...
"Hari ini saya akan membagikan hasil ulangan Matematika kalian minggu lalu."
Seketika ruang kelas yang gaduh menjadi hening begitu sang guru membicarakan sesuatu yang terasa krusial bagi mereka. Ulangan Matematika. Demi apapun ulangan itu sangat sulit, bahkan beberapa siswa menangis karena hanya bisa mengerjakan kurang dari setengahnya.
Kelas itu adalah kelas unggulan sekolah terbaik di kota, jelas diisi dengan anak-anak berotak encer yang sangat peduli dengan nilai-nilai akademis.
"Sebelumnya, nilai tertinggi diraih oleh-"
Sehun menatap Seungwan yang memejamkan matanya, sementara siswa lain hanya diam menatap Guru Shim yang berdiri di depan dan beberapa lainnya menunduk, terlihat pasrah dengan hasil ulangan mereka. Sehun akui ulangan minggu lalu memang cukup menguras pikiran dan emosi jiwa. Entah apa yang membuat Guru Shim memberi soal yang tidak biasa. Kelas sebelah—yang hasilnya sudah dibagikan duluan—banyak yang mendapat nilai jelek.
"Lee Seungwan dengan nilai 87."
Suara tepuk tangan bersahut-sahutan di ruang kelas, merasa kagum dengan si genius Lee yang selalu mendapat nilai bagus disaat mendapat nilai 7 pun dirasa luar biasa. Sehun menatap bangga Seungwan yang duduk di sampingnya. Kemampuan si genius Seungwan memang tidak bisa diragukan lagi.
Beberapa detik, tidak ada respon dari Seungwan yang tetap duduk di tempatnya, bahkan Guru Shim sampai memanggil ulang namanya.
Senyum Sehun memudar saat melihat wajah Seungwan yang nampak tidak senang, "Seungwan-a," panggilnya dan tidak mendapat jawaban apapun.
Otak Sehun terus berpikir. Kiranya apa yang membuat Seungwan sedih? Nilainya tertinggi di kelas, bukankah itu artinya ia tidak akan dimarahi ayahnya? Lalu kenapa Seungwan terlihat murung?
Dengan langkah gontai Seungwan maju dan mengambil hasil ulangannya, senyum bangga sang guru hanya dibalas senyum—sangat—tipis dan anggukan kepala olehnya. Wajahnya menampilkan raut murung dan kecewa. Anak-anak lain yang memberikan pujian juga tidak ia pedulikan. Ia hanya berjalan lurus ke bangkunya di samping Sehun, baris nomor tiga.
"Baiklah anak-anak, sampai bertemu minggu depan." Ucap Guru Shim sebelum keluar.
Kegaduhan kembali melanda seisi kelas. Sebagian siswa berlarian keluar kelas menuju kantin sementara yang lainnya lebih memilih tetap berada di kelas.
"Nilaiku hanya delapan."
Suasana ramai tidak menghalangi pendengaran Sehun akan gumaman lirih Seungwan, membuatnya menyadari apa yang membuat Seungwan murung. Nilai berkepala 8 lebih tepatnya kurang kurang dari 9 adalah bencana bagi Seungwan. Kenapa Sehun baru menyadarinya?
Ayah Seungwan tidak akan menerima ini.
Terlahir di keluarga dengan ayahnya yang dokter seorang spesialis bedah jantung dan ibu seorang pengacara handal, membuat Seungwan dan kakaknya selalu dituntut menjadi yang terbaik tentu saja dengan nilai minimal 9 dan sang kakak yang tengah melanjutkan pendidikannya di Oxford University berhasil melakukannya.
Seakan tidak cukup puas dengan putra sulungnya, sang ayah mengharapkan—tuntutan bagi Seungwan—putri bungsunya bisa melampaui pencapaian kakaknya.
.
.
"Nilai 87 bukan nilai yang buruk Seungwan-a" Sehun terus berusaha menghibur Seungwan selama perjalanan pulang, "Lihat, nilaiku lebih rendah darimu," ia kembali memperlihatkan kertas ulangannya dengan angka 80 yang tertulis besar di sana. Ya, tadi Sehun tidak menyangka nilainya sampai 80, padahal hanya dua dari lima soal yang Sehun yakin jawabannya. Hampir saja ia berteriak kegirangan jika tidak melihat wajah murung Seungwan.

KAMU SEDANG MEMBACA
In a Different Life
FanfictionJust you and me in a different life. Pairs in this story: - Sehun x Seungwan - Chanyeol x Seungwan - Chanyeol x Joohyun - Jongin x Soojung - Doyoung x Sejeong - Lee Dongwook x Boa - Yunho x Boa