CHAPTER 4 : New Member

20 8 7
                                    


Bunyi burung saling bersautan, mentari juga mulai menampakan sinarnya. Aldi mulai mengerjapkan matanya. Bangun dan bersiap untuk turun dari rumah itu. Beruntung hari ini adalah hari libur, setidaknya dirinya tidak perlu membolos sekolah. Mata sembab dan bekas air mata yang mengering menandakan dirinya menangis semalam. Ughhh, malu rasanya dia melihat penampilannya saat ini. Pandangannya teralihkan ke tumpukan kardus yang berisi pialanya. Piala-piala yang dirinya dapatkan tak membuat dirinya gembira. Karena yang dia butuhkan adalah kasih sayang keluarganya, bukan semua barang-barang itu.

Aldi akhirnya turun dari rumah pohon itu, berjalan menuju danau yang ada di dekatnya. Danau dengan air jernih yang bahkan kau dapat melihat dasar. Sinar mentari semakin membuat danau ini menjadi berkilau. Dengan taman bunga kecil yang di tanam oleh Aldi utnuk menghias tempat ini. Setidaknya saat nanti "mereka" kesini mereka dapat melihat keindahan tempat ini.

Mencuci mukanya, dan beranjak menuju sepeda yang terpakir di dekat pohon. Menaiki sepeda itu dan pergi menuju ke rumahnya. Dirnya harus bersiap untuk bekerja.

.

.

.

Rumah 2 lantai yang megah dan di topang dengan pilar-pilar kokoh. Tak lupa ukiran-ukiran yang mempercantik rumah itu. Taman yang berada di depan rumah membuat rumah itu nampak asri. Di belakang rumahnya juga terdapat taman dengan tanaman yang beraneka ragam. Apalagi saat orang lain tau bahwa rumah itu adalah kepunyaan dari salah satu pengusaha terbaik dalam negeri, memiliki banyak perusahan dan kehidupan rumah tangga yang harmonis. Dengan istri yang cantik dan setia juga 2 anak yang membanggakan nama keluarga di bidang akademik.

Setidaknya itulah yang mereka ketahui tentang Aryo Aji Pangestu. Namun, kehidupannya tak seperti yang di beritakan. Nyatanya, Aldi tak pernah di ketahui oleh awak media. Orang-orang hanya mengetahui Nathan dan Aldo sebagai anak-anak dari pengusaha itu. Bagaimana tidak, di setiap kesempatan Aryo akan membanggakan Aldi dan Nathan yang selalu memenangkan lomba.

Hanya beberapa orang saja yang tau kalau Aldi juga termasuk dalam keluarga Pangestu. Karena saat di sekolah Aldi tidak pernah menggunakan marga itu. Baginya marga itu akan tercoreng dengan adanya dirinya.

Tak pernah ada di benaknya akan menjadi seperti ini kehidupannya. Dirinya hanya mengharapkan bisa hidup di kerluarga sederhana, dengan ibu yang akan selalu menyayanginya, sang kakak yang akan membantunya saat kesusahan dan sang ayah yang akan selalu melindunginya. Namun, harapan hanyalah harapan. Mimpi hanyalah mimpi. Bahkan mungkin dirinya memang tidak boleh untuk bermimpi indah seperti itu. Karena dalam hidupnya hanya ada nightmare yang akan selalu menjadi bayang-bayangnya.

Aldi akhirnya memasukki rumah itu, setelah dirinya meletakan sepeda butunya di samping motor dan mobil milik saudranya. Beranjak menuju kamar untuk membersihkan diri. Maklumlah dirinya belum mandi setelah pulang dari rumah pohon itu.

Pintu terbuka dan menampilkan kondisi rumah yang tampak sepi, mencari penghuni rumah yang lain karena tidak biasanya rumahnya sepi seperti ini apalagi di hari libur. Apakah mungkin keluarganya pergi bertamasya. Hmmmmm, bisa jadi. Sudahlah, Aldi malas memikirkan hal itu. Dirinya mulai naik menuju lantai 2 dan memasukki kamarnya. Bunti gemericik air menandakan bahwa sang penghuni sedang mandi.

Beberapa menit berselang, Aldi keluar kamar mandi dengan bertelanjang dada. Menampilkan perut kotak-kotak yang belum terbentuk sempurna. Air mengalir turun melewati leher jenjangnya. Namun, ada yang nampak aneh pada tubuhnya. Pada bagian pinggang terlihat suatu bekas jahitan yang lumayan panjang. Jahitan itu nampaknya sudah lama ada pada tubuhnya.

REFLECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang