part 8

23 1 2
                                    

*dor dor

"Sayang, bangun nak. Ayo sekolah, kamu kenapa sih emangnya?" Mama berusaha membujuk ku untuk sekolah. Aku tetap enggan, aku tidak ingin mendengar nyinyiran dari mereka.

"Jihan sayang buka pintunya, ada Zidan tuh mau ketemu sama kamu." 

Zidan? Dia gak sekolah juga?

"Jihan gak mau ketemu siapa-siapa dulu ma. Suruh Zidan pulang aja," ujar ku menyuruh Zidan untuk pulang. Sungguh aku sedang tidak ingin bertemu dengan orang-orang saat ini.

Aku mendengar sepertinya mama tetap menyuruh Zidan membujuk ku agar keluar dari kamar.

"Han, ayolah keluar. Jangan ngurung di kamar mulu berasa kayak burung aje lu," ujar nya. Bisa aja nih anak masih becanda disaat begini.

 "Biarin aja!" Balas ku dengan sedikit berteriak.

Zidan tetap mengedor pintu kamar ku dan tetap berusaha menyuruhku keluar dari kamar atau setidaknya membuka kan pintu untuk nya. Dan dia akan menceritakan segala sesuatu yang terjadi di sekolah. Aku benar benar tidak ingin mendengar apapun atau bertemu siapapun.

"Han, ayolah gua punya martabak green tea nih," bujuknya. Aduh aku paling tidak kuat dengan yang namanya martabak dan belum lagi rasanya green tea.

"Sumpah Han, ini enak banget. Hmmm gua makan ahh. Sayang banget ya kamu gak bisa masuk ke mulut manis nya Jihan ya," ledeknya. Aku menggeleng mendengar perkataan tidak jelas Zidan.

Aku berjalan menuju arah pintu. Bukannya aku mengizinkan Zidan untuk masuk tapi aku ingin martabaknya saja. Hehe.

*Ceklek

"Han, nih martaba..." Aku segera mengambil martabak dan menutup pintu nya. Tapi, kaki Zidan sigap menahannya.

"Ehh nih anak malah mikirin makanan doang, gua kagak disuruh masuk." Zidan menatap ku jengkel. Aku tidak peduli yang penting dapat martabak!

"Bodoamat, wlee." AKu menjularkan lidah lalu segera menutup pintu tapi kaki Zidan masih setia berada di sana.

"Udah buka ya, kasian kaki kakak mu ini nanti tambah gede."

Aku menggeleng, tetap tidak mau membukakan pintu untuknya. "Apa nyambungnya coba," ucapku. Dia selalu punya humor yang aneh tapi aku juga selalu tertawa karena nya.

Tiba-tiba dia mencubit pipi ku. "Lucu amat sih lu, entar tambah gendut terus ga ada yang mau sama lu lagi."

Aku hanya menunduk, aku merasa pipi ku berubah seperti tomat. Entah mengapa perlakuan Zidan membuat ku sedikit bergejolak.

"Bodo amat." Aku berjalan mengabaikan Zidan yang sudah masuk kamar ku dan mengikutiku dari belakang. Aku membuka bungkus martabak dan mengambil sepotong lalu melahapnya dengan rasa penuh kelaparan. Nikmat surga! 

Zidan menatap ku yang lahap memakan martabak. Tiba-tiba ia menarik pipi ku lagi. "Sakit ihh, tau gak sakit ni pipi tambah lebar nanti," keluh ku. Memukul lengan Zidan.

"Ya abisnya udah pipi gede terus makan nya banyak, tambah gede aja dah tuh pipi lu kayak bakpao."

"Biarin kok lu yang ribet pipi pipi gua." Aku terus mengunyah tidak mempedulikan Zidan yang tengah menatap ku atau martabaknya. Mungkin dia ingin martabaknya, tapi aku juga gak mau bagi-bagi ke dia hehehe.

Suasana canggung menyelimuti kami berdua. Aku mengerti maksud Zidan datang kemari dengan membujuk ku membelikan martabak. Aku juga tidak paham mengapa Raihan melakukan itu. Memangnya apa yang salah dengan antara ku dan dia? Zidan sedikit mendekat menuju ku. Ia seperti ragu mengeluarkan kata-kata yang ingin ia ungkapkan. Aku menatapnya, merespon bahwa aku akan baik-baik saja. Aku hanya ingin tahu kenapa Raihan melakukan nya.

Cause You Just My Faked BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang