Bee mengintip disela pintu yang ia buka perlahan. Bee tak menyangka, itu hanyalah suara salah satu siswi yang sedang ngobrol di telpon dengan penuh amarah. Dengan tenang Bee keluar dan menuju kelas.
“Bee, kamu lama banget. Ada masalah ya?” tiba-tiba Margareta berbicara begitu Bee memasuki ruangan kelas dengan nada khawatir.
“Enggak. Tadi kebelet aja,”
“Syukurlah. Kukira kamu ada masalah tadi,”
Bee hanya mengangguk. Dia menuju bangkunya.
“Sebelum kamu pindah ke sini, kamu dulu sekolah dimana Bee?” tanya Ardelia membuka obrolan.
“Iya Bee kamu dulu pindahan dari sekolah mana? Waktu perkenalan tadi kurang jelas,” tanya Viany. Lebih tepatnya agak mengintrogasi.
“Aku pindahan dari kota sebelah kok. Biasa masalah pekerjaan,” jawab Bee dengan lengkap.
“Oh gitu. Kukira kamu pindahan dari luar negeri,” timpal Ardelia.
“Kok bisa?” tanya Bee sok kepo. Padahal sih nggak peduli banget.
“So …” perkataan Ardelia dipotong oleh Viany. Margareta yang sedari tadi hanya menyimak dan hanya menggelengkan kepalanya. Menatap heran akan kekepoan teman-temannya.
“Udah aku aja yang ngejelasin. Soalnya ya Bee, dari ujung rambut sampai ujung sepatu kamu, kayak mewah banget. Terus lenggak-lenggokmu itu molek banget. Cantik yang kamu miliki itu beda banget sama cantiknya anak sini. Bahkan si Pinky itu aja kalah,”
“Udah ah Vi, aku tu biasa aja,”
“Enggak Bee, kamu itu canti banget. Gilak!”
“Ud …” perkataan Bee terpotong oleh datangnya guru mata pelajaran.
Masa pembelajaran telah berakhir dan waktu yang paling membahagiakan, yaitu waktunya pulang. Bee menunggu sendirian di depan teras lobi. Margareta, Ardelia, dan Viany sudah lebih dulu tancap gas mobilnya untuk pulang. Ia hanya melihat kubangan air dan menatap dalam-dalam wajahnya. Ia hanya berpikir entah apa yang akan terjadi pada dirinya diwaktu kelak. Tiba-tiba bayangan wajah cantik di kubangan itu rusak dan air di kubangan itu mengotori rok milik Bee. Perbuatan cowok yang sengaja melewatkan motornya tepat pada kubangan air.
“Hey, kurang ajar banget! Berhenti nggak?!” amarah Bee memuncak setelah melihat rok yang ia kenakan menjadi kotor.
Cowok itu memutar balikkan motornya tepat di depan Bee. Lalu cowok itu membuka helm.“Bintang. Matamu kemana sih? Nggak lihat ada orang di sini?” kata Bee dengan sinis. Ternyata itu Bintang.
“Lihat,” dengan wajah datarnya.
“Gara-gara kamu, rokku kotor,” kata Bee masih dengan nada sinis.
“Ya udah sini, kamu lepas aja, biar nanti aku bersihin di rumah,” jawab Bintang tanpa bersalah. Malahan, Bintang menyodorkan tangannya untuk menerima rok kotor yang dikenakan Bee.
“Ternyata nggak cuma matamu aja, pikiranmu sama aja,”
“Ya udah kalo gitu,”
“Nggak ada rasa bersalahnya ya, heran deh,”
“Tit, tit,” suara klakson yang dibuat oleh Marshon. Bee langsung meninggalkan Bintang sendirian. Entah mengapa yang membuat Bintang berperilaku seperti itu. Bintang seperti tak menyukai kehadiran Bee.
Bee membuka pintu dan menutup pintu mobil dengan amarah. Marshon hanya memerhatikan rok kotor yang dikenakan Bee. Marshon menjalankan mobil saat Bee sudah duduk tepat di sampingnya.“Kenapa rokmu? Baru hari pertama aja udah kotor. Gimana kalau udah berhari-hari di sana? Mungkin udah nggak pakek rok lagi,” tanya Marshon dan sekaligus agak ngeledek.
“Ini gegara cowok menyebalkan. Udah hampir emosi aku tadi. Untung aja paman datang,” jelas Bee dengan kesal.
“Ya udah biarin aja. Jangan dikasih pelajaran. Nanti malah banyak yang curiga ke kamu. ‘Murid baru udah pinter aja mukul anak orang,’ pasti mikirnya gitu,”
“Iya. Santai aja,”
Marshon hanya tertawa kecil melihat Bee yang masih memasang wajah kesal.
Tak terasa, obrolan diakhiri dengan sampainya mereka tepat di depan pintu gerbang rumahnya.“Paman berangkat lagi. Nanti kita bahas masalah Baskara,”
“Ya. Hati-hati paman,” kata Bee sambil melambaikan tangan.
***
Bee melangkah menuju kamar dengan tubuh lesuh. Melemparkan tas tepat di atas kasurnya. Bee berganti pakaian dengan kaos yang agak longgar dan celana pendek se-lutut. Tubuh Bee sangat bagus dan dipenuhi otot. Seperti layaknya atlit. Ia hanya termenung di atas Kasur dan memandangi langit-langit kamarnya.
“Dred dred dred,” bunyi ponsel Bee. Ternyata itu telepon dari Marshon.
“Halo,” ucap Bee dengan malas dan agak sedikit mengantuk.
“Cepet sekarang ke RSUD. Ada Baskara di sana,”
“Haa?” jawab Bee dengan kaget. Ia langsung beranjak dari tempat tidurnya.
“Kamu langsung aja ke sana untuk memeriksa. Jangan sampai ada yang curiga. Awas, kamu harus hati-hati,”
“Tapi kan, dia ada luar kota,”
“Sepertinya itu salah. Pokoknya kamu awasi dulu. Kamu pura-pura jadi penjenguk pasien atau apalah terserah kamu,”
“Ya. langsung meluncur ni,” jawab Bee singkat. Dan ia tutup panggilan itu.
Bee hanya berganti celana panjang dan memakai cardigan. Ia menuju garasi untuk mengemudi mobil. Bee sudah sangat lihai dalam hal mengemudi. Jadi udah bisa di andelin.
“Salam kenal Baskara,” bisikan hati Bee dengan senyum yang penuh arti.

KAMU SEDANG MEMBACA
Villain Hunter
AcciónHidup yang keras dan diluar dugaan. Tak percaya, apakah ini hanya bunga tidur atau takdir? Semua terlihat nyata dan amat mengerikan. Tetapi, ini sudah menjadi pilihan dari seorang anak perempuan dengan paras cantik namun mematikan.