau menyangkut tentang ibunya ternyata. Aku jadi merasa bersalah telah mengatakan kalimat barusan.
"Ma---" Gelengan kepalanya memotong perkataanku. Dia mengangkat senyum, "Tidak apa-apa."
Cukup lama aku terpaku pada senyumannya. Walau sudah beribu kali melihat senyum ini, bagiku senyuman Mizuki itu yang terbaik. Aku mengusap wajah sambil tertawa kecil. Kalau senyumnya dibiarkan berlama-lama di pikiranku, aku bisa gila.
"Kenapa tertawa?" Nada judes khas Mizuki sangat kentara saat mengucapkannya.
"Tidak." Aku menggelengkan kepala beberapa kali. "Mau menikati hujan?"
Alisnya terangkat naik. "Bagaimana caranya?"
Setelah mendengar jawabannya, aku menyeringai. Kubungkukkan tubuhku. Tanganku dengan cekatan mengudar tali sepatunya. Dia menjerit mengatakan apa yang aku lakukan, tetapi aku tak menggubrisnya. Dasar wanita cerewet. Aku lepas masing-masing sepatu yang membungkus kakinya lalu kuperintahkan Mizuki untuk membawanya.
"Nah sudah." Aku kembali berdiri. Kusapukan pandanganku dari kepala hingga kakinya. "Dengan kaki telanjang begini kau akan lebih bisa menikmati hujan."
"Maksudmu?"
"Menurut saja padaku." Tubuh Mizuki perlahan kutuntun ke luar gedung. Jalanan sepi seperti dugaanku. Mungkin karena hujan, tetapi bisa juga karena sekarang ini sudah cukup malam. Aku menempatkan Mizuki di tengah-tengah jalan dengan aku di sampingnya.
"Coba sekarang, nikmati hujan!"
Tadinya Mizuki hanya diam saja. Namun lama-kelamaan dia mulai mengangkat satu tangannya, kelopak matanya dia tutup sambil menengadah. Melihat wajahnya yang di guyur hujan dengan bebas membuatku merasa sangat nyaman.
"Ini menyenangkan." Dia berjingkrak-jingkrak sambil tertawa, membuat tawaku juga ikut pecah. Tubuhnya menari dengan gerakan yang sangat kacau. Aku yakin dia akan sakit besok, tapi tak apalah, aku bisa merawatnya.
Dia menarik kedua tanganku secara tiba-tiba, membuatku tersentak. Meski enggan kucoba menggoyangkan badanku sama sepertinya. Sial, untung saja Mizuki buta. Kalau tidak dia pasti sudah menertawakanku habis-habisan saat ini.
Kami berjoget beberapa lama. Aku hitung-hitung sekitar lima belas menit. Mizuki sekarang sudah bersin-bersin. Aku menertawakannya. "Lemah!"
"Keparat engkau!" Meski dia mengumpat seperti itu, beberapa detik kemudian tawanya juga pecah. Kami tertawa bersama, lagi. Cukup, aku sudah tak tahan. Perutku keram karena tertawa terus-terusan. Kuhembuskan napas secara perlahan untuk mengontrol tertawaanku. "Ayo pulang."
Mizuki mendecih tak suka. "Ya sudah. Omong-omong di mana kau sekarang?"
Tiba-tiba saja muncul ide untuk menjahilinya. Aku menjauh beberapa meter darinya. "Coba temukan!"
Melalui teriakanku barusan, Mizuki perlahan berjalan ke arahku. Tangannya meraba-raba udara. Meski begitu dia tetap berjalan ke arahku, instingnya memang kuat. Kudengar dia sudah buta sejak menginjak sekolah dasar, pastilah dia sudah terbiasa.
Tubuhnya menubruk dadaku. Kita berdua sama-sama terkekeh. Aku menikmati segalanya di detik ini. Guyuran hujan, kekehan Mizuki yang menyenangkan juga tubuhnya yang terasa menghangatkan. Entah mengapa aku tak ingin lepas dari posisi ini. Kami terdiam. Guyuran hujan bahkan tak lagi aku rasakan. Mizuki kemudian berjinjit. Manik matanya yang kini bisa kulihat lebih jelas membuatku mabuk. Serasa kausedang bebas sekarang. Bebas tenggelam dalam dirinya. Bebas sebebas-bebasnya.
"Aku menyayangimu, Kazuya." Suara barusan bagai angin surga bagiku. Hangat dan menghanyutkan. Apakah ini masih di dunia, atau sudah ada di nirwana? Aku merasa tak sadar sepenuhnya. Terlena diriku, terbuai dalam lautan perasaan---yang entah namanya apa.
"Aku lebih." Kepalaku menunduk menyesuaikan tingginya yang lebih pendek---walau dia telah berjinjit---dari diriku. Ujung jaket yang sedang kukenakan aku tarik hingga menutupi wajah kita berdua. Setelah itulah baru kupertemukan bibirku dengan bibirnya.
Ah, Tuhan, jadi ini yang namanya cinta. []

KAMU SEDANG MEMBACA
Heaven
Fiksi RemajaSeharusnya tak terjadi. Akulah yang bersalah atas semua hal ini. Lihatlah, hanya karena permintaanku, aku kehilangan segalanya. Termasuk engkau. [Song fiction; novel pendek teenlit - selesai]. Sampul @Smile25_doll di twitter.