Lili tercenung, bila arah jam bukan menjadi pembawa suara maka mungkin akan ada yang namanya keheningan berkepanjangan. Wanita itu mundur, meremas rajutannya untuk menarik kekuatan.“Lili, are you pregnant?” Pertanyaan itu datang kembali.
“Apa maksudmu?”
“Katakan padaku Lili, jelaskan kebenarannya.”
“Pergi.”
“Aku ayah dari bayi itu.” Jungkook masih setenang pertama kali mereka bertemu, sosok dewasanya menutupi semua ekspresi semu yang hendak ia keluarkan.
“Aku tidak hamil. Bahkan jika itu benar, aku akan membunuhnya secepat mungkin.”
Pria itu memucat di tempat.
“Kau tidak ingin mengandung anakku?”
“Siapa yang sudi mengandung anak penjahat?”
Dan kepucatan itu berangsur lama menempel di sana, berlarut dan semakin kentara.
“Pergi.” Lili menunjuk pintu dengan jari telunjuk, mimik wajahnya keras dan tajam. Sementara mata Jungkook masih berporos di satu titik, berharap besar pada sebuah perut datar. Menginginkan ada detak jantung di sana.
“Jadi Rahel berbohong? Jadi dia berbohong tentang bayi itu?”
Lili akan menaruh tangannya ke belakang, namun Jungkook menangkap rajutan itu dengan cepat.
“Untuk apa ini?”
“Pergi Jungkook.”
“Ini untuk anakku.”
Pintu didorong lebih lebar, Jungkook menerobos masuk ke dalam, mencari sesuatu dan menemukan beberapa peralatan bayi yang disiapkan wanita itu sebelum bayinya lahir.
“Jangan sentuh barang-barangku.”
“Lili, jangan bunuh anakku.”
“Dia akan mati Jungkook, dia akan mati!”
“Tidak, kumohon. Biarkan dia hidup dalam perutmu, ijinkan aku memiliki anak.”
Lili menggigit bibirnya dengan keras, sorot matanya masih begitu tajam, mengeluarkan emosi membara yang tidak bisa ia tahan. Jarum rajutannya ia bawa ke depan perut.
“Kau akan melihatnya mati di depan matamu sendiri.”
“Lili..please..” Suara Jungkook tercekat, tanpa mengerjap air matanya luruh begitu saja.
Lili menggores perutnya, menekannya ke dalam hingga darah berhasil berkumpul untuk keluar.
“No, please.” Pria itu berjongkok memohon.
“Dia akan mati, dia akan mati, dia akan mati.”
🌷🌷
Lili mengerjap pelan saat ada tangan hangat meraba dahinya, seorang wanita berjas dokter ia temukan dengan senyum mengembang.
“Hei..” Wanita itu masih tersenyum.
Lili tidak menjawab, ia lebih memilih mengedarkan tatapannya pada ruangan sekitar. Ruangan besar yang berbeda, yang pastinya bukan rumahnya.
Ia beringsut, dan meringis di detik pertama. Ada sesuatu di perutnya.
“Itu sudah aku tangani, pendarahannya tidak banyak, jadi janinmu aman.”
Lili menangis, merasa berdosa telah berencana melenyapkan bayinya dengan tangan sendiri.