Indirect

1K 142 12
                                    

Hari rada panas kalo menurut Tin, matahari bersinar terik dan dia tidak merasa ada angin yang berhembus seperti biasa. Tin mengipas wajahnya dengan selembar kertas, tapi tidak mengurangi rasa gerahnya sedikit pun.

Tin tidak suka panas, tapi ada yang lebih menderita lagi selain dia. Can, teman dekat Tin sekaligus orang yang udah ditaksirnya selama dua tahun ini, lebih tidak bisa kena panas. Can itu punya alergi aneh, kalau kena panas tubuhnya bakalan merah-merah seperti habis digigit serangga.

Makanya semuanya pada heboh pada nolongin Can, nyariin payung sampai beliin minuman dingin. Tin sebenernya pengen bantu, tapi keduluan sama temen-temen yang lain. Jadinya Tin yang kepanasan jadi tambah panas.

Can udah dapat payung dari Mark dan sekarang dia sedang minum minuman yang dibelikan Ae. Can heboh nyobain minuman dari Ae, dia memekik kegirangan. Tak lama, dia berlari kecil mendekati Tin yang sebenarnya berdiri tak jauh darinya.

Sambil melompat kecil di depan Tin, Can berkata, "Tin, enak Tin minuman dibeliin Ae. Ini kopi pake gula aren katanya, manis banget. Nih cobain cepet," Can menyodorkan minumannya ke arah Tin.

Tin menyeruput minuman Can. Minuman itu memang enak, rasanya seperti kopi susu, tapi wangi gula merah yang kental memberikan sensasi lain dari minuman yang biasanya dijual. Tin menyeruput sekali lagi.

"Jangan diabisin!" Protes Can.

Can merebut kembali minumannya, giliran Tin yang protes.

"Udah untuk aku aja sini," pinta Tin, sudah ketagihan dengan minuman tersebut. "Udah bekas aku loh, nanti jadi ciuman tak langsung. Mau kamu indirect kiss sama aku?"

Can memeletkan lidahnya, "apaan indirect kiss kaya anak SMP. Lagian kalo mau kiss sini aja langsung, nih. Ngapain pake indirect."

Dada Tin berdebar, Tin tau Can hanya bercanda, tapi Tin berharap kalau Can serius. "Boleh?" Tanya Tin dengan tangan sedikit bergetar.

Can terdiam menatap Tin, matanya membulat persis rusa bingung yang hampir tertabrak mobil. Kemudian Can membuang muka dan berdehem, "boleh," jawabnya pelan, ada semburat malu di pipinya.

Tin selangkah mendekat, "sampe besok-besok, tiap hari, selamanya, boleh?"

Can menatap Tin, "Boleh. Sini." Undangnya.

Tin tersenyum, menarik leher Can agar  mendekat. Bibir mereka menyatu, tapi belum bisa disebut ciuman karna keduanya tersenyum lebar tanpa bisa dikontrol.

Baru Tin ingin menyesak lebih dalam, Ae sudah berteriak-teriak membuat pekak telinga. "Heh. Heh. Mesum lo bedua, sana di rumah aja! Jangan di tempat umum."

Can tertawa keras, membuat ciuman pertama mereka gagal. Tin ikutan tertawa karna melihat Can. Can menghadap Ae dan protes terhadap Ae yang menjadi pengganggu. Tin hanya berdiri di samping Can dalam diam, sambil diam-diam juga menggenggam tangan Can.

Wajah Can tidak memberi reaksi ketika digandeng Tin, tapi tangannya balas meremas tangan Tin. Tin tersenyum, tidak apa saat ini indirect kiss dulu, nanti saat mereka berdua saja, dia sudah punya hak untuk meminta lebih.

....
Done in 15 minutes. Wow, I'm getting good with this.

CUPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang