Bagian 8

158 28 5
                                        

Menjelang akhir pekan, karamaian di kantor polisi kawasan Gangnam masih terasa. Kesibukan seolah menuntut mereka untuk tidak menyadari hari libur. Atau mungkin memang tidak ada hari libur?

Di sebuah ruangan gelap tertutup bertuliskan 'Interogation Room' di depannya, tiga orang laki-laki berbeda pangkat tengah berbicara serius dengan suasana menegangkan untuk satu orang diantara mereka. Tidak. Mereka tidak sedang melakukan interogasi pada penjahat.

"Kau yakin Wendy benar-benar ada di Gangwon?" laki-laki dengan pangkat teringgi itu menatap penuh intimidasi pada satu-satunya yang berdiri dengan kepala tertunduk.

Jongin yang sedari tadi duduk diam memperhatikan interaksi atasan dan bawahannya, meremas pena di tangannya dengan erat, "Aku akan memastikannya sendiri." Ia menatap tajam salah satu bawahannya, Youngho. Dalam hatinya mendecak kesal. Bagaimana bisa Youngho tidak memberitahunya tentang informasi yang dikatakan Joohyun.

Tiga hari lalu, saat Joohyun menghubunginya, ia tidak sengaja meninggalkan ponselnya di kantor karena terburu-buru menjemput Soojung. Jadilah salah satu anak buahnya yang mengangkat panggilan itu dan sialnya Youngho mengambil cuti sehari setelahnya tanpa memberitahunya informasi itu.

"Aku akan melepasmu kali ini." Jongin bangkit dari duduknya. Baginya, tidak ada waktu untuk mengurus kesalahan bawahannya kali ini. Saat ini ia harus fokus pada Wendy Jung. Bagaimapun caranya ia harus bisa mendapatkan anak mafia itu.

Jika saja dua tahun lalu ia lebih waspada dengan adanya mata-mata di tim, mungkin hari ini ia bisa melihat Wendy dan kawanannya dihukum dengan berat di penjara. Tapi kali ini ia tidak akan menyia-nyiakan informasi yang kembali Joohyun berikan untuknya. Ia akan menangkap Wendy jika perlu menghancurkan seluruh mafia Jung sekalian.

"Kau mau ke Gangwon?"

Jongin mengangguk, "Aku akan kesana sendiri untuk memastikannya, Hyung," ia menatap Minho dengan yakin. Ya, saat ini ia tidak mempercayai siapapun karena sejak Wendy kabur dari rumah sakit, beberapa kali anak buahnya memberi informasi yang salah. Sungguh membuang waktu.

"Sendiri?"

"Aku hanya memastikan sebelum kita membuat rencana untuk menangkapnya." Jongin tidak mau gegabah kali ini. ia harus memiliki rencana yang benar-benar matang. Semoga saja si pahlawan Wendy Jung tidak muncul lagi kali ini.

Minho mengangguk, "Aku mempercayakannya padamu." Ia menepuk bahu juniornya pelan.

Jongin mengecek jam tangannya. Sudah waktunya untuk menjemput Soojung, "Baiklah Hyung, aku pulang dulu."

.

.

Seungwan berjalan menduduk di samping Sehun. Mereka baru saja pulang dari klinik kandungan untuk memeriksakan kondisi Seungwan lebih lanjut. Apa yang ia takutkan memang benar terjadi. Janinnya berusia satu bulan, waktu yang sama saat Chanyeol melakukannya.

Dokter bilang kondisi janinnya cukup lemah dan Seungwan tidak boleh memikirkan banyak hal yang membuatnya tertekan.

Jahatkah Seungwan bila ia tidak mengindahkan nasehat itu?

"Kau tidak menginginkan sesuatu?"

"Tidak," Seungwan menggeleng. Sehun memang masih perhatian padanya, menanyakan keadaannya dan apa yang ia inginkan. Tapi jelas ia bisa merasakan perbedaan sikap Sehun. Nada bicaranya terlalu datar dan dingin. Seungwan sadar diri. Sehun pantas merasa kecewa.

Setelahnya mereka berdua hanya berjalan dalam keheningan. Hari semakin sore dan matahari hampir menghilang di ufuk barat. Seungwan mendongak menatap langit jingga yang cerah, bertolak belakang dengan suasana hatinya. Apa langit mengejeknya? Atau menghiburnya?

In a Different LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang