🌷🌷
Aku selesai mencuci piring tepat setelah arah jam mengarah pada pukul sepuluh malam. Aku menengadah, mengembuskan napas lelah setelah seharian bekerja. Di sana Rahel tengah merokok sembari membolak-balik buku uang kas. Menghitung pendapatannya yang bisa kupastikan selalu bertambah setiap harinya.
Tiba-tiba teringat Jungkook. Aku tidak memberinya jawaban kala itu. Pertanyaannya menggantung tanpa sebuah kepastian. Dan sudah tiga hari semenjak dia menyatakan perasaannya. Dia tidak muncul lagi. Tanpa pesan, tanpa telepon, tanpa kabar.
“Lili, segera pulang. Aku yang akan menutup tempat ini.”
“Ya Rahel.”
“Besok aku ada pertemuan dengan keluarga Sunwoo, jadi kemungkinan kita akan buka dari siang.”
“Apa semacam lamaran?”
“Mungkin. Sunwoo sudah pernah mengenalkanku pada ibunya.”
“Itu kabar baik.”
Rahel tersenyum lebar.“Doakan kami agar menikah.”
“Ya, aku akan segera ke gereja.”
Rahel tertawa.
🌷🌷
Sampai di apartement, aku merebahkan tubuhku di ranjang. Masih teringat Jungkook. Buku yang dia beri sudah aku baca beberapa halaman. Buku motivasi. Ada ungkapan yang aku sukai di sana.
[Ketika kamu berusaha untuk melangkah, kamu tidak perlu mengingat siapa kamu, apa statusmu, dengan siapa dirimu, terkadang terlalu memandang diri sendiri akan menghambat perjalanan. Seperti, aku tidak mungkin bisa melakukannya, aku berstatus seperti ini. Aku pasti kalah, dia punya kemampuan lebih dibanding aku. Melangkahlah lebih lebar, pandang cahaya yang akan kau raih, jangan memandang rendah diri sendiri. Kamu tahu kamu bisa.]
Apa Jungkook juga sudah membaca bagian ini?
Aku ingin bertemu dengannya.
Kali ini tidak ada alasan bertemu lagi, kami sudah mengetahui nama masing-masing. Tidak ada yang tertinggal untuk aku kembalikan.
Jadi saat pikiranku semakin banyak dipenuhi oleh Jungkook, aku memilih tidur. Berharap besok dia akan datang, menanyakan sesuatu tentangku, menceritakan banyak hal tanpa canggung. Aku ingin seperti itu.
Tapi ponselku berbunyi.
Pesan dari Jungkook yang menyatakan bahwa dia ada di bawah, memintaku keluar.
Uapan karena mengantuk aku abaikan. Aku segera meraih long coat untuk menutupi pahaku yang hanya dibalut celana pendek.
Aku berjalan cepat. Di sana, Jungkook dengan rambutnya yang berantakan. Sama seperti pertama kali kami bertemu. Dia di dalam mobil, membukakan pintu depan agar aku segera masuk.