BAB 2°

35 3 0
                                    

07.05

"Bapa tolong buka gerbangnya dong .... ini kan baru lewat 5 menit" bujukku pada Pak Budi yang bernotabene satpam di sekolahku.

"Duh neng, bukannya Bapa engga mau, nanti Bapa dimarahin sama Bu Ani" kata Pak Budi lirih, terdengar ada penyesalan dari nada bicaranya.

Membayangkan wajah Bu Ani yang garang, membuatku jadi tidak tega bila Pak Budi dimarahi olehnya.

Aku menunduk lesu dan menyerah untuk membujuk Pak Budi membuka gerbang.

"Kenapa juga sih gue bisa telat? Pasti ini gara-gara semalem gue keasyikkan baca novel sampe gak inget waktu" gerutuku sebal pada diri sendiri.

"Lo telat?"

Aku mendongakkan kepalaku ke arah si empunya suara.

'Rayhan Aditama'

Aku terkejut membaca bet nama siswa itu dan berusaha memastikan lagi dengan jeli.

"Lo Rayhan kan?" Sontak saja pertanyaan bodoh itu keluar dari mulutku.

Laki-laki itu tertawa renyah. "Iya gue Rayhan, temen sekelas lo selama tiga tahun"

Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal, benar-benar sangat konyol.

Eh?

Tadi aku melihat Rayhan tertawa. Wow sungguh merupakan salah satu keajaiban dunia, harusnya tadi aku membawa kamera dan hasil fotonya aku pajang dimading sekolah. Pasti akan menarik perhatian banyak orang.

"Lho kok jadi senyum-senyum sendiri?" tanyanya menyadarkanku dari imajinasi sialan yang terlintas diotakku

Aku gelagapan dan berusaha menyadarkan diriku berkali-kali "Hah? Enggak papa kok. Btw, lo juga telat Ray?"

"Iya, tadi ada masalah gitu di jalan" tukasnya.

Entahlah, mengapa aku merasa bahwa Rayhan berbohong.

Aku memang memiliki kemampuan khusus untuk mendeteksi kebohongan, instingku sangat tajam menilai jujur tidaknya seseorang. Tapi berhubung itu Rayhan, jadi menurutku itu bukan urusanku.

"Kanya, kok lo ngelamun terus sih daritadi? Terus lo mau gimana, mau tetep disini apa pulang?" Rayhan mengayun-ayunkan tangannya di depan wajahku.

"Gue gak mungkin pulang kayanya. Nanti Papa gue marah sama gue...." lirihku sambil membayangkan omelan Papa yang paling aku hindari.

Ia berfikir sejenak. "Ikut gue yuk?"

"Em... ikut kemana ya?"

"Ke suatu tempat, yang pasti jauh dari sekolah. Kalo lo mau ikut, biar gue ambil motor ke parkiran"

"Tapi lo nggak mau macem-macem kan?" tanyaku polos.

"Tampang gue tampang penjahat ya?" Rayhan mendekatkan wajahnya kepadaku, dan aku bisa melihat dengan jelas bentuk wajahnya yang hampir sempurna ditambah lagi dengan alisnya yang tebal.

"Hahaha, muka lo panik banget Nya. Selaw aja gue gak bakal ngapa-ngapain lo kok. Tunggu sebentar." ucapnya lalu pergi meninggalkanku.

Aku bertanya-tanya mengapa Rayhan yang di kelas dengan Rayhan yang tadi berbicara kepadaku memiliki kepribadian yang berbanding terbalik?

Rayhan yang barusan ada dihadapanku sangat cerewet dan menyebalkan.

Jangan-jangan Rayhan memiliki dua kepribadian yang berbeda.

"Yuk, naik!" titah Rayhan yang kini sudah ada di depanku dengan motornya.

"Naik kemana?"

Rayhan mengusap wajahnnya kasar. "Naik ke motor gue lah"

Akselerasi RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang