21 Maret 2015, itulah yang tertulis pada batu nisan sang ayah. Iya, hari ini adalah peringatan hari kematian seseorang yang Lia amat sayangi. Semua keluarga berkumpul dirumah Lia, meskipun sempit dan panas tak membuat keluarga untuk tidak hadir dalam acara. Lia sendiri pun sampai bingung untuk menaruh barang-barang yang dibawa keluarganya dari desa.
Dari kecil Lia sangat dekat dengan Ayah tercintanya daripada sang bunda. Dari saat memandikan Lia bayi, menyiapkan baju, menyuapi Lia saat tidak mau makan sendiri, bahkan mengerjakan pekerjaan rumahnya, dan masih banyak lagi itu semua dilakukan oleh sang Ayah yang sabar dalam mengurus keluarganya. Lia adalah anak tunggal dikeluarganya. Ia selalu membanggakan kedua orang tuanya dengan prestasi yang banyak dimiliki olehnya, ia adalah anak yang tak mudah menyerah disetiap hal.
Namun disamping kelebihan prestasi yang dicapainya selama ini, Lia mengidap penyakit mimisan sejak berusia 4 tahun dan sekarang ia duduk dibangku perkuliahan.
Kini dirumah tinggal lah mereka berdua Lia dan sang bunda semenjak ditinggal sang Ayah untuk selamanya. Tapi Lia yakin suatu saat akan tumbuh rasa kebahagian yang tiada tara setelah mengalami masa-masa sulit sekarang.
"Tante, Lia nya mana?, kok gk keliatan sejak acara nya dimulai?" tanya Asraf kepada Bu Rini
"Mungkin dia ada dikamarnya, coba kamu kesana. Tadi katanya dia capek mau istirahat sebentar" jawab Bu Rini sambil membereskan sisa makanan
"Mau aku bantu tante?, sini piringnya biar aku yang bawa kebelakang" tanpa menunggu jawaban Bu Rini, Asraf langsung mengambil alih piring yang ada di tangan Bu Rini
"Hati-hati naruh piringnya, taruh dibawah saja takutnya nanti ada yang pecah" pesan Bu Rini sebelum Asraf berjalan keruang belakang
"Asiiyyyyaaappp" jawab Asraf dengan gaya ala-ala Atta Halilintar
Bu Rini hanya tertawa ringan melihat tingkah ponakannya yang sudah mirip dengan yutuber no.1 di Indonesia.
Asraf pergi dari hadapan Bu Rini untuk segera manaruh piring yang dipegangnya. Sesampainya didepan sumur Asraf menuruh piringnya dengan asal karena tangannya sudah merasa kesemutan, maklumlah anak mager yang gak pernah olga disetiap pagi. Salah satu piring yang dipegang Asraf ada yang hampir jatuh, untungnya ia langsung cepat-cepat menahan piring itu agar tidak jatuh dan pecah, andaikata ia tidak segera menahan piringnnya mungkin hidupnya sudah mendapatkan vitamin B,A,M (Bacot Ala Mak-mak).
Kamu terlalu aktif bergerak wahai piring, tenanglah dan nyamanlah bila ku pegang dengan penuh perasaan, Asraf berbicara sendiri didedapan piring yang ia bawa beberapa detik yang lalu
"Kamu ngapain biacara sama benda mati As, kan Tante jadi merinding hiiiiiii" Bu Rini tiba-tiba dengan membawa beberapa gelas yang ia pegang sambil mempraktekan gaya ketakutan
"Eh nggk Te, tadi ada kecoak yang mau naek keatas piring yang barusan aku taruh" alibi Asraf agar dia tidak terlihat seperti orang gila yang bicara sendiri, padahal kenyataannya benar
"Beneran ada kecoak?, sekarang kecoaknya mana?" tanya Bu Rini yang penasaran karena saat dia datang tidak ada tanda-tanda adanya kecoak
"Kan sudah aku siram pakai air kecoaknya, sekarang dia sudah di selokan berenang dengan nyaman" jawab Asraf asal
"Te, aku pergi ke kamarnya Lia dulu ya sebelum Mama ngajak aku pulang" Asraf pergi kekamarnya Lia setelah mendapat anggukan dari Bu Rini .
***
Sesampainya didepan pintu, Asraf langsung mengetuk pintu kamar Lia.
"Li, boleh masuk nggk? Pegel nih berdiri lama-lama" kesal Asraf karena ia masih belum dibukakan pintu sama Lia
"Gue dobrak lama-lama nih pintu, kesel gua dari tadi ngetuk pintu gak dibukain!!. Satu... dua... ti...." sebelum Asraf selesai menghitung pintu terbuka, kesal Asraf mulai bertambah
"Sorry gua tadi gak kedengaran soalnya pakai hedset" jawab Lia setelah membukakan pintu dengan tampang datar
"Alesan aja bambank" Asraf yang malas untuk berdebat dengan saudaranya ia langsung memilih rebahan diatas kasur
"Bocah, ngapain lu kesini jauh-jauh kalau ujung-ujung nya cuman rebahan doang" tanya Lia sambil melihat-lihat album foto yang dipegangnya
"Gua bukan rebahan, tapi merefreshkan otak sejenak" jawab Asraf santai
"Lah lu ngapain coba dari tadi didalam kamar gak keluar-keluar, apa lu cuman duduk-duduk gak jelas sambil lihatin album dari tadi?, sumpah hidup lu monoton banget sih" lanjut Asraf setelah melirik Lia sebentar
"Eh lu pernah ngerasain rindu sama seseorang yang lu sayang gak? Eh iya sih kayaknya lu gak pernah deh soalnya lu kan gak punya someone yang spesial, hahahahaha" ledek Lia yang sedari tadi panas dengerin ocehan Asraf
"Eh bambank kalau ngomong suka bener, emangnya lu rindu sama siapa? Tumben banget liatin album sampai selama ini?" Asraf yang penasaran akhirnya ikut duduk disamping Lia dan melihat foto yang dipandangi Lia sejak tadi
"oh gue tau, Lu rindu sama anak kecil ini ya yang waktu lu dan Bokap lu liburan bersama terus lu ilang dan pada akhirnya ketemu sama nih cowok" tebak Asraf setelah melihat foto tersebut
"Sok tau banget sih jadi orang, gue tuh rindu sama Ayah. Saking rindunya gue sempet mikir kapan ya gue bisa ngerasain kasih sayang seorang Ayah lagi?" mata Lia sudah berkaca-kaca, Asraf yang melihat itu bingung harus berbuat apa agar saudaranya itu tidak jadi nangis
"Jika kamu rndu dengan Ayah mu sholatlah lalu do'akan beliau agar beliau ditetapkan di tempat yang lebih baik. Dan lu juga harus semangat menjalani hidup agar prestasi yang lu punya sekarang ini tidak turun dan bisa membanggakan Nyokap lu, keluarga satu-satu nya yang lu punya sekarang" Asraf mendekat ketubuh Lia dan memeluknya agar saudaranya itu merasa lebih baik
"wuihhhh tumben amat otak lu manis kayak gini, gak ada maunya kan?" Lia pensaran dengan sikap Asraf yang tiba-tiba berubah
"Positif saja, pasti ada kok mwehehehe" Asraf langsung melepas pelukannya
"Nggak gue nggak mau ngabulin mau lu, karena mau lu selalu minta yang macem-macem" tolak Lia sebelum Asraf menyebutkan keinginannya
"Heheheh nggak ada kok, santuy saja" jawab Asraf
"Awas aja kalau lu minta sama gue lagi dan itu yang macem-macem. Eh btw lu ngapain dikamar gue?" tanya Lia lagi karena yang tadi belum dijawab oleh Asraf
"Gue kangen lu, dan pingin ngajak lu pergi besok. Gue mau pergi nonton dan beli sesuatu buat pergi sama temen-temen" Asraf mengajak Lia pergi ke mall terdekat
"Gue nggk mau kalau cuman nemenin Lu doang, dan uang gue sedang jalan-jalan entah kemana gue nggk diajak pergi sekalian" Lia sebenarnya mau ikut dengan Asraf cuman uang dan dirinya tidak sedang bersahabat
"Gue yang traktir, dari nonton sampai makan deh, gue kurang baik apa lagi coba sama lu" jawab Asraf yang bikin hati Lia seneng kegirangan
"Baik sih, cuman lu selalu panggil gue tanpa embel-embel kakak,ning atau apalah, padahal gue lebih tua dari lu" jawab Lia sambil menutup album foto dan menaruhnya dirak meja belajar
"Nih gue jelasin ya. Gue panggil gitu karena gue pingin lebih akrab aja sama lu, baru nanti kalau lu udah nikah gue akan panggil lu dengan embel-embel kakak,ning atau sejenisnya gitu" jelas Asraf yang kini posisi duduk mereka sudah berhadapan dengan wajah serius
"Terserah lu aja bocah, yang penting gue seneng karena lu traktir makasih ya" jawab Lia santai yang sudah siap-siap keluar dari kamar karena ingin membantu ibunya beres-beres
"Bilang makasihnya besok aja, karena belum terlaksana" Asraf yang merasa akan ditinggal sendiri dikamar ini akhirnya ia ikut siap-siap keluar dari kamar
Mereka adalah saudara dekat dari mereka masih bayi sampai sekarang, hanya selisih setahun saja. Keluarga Lia sudah menganggap Asraf sebagai anak kandungnya sendiri begitupun sebaliknya. Jadi maklum saja Asraf memanggil Lia langsung nama karena mereka sudah begitu sangat dekat.
###
Jangan lupa untuk memberikan vote buat cerita pertamaku ya say, dan jangan lupa juga beri penilaian agar aku bisa memperbaiki kekurangan dari ceritaku ini.
.
Trims buat yang sudah mampir walau hanya sesaat:)
YOU ARE READING
ERNESZTINA
Teen FictionLia Anasthasya. Gadis berparas cantik nan jelita, juga memiliki kulit putih. Dia membutuhkan seseorang untuk mengejar impiannya agar bisa membahagiakan sang Bunda, namun dia memiliki trauma dimasa lalu dan keterbatasan fisik. Haidar Al Hakim. Orang...