The City

676 115 57
                                    

🎵: Tarian Penghancur Raya - .feast

"Kerja bakti menyusun neraka, kita miliki bahan bakarnya. Perihal waktu tunggu datangnya O2 dijual oleh Negara."

●●●●●●●●●●●●●●

Manusia berlalu-lalang di sepanjang trotoar yang menempeli aspal kelabu. Sebagian menyebrangi garis zebra, berpindah jalur. Kabin-kabin bermesin disalip sepeda motor berlomba mengarungi lautan kelabu hendak menuju tujuan mereka.

Asap putih disemburkan cerobong-cerobong penghasil barang pemuas kebutuhan hidup. Pepohonan menghijau, namun jauh di dalamnya, sesak napas. Terlalu banyak. Bahkan pepohonan yang tertanam tidak sanggup melawan asap kendaraan dan cerobong, hingga para penduduk juga harus memakai berlapis-lapis kain penyaring residu melindungi hidung dan mulutnya.

Para pekerja memasuki kantor mereka masing-masing, meniti asa agar saldo rekening mereka bertambah di akhir bulan. Keluarga mereka ditinggalnya di rumah, sendiri. Cinta dan waktu mereka pada anaknya, pasangannya, dan orangtuanya dikorbankan begitu saja demi mendapat serangkaian digit di layar mesin ATM. Tuntutan hidup semakin besar, hingga segala sesuatu harus dikorbankan. Belum lagi di tengah pandemi yang tak kunjung selesai.

"Menyedihkan."

Lelaki itu tersenyum miring, melihat keriuhan Seoul di pagi hari itu. Jas hitam elegannya menambah keangkuhannya, juga menyembunyikan berbagai pemikirannya. Cahaya yang dipantulkan batu delima gelang perak di tangan kirinya berkilau indah.

"Lihatlah manusia-manusia itu, Antares..."

Lelaki yang baru saja membuka pintu ruangannya melebarkan matanya, "Anda tahu saya akan masuk?"

Ia menoleh, sambil membenarkan letak kacamata yang bertengger di pangkal hidungnya, "kamu tidak pernah mengetuk pintu sebelum memasuki ruanganku."

"Aah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aah..." ia yang masih berdiri di ambang pintu itu mengangguk kecil. "Dicatat. Maafkan saya," ucapnya kemudian membungkuk kecil dan mengetuk pintu itu sebelum menutupnya.

San tertawa kecil, "sudahlah, aku tidak terlalu masalah. Kemarilah, Antares. Kau tepat waktu."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Arsenal [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang