"Tin, caranya ciuman itu gimana sih?"
"Hah?" Tin kebingungan, hah-huh hah-huh kaya tukang keong. Kaget dia tiba-tiba dapat pertanyaan begitu dari Can, tetangga sebelah rumahnya dari orok.
Mereka lagi main PS, nggak lagi ngomongin yang iya-iya, jadi Tin otomatis kaget dong ditanyain begituan sama Can.
"Lu nanya apa dah," Tin coba menghilangkan rasa canggung yang tiba-tiba menyergap. Dirinya dan Can memang cukup dekat karna setiap hari selalu bertemu, teman-teman mereka juga sama.
Tapi Tin dan Can ini tidak sedekat Tin dan Mark, yang udah sering bahas mesum bareng-bareng. Tin bingung bagaimana mau menjawab pertanyaan Can.
"Ya gua nanya gimana caranya ciuman. Lo kan udah sering, pacar lo banyak."
"Emang lu belon pernah, Can?"
Can menghentikan game mereka sementara, kemudian duduk menghadap Tin. "Belom. Gua kan baru pacaran sekali. Dulu gua pernah coba minta cium. Gua monyongin nih bibir gua kaya begini," kata Can sambil memonyongkan bibirnya ke depan. "Eh, tapi malah diketawain."
"Ya lo sih, cara ngajaknya gitu. Terus, abis itu lo kaga dicium juga?"
"Apaan. Besoknya putus."
Tin ngakak, "astaga, sumpah bego banget."
"Makanya, kasih tau gue. Ntar kalo gue punya pacar lagi bisa gue praktekin. Gimana Tin, caranya ciuman?"
Tin menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal. "Ya gimana. Lo templokin aja bibir ama bibir. Kaga ada teori juga, Can."
Can mengernyit bingung. "Terus pas gue monyong gini, kenapa kaga ditemplokin ama pacar gue?" Can kembali memajukan bibirnya.
"Ya lo gayanya kaya begitu, kaya anak kecil minta cium. Ilfeel kali pacar lu."
"Emang kalo monyong gue kaya anak kecil?"
"Ya nggak juga. Maksudnya kalo anak kecil minta cium tuh kaya gitu gayanya. Kalo orang pacaran ciuman, bibirnya bukan kaya begitu. Kaga perlu lo monyong-monyong. Bibir lo kebuka dikit nih, kaya gini." Tin membuka bibirnya sedikit, hanya cukup untuk sedikit bernapas.
Can menirukan gerakan Tin, ikut membuka bibirnya.
"Kaga usah gede-gede lu nganganya, gimana mau ciuman kalo lebar begitu. Dikit aja, kaya mau ngomong tapi kaga jadi. Nah iya begitu, pinter," puji Tin setelah Can membuka mulutnya kecil sesuai instruksi Tin.
"Terus?" Tanya Can.
"Ya udah, lu templokin. Selesai."
"Kaya begini?" Can maju, menempelkan bibirnya yang sedikit terbuka ke bibir Tin.
Tin beku setelah mendapatkan ciuman tiba-tiba dari Can. Ciuman mereka memang cuma sepersekian detik, Can langsung menarik diri setelah bibir mereka bertemu, tapi tetap saja Tin kaget. Tidak menyangka akan diserang mendadak.
"Kenapa lo malah nyium gue?!" Tin berteriak kaget setelah mendapatkan kesadarannya kembali.
"Ya gue nanya, takutnya besok salah lagi!" Can balas berteriak.
"Ya tapi kaga usah nyerang gue lah. Gue kan bukan pacar lo!"
"Ya sori, gue lupa. Gue cuma pengen nanya doang, kaga sadar tiba-tiba maju."
Tin mengacak rambutnya gusar. "Udah, lupain aja! Lanjut main PS ayo. Lo prakteknya besok aja sama pacar sendiri."
Tin melanjutkan game mereka, tapi baik Tin dan Can sepertinya sudah tidak berkonsentrasi. Pasalnya mereka hanya bermain dalam diam, dengan permainan terburuk yang pernah mereka mainkan.
"Tin?" Panggil Can tiba-tiba.
"Hmm?"
"Lagi, yuk."
Tin dengan cepat menatap Can. Can sudah gila, pikirnya. Tapi entah kenapa dia malah menarik tengkuk Can agar mendekat padanya dan menempelkan bibir mereka. Lagi.
...
Doain besok aku bisa ngepost oneshot sama wedding sekalian 🙏