RAIN : 12

174 18 1
                                    

Part ini agak... umm...
Baca aja deh 😂
Happy Reading!
Ada typo bantu koreksi, ya.

***

"Terima kasih!"

Wonwoo berusaha tersenyum selebar mungkin untuk pelanggan terakhir yang ia layani. Selesai menyimpan beberapa lembar won di laci kasir, ia segera melepas rompi yang melekat di kaus hitam polosnya lalu menyerahkannya pada seorang pemuda yang baru saja datang tidak kurang dari tiga puluh detik yang lalu.

Pemuda dengan tinggi yang terpaut lumayan jauh dari Wonwoo itu tersenyum manis seraya mengenakan rompi dengan logo sebuah minimarket. Membuat tag nama pada seragam sekolahnya tertutup. Woozi Lee.

"Sepertinya banyak pengunjung, ya, hari ini? Wajahmu kelihatan lelah," ujarnya begitu membaca air muka Wonwoo yang tak secerah biasanya. Lelaki itu hanya tersenyum singkat sambil berkata, "Ya, begitulah," dengan bahu sedikit diangkat.

"Aku pergi dulu," pungkasnya sebelum berlalu. Tak lupa melambai rendah pada pemuda yang kini menggantikan posisinya di balik meja kasir.

Sebelum pulang, Wonwoo menyempatkan diri untuk membeli beberapa kaleng soda serta sekotak ayam goreng. Kaki-kaki jenjangnya baru melangkah pergi setelah memandangi sebuah kedai ramen yang terletak di kiri jalan cukup lama. Kedai yang selalu ramai setiap saat. Kedai yang menjadi kenangan masa kecilnya. Kenangan sialan yang bahkan tidak memiliki harapan untuk bisa terulang kembali.

Ada sunggingan senyum kecut yang berpendar di ujung bibirnya.

"Air mata sialan," umpatnya saat dirasa ada genangan kecil yang terkumpul di pelupuk mata. Ia buru-buru mendongakkan kepala sebelum sempat meluncur di pipinya. Berjalan dengan langkah lebar yang tergesa-gesa guna menimbun secuil memori yang sempat melintas.

Wonwoo memutar knop pintu pada sebuah rumah bergaya tradisional yang tidak terlalu besar, namun juga tidak bisa dibilang kecil begitu selesai melewati gerbang tua yang sudah berkarat. Cat yang membungkus besi-besi itu tampaknya sudah banyak yang mengelupas sejak lama.

Pintu terbuka, dan seperti biasa, Wonwoo selalu melihat kekacauan yang sama setiap harinya. Aroma alkohol langsung menguar saat kakinya melangkah lebih jauh. Pun botol-botol kosong berwarna hijau yang berserakan di mana saja. Lamat-lamat gendang telinganya menangkap suara pria dan wanita yang saling terbahak atau sekadar berdendang seperti orang gila tak jauh dari tempatnya berdiri. Lebih tepatnya berada di ruang keluarga yang kini sudah disulap menjadi kelab serta tempat karaoke mini.

Ya, begitulah kira-kira Wonwoo menyebutnya untuk sebuah rumah yang setiap hari isinya hanya lampu-lampu temaram dengan musik-musik bertempo cepat. Belum lagi pemandangan botol-botol alkohol, wanita yang bergonta-ganti masuk, serta cekikikan para orang dewasa tersebut. Seolah belum cukup, tak jarang, atau bahkan hampir setiap hari penglihatan dan pendengarannya selalu disuguhi oleh pemandangan serta suara-suara menggelikan. Entah itu di kamar yang terletak tak jauh dari kamarnya, maupun di ruang yang sudah ia sebutkan sebelumnya. Beruntung rumah ini cukup terpencil dan lumayan jauh dari rumah penduduk yang lain.

Napasnya berembus bosan. Lelah sekaligus muak dengan kondisi semacam ini. Rasanya ingin menghilang saja untuk selamanya. Atau menenggelamkan diri di laut dan tak pernah kembali.

Hendak melangkah menuju kamarnya, seandainya seorang pria tidak muncul di hadapannya dengan seorang wanita yang bergelayutan di lengan pria tersebut. Dengusan kecil segera terdengar begitu ia tahu wanita macam apa yang kini menatapnya dengan pandangan penuh minat.

"Oh, sudah pulang?" sapa pria dewasa tersebut. Aroma alkohol langsung memenuhi indra penciuman Wonwoo yang sejak awal sudah terbiasa. Senyum di bibir pria itu belum pudar setelah dengan terang-terangan mengecup bibir wanita muda dengan pakaian serba minim itu tepat di depan Wonwoo. Jangan lupakan belahan dada yang hampir sengaja dipamerkan untuk menarik perhatian.

RAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang