"Nanti sampai bandara jangan lupa telpon aku," pinta Can pada Tin yang sedang sibuk memeriksa barang bawaan Can.
"Kamu juga, jangan lupa telpon. Jangan lanjut tidur juga, nanti kebablasan malah ketinggalan pesawat."
"Iyaa," jawab Can gemas. Dia baru saja bangun, sedangkan Tin sudah siap berangkat, sudah rapi dan kopernya sudah parkir dengan manis di depan pintu kamar mereka.
"Berkas kamu udah dimasukin ke dalam tas jinjing?"tanya Tin pada Can yang tengah sibuk memeriksa email kantornya.
"Udah, tapi tas jinjingku deketin sama koper dong, takut lupa."
Tin mengambil tas jinjing Can dan meletakkannya di sebelah koper milik Can. "jaket udah masuk koper, kan?"
Can mengangguk, "barang-barang kamu sendiri udah lengkap emangnya?"
"Udah, tinggal meriksa barang kamu nih, yang sering lupa ini itu kan kamu."
Can cemberut. Walaupun Tin benar, kalau dia memang pelupa dan teledor dengan barangnya sendiri, Can tetap kesal kalau suaminya memperjelas kekurangannya itu.
Can dan Tin harus melakukan perjalanan bisnis, kebetulan dalam waktu yang bersamaan, walaupun berbeda tempat. Tin melakukan perjalanan keluar negri dengan penerbangan pagi, sementara Can berangkat siang harinya.
"dompet kamu mana? Jangan lupa ktp, nanti malah nggak bisa check in lagi."
Can kelimpungan mencari dompetnya, lupa dimana ia meninggalkan benda itu semalam.
"Tuh kan, lupa lagi."
Can menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sedikit kesal dengan tatapan menghakimi dari Tin. "eh, kayanya masih di celanaku tadi malem deh, aku taro di kain kotor."
Tin menggeleng kepala, "untung nggak kecuci, kamu tuh kebiasaan deh." Tin berjalan kesudut ruangan tempat keranjang kain kotor terletak, kemudian mengambil celana kotor Can dan mengeluarkan dompetnya. Tin memeriksa isi dompet Can kemudian berkomentar, "uang cash kamu dikit banget, nanti ke atm dulu ya, siapa tau butuh jadi kamu nggak ribet." Can hanya mengangguk menyetujui saran Tin di tengah kegiatan nguletnya diatas kasur.
Setelah puas memeriksa kelengkapan suaminya, Tin memeluk Can kemudian mencium pipinya. "aku duluan ya sayang, kamu jangan tidur lagi, langsung mandi terus sarapan, aku udah siapin sarapan buat kamu di dapur. See you, baby."
Belum jauh Tin beranjak, Can memanggilnya, "Tin?"
Tin kembali berbalik, "iya?"
"Kamu lupa sesuatu."
Kening Tin berkerut, "apa?"
"Aku belum dapat morning kiss,"katanya manja sambil menunjuk bibirnya sendiri. Tin tersenyum kemudian berjalan mendekati suaminya.
Tin menunduk untuk mendaratkan ciuman ke bibir Can, namun alih alih bibir kenyal suaminya yang terasa, bibir Tin malah bertemu dengan sebuah buku kecil yang tipis.
"Passport kamu, gimana mau ke luar negri kalo nggak bawa ini."
Tin tertawa, sanking sibuknya memeriksa barang Can, dia sampai lupa dengan barangnya sendiri.
"Aku ketularan kamu kayanya," katanya sambil tertawa. Can ingin protes mendengar candaan Tin, tapi protes Can keburu dipotong oleh Tin. Dengan cepat Tin mencium Can dan melumat lembut bibirnya.
Setelah beberapa lumatan dengan diselingi kecupan kecil, barulah Tin melepas bibir Can. Tapi memang dasar Tin yang manja dan tidak bisa jauh dari Can, malah leher Can yang kemudian jadi sasaran. "nggak mau pergi, mau gini aja," rengeknya.
Can yang hapal betul kebiasaan Tin, mendorong bahu suaminya pelan untuk menjauh, sebelum Tin kebablasan.
"Kamu kalo nggak berangkat sekarang ketinggalan pesawat loh, aku nggak mau ganti ongkos pesawat kamu."
Tin sedikit mendengus geli. "iya iya, aku pergi."
Setelah mencuri satu ciuman lagi, Tin bangkit berdiri, tapi kemudian menunduk lagi untuk mencium kening Can. "bye bye, sayang."
"Hati-hati ya kamu, jangan lupa telpon aku."
"Kamu juga."
Tin benar-benar berangkat, walaupun dengan perasaan berat. Baru di depan pintu rumah, dia sudah kangen. Dia berharap seminggu cepat berlalu dan dia bisa bersama Can lagi tanpa gangguan.