Episode sebelumnya
Berlari dan terus berlari. Hanya itulah yang dapat dilakukannya untuk saat ini. Tak memperdulikan makian orang yang tadi sempat bersenggolan atau bertabrakan dengannya. Dia tidak perduli. Bahkan sepatu usangnya nampak berusaha keras agar bisa berkompromi dengan sang pemilik. Setidaknya sepatu itu mampu menahan kaki sang tuan dari panasnya jalan dan juga tajamnya kerikil jalanan.
Sampai. Dia sampai. Akhirnya dia sampai di tempat yang ia tujunya.
***
Sedangkan di rumah yang baru saja di tinggalkan oleh Aldi, sang ibu masih saja membeku di tempat. Pikirannya berkelana mengingat masa lalunya. Dimana dia sadar bahwa Aldi berubah karena dirinya dan keluarganya. Memorinya berputar pada masa-masa itu.
FLASHBACK
"Pergi kau! Masuk ke kamarmu sekarang! Aku tak ingin melihat wajahmu itu!"
Sang anak kecil yang dibentak hanya dapat mematuhi perintah orang itu. Nampak sekali bahwa badannya bergetar hebat. Mengigit bibirnya sendiri guna menahan tangis yang siap meledak kapan saja. 'aku tidak boleh menangis' itu yang selalu di gumamkannya dalam hati. Karena dia tau kalau dia menangis maka dia akan semakin di marahi bahkan bisa jadi dia di pukuli. Dan itu sangat menyakitkan. Dia juga sadar bahwa menangis tak dapat menyelesaikan masalah yang ada.
Melangkah dengan tergesa ke kamarnya. Sesampainya di kamar dia hanya dapat menangis tanpa suara. Sungguh saat ini dia ingin melakukan hal ini. Dia sedih melihat hanya dia yang tak di sayangi di keluarga ini. Dia tau bahwa hanya kembarannya saja yang di nomor satukan. Dia selalu menjadi bayang-bayang sang kembaran. Sedangkan keluarganya yang lain seolah tutup mata akan kekerasan yang selalu dia terima oleh ibu dan ayahnya.
Iya iri dengan teman-temannya yang selalu membawa bekal buatan ibunya. Atau anak-anak lain yang berangkat sekolah di antar oleh sang ayah. Dia hanya ingin di perhatikan. Dia ingin kasih sayang dari keluarganya. Cukup itu saja. Tidak lebih. Mungkin mereka tidak akan pernah mau menyayangiku sama seperti kembaraan dan kakakku. Hal itu lah yang selalu ada dalam pikiran Aldi.
FLASHBACK OFF
***
Senja mulai menyapa. Menampakkan langit sore yang indah dengan warna jingganya. Membuat orang semua terpana. Banyak pasangan yang menghabiskan waktunya menikmati senja. Apalagi kalau anak-anak indie. Menikmati senja dengan secangkir kopi, ah sungguh nikmat. Tapi hal itu tak berlaku pada Aldi. Dia tau sesampainya di rumah dia pasti akan mendapatkan hukuman. Namun, dirinya sudah biasa dengan hal itu.
Rencana yang dia susun dulu berantakan. Dia yang ingin berubah malah tak bisa. Dirinya yang ingin mati rasa saja malah tak pernah terkabulkan. Memang dulu dia pernah mengalami mati rasa, tapi semenjak dia terluka parah dan di rawat membuatnya dapat merasakan sakit lagi.
Hah, sudahlah dia pasrah saja. Biarpun dia melawan pun dia tak akan pernah sejajar dengan kembarannya, Aldo. Senja ini dirinya banyak menghela nafas, bahkan sejak dia pergi meninggalkan tempat singgahnya saja dia sudah banyak menghela nafas. Matanya melirik ke arah tas yang dia bawa tadi dari tempat singgah. Melangkahkan kakinya dengan cepat berharap saat matahari terbenam dia sudah sampai di 'rumahnya'.
Hah..Hah...Hah....
Nenumpukan tangan di lutut guna mengembalikan deru nafasnya yang memburu tadi. Maklum saja dia baru saja berlari dengan sekuat tenaga agar tak terlalu terlambat di rumah. Meremat tali tasnya dengan erat seolah sedang mempersiapkan mental yang berusaha dia kumpulkan sejak di jalan tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
REFLECTION
Teen FictionAKU HANYA BISA MENJADI BAYANG-BAYANGMU KITA MEMANG MIRIP TAPI KITA TAK SAMA. ADA BANYAK HAL YANG MEMBEDAKAN KITA. KENAPA SEMUA ORANG SELALU MEMBANDINGKAN AKU DENGANMU. . . . "Kau hanya menyusahkan saja." "Aku...Aku" "Cukup. Kau harusnya bisa lebih k...