Tentang Pratama 3

18 0 0
                                    

"Kak, kita minta maaf ya udah ngomong yang gak pantes tentang kakak tadi pagi."

Sepulang sekolah ada yang menghampiri Pratama dan juga Ica selagi mereka ingin berjalan kearah parkiran. Ternyata dua wanita yang Ica lihat tadi pagi sedang asik membicarakannya.

"Its ok, walaupun gue masih kesel sih ya. Tapi yaudahlah yang penting lo jangan ulangin kesalahan lo lagi." Ica menepuk dua kali bahu cewek yang lagi meminta maaf kepadanya.

"Kak Tama kita juga minta maaf ya." Kali ini cewek lainnya berbicara sambil gemetar. Pasalnya baru sekali ini dia berinteraksi sedekat ini dengan idolanya.

"Kalo Ica udah maafin kalian yaudah, sebagai idola kalian yang baik gue juga akan berbaik hati memaafkan kalian." Lantur Tama mencairkan suasana.

"Yaudah kak, kita permisi dulu." Pamit dua cewek itu.

"Oke hati hati."

***

"Makan dulu kek," Pinta Ica di tengah perjalannya menuju rumahnya bersama Pratama, karena cowok itu yang bersikeras ingin mengantarnya pulang.

Akhirnya Pratama menuruti permintaan tuan putrinya yang sangat terhormat itu. Mereka berhenti di pinggir jalan yang menjual 'mie ayam bakso' tentu saja itu pilihan Ica.

Mereka berdua memesan, lalu duduk di tempat yang paling dekat dengan kipas angin karena Pratama yang memintanya.

"Lo gak ngerasa panas apa? Masa badan lo gak keringetan sama sekali?" Pratama memperhatikan Ica yang memang tidak mengeluarkan keringat sama sekali padahal dirinya sudah merasa panas sekali.

Ica kaget mendengarnya, "Hah? Oh gue gak gampang keringetan,"

"Oh cewek gitu ya,"

Pesanan mereka datang, ekspresi Ica langsung berubah ceria seketika karena hampir dari tadi dia menahan laparnya. Ica langsung memakan makannya dengan sangat lahap.

"Wei itu tiup dulu kali, gak melepuh tuh mulut makan makanan yang baru mateng. Emangnya Nggak panas apa Ca?"

Ica nyengir, "Panas sih, tapi gue udah laper berat."

"Ini nih definisi kaum bawah yang suka menjilati kaum atas."

"Hah? Apaan lo bilang tadi? Gak denger gue." Kata Ica yang sudah menatap Pratama tanpa berkedip.

Kali ini gantian Pratama yang nyengir. "Hehe bercanda tuan ratu."

***

Setelah selesai makan mereka berdua langsung memutuskan untuk pulang. Sebenarnya Pratama masih ingin berjalan jalan sebentar tetapi Ica mengaku sudah lelah dan dia ingin langsung pulang saja.

Pratama menengok kearah Ica yang duduk disampingnya. Wanita itu yang lagi melihat keluar jendela mobilnya memudahkan Pratama melihat kearahnya.

"Tama, berenti dulu. Berenti!" Ica menepuk nepuk tangan Tama yang berada diatas pahanya.

Pratama langsung berhenti.

"Ngapain sih Ca?"

"Itu ada yang berdarah, kasian tolongin yu." Ica langsung membuka pintunya dengan tergesa gesa, mau tidak mau Pratama juga keluar dari mobilnya.

Ica berlari kearah satu cowok yang duduk di sisi trotoar, mukanya sudah sangat panik melihat darah yang mengalir tepat di nadi lengan cowok itu. Ica langsung mendekati.

"Lo kenapa?" Tanyanya ngos ngosan.

"Gak papa," Cowok yang terluka itu menjawab datar sama sekali tidak keluar raut kesakitan dari wajahnya.

"Gak papa gimana, ini nadi lo robek. Sampe berdarahnya ngalir gini." Pratama ikut sewot.

"Tapi aku gak kenapa kenapa," kekeuh cowok yang terluka.

Ica merasa ada yang aneh dengan cowok muda di depannya ini, lalu dia melihat lukanya yang masih mengeluarkan banyak sekali darah. Tanpa pikir panjang dia langsung memegang dan menekan bagian luka cowok muda itu.

"EH Ca lo gila ya? Itu jangan di teken lukanya!"

Tetapi reaksi cowok muda di depan mereka ini mampu membuat Pratama membelakan matanya tak percaya. Cowok itu sama sekali tidak teriak atau mengeluarkan reaksi apapun ketika lukanya di tekan oleh Ica, mukanya masih tetap datar saja. Padahal Pratama sudah membayangkan betapa menyakitkannya itu.

"Lo sama sekali gak ngerasain sakit?" Tanya Ica masih menekan darah yang mengalir, upayanya untuk mengurangi pendarahan yang keluar.

"Enggak." Cowok muda menggeleng. Pratama melotot mendengarnya, mana mungkin luka robek ketika di tekan tidak terasa sakit?

"Tama, kita bawa ke rumah sakit!" Perintah Ica telek. Mereka langsung mengikat luka yang robek tadi dengan sapu tangan Pratama.

***

"Sebenernya itu anak tadi kenapa sih? Kok dia gak ngerasain sakit sama sekali pas lo teken lukanya?" Pratama yang masih belum mengerti akhirnya bertanya kepada Ica.

"Dia pasien CIPA."

"Hah? Maksudnya?"

"Congenital Insensitivity to Pain With Andhidrosis, atau pendeknya CIPA. Cowok muda itu punya penyakit yang gue sebutin tadi, nah gara gara penyakit itu dia jadi gak bisa ngerasain sakit sama sekali walaupun kulitnya di robek sekalipun. Dia juga gak bisa ngerasain suhu, jadi gak bisa ngerasain panas atau dingin. Sama pasien CIPA itu gak pernah ngeluarin keringet." Tutur Ica panjang lebar.

Pratama yang baru pertama kali mendengar ada penyakit seaneh itu pun takjub. Pasalnya penyakit itu dapat membuat manusia seperti superhero yang tidak pernah merasakan sakit.

"Wah bagus dong kalo gitu, jadi dia gak ngerasain sakit sama sekali. " Pratama menggeleng takjub mendengar penuturan Ica barusan.

"Ya enggak dong. Nih kalo misalnya lo ngalamin penyakit itu. Terus lo lagi jalan, eh tiba tiba paku nancep ke kaki lo, tapi karena lo gak bisa ngerasain sakit sama sekali lo bakal tetep aja anteng jalan. Padahal luka lo udah pasti ngeluarin banyak darah kan?" Jelas Ica.

Pratama langsung menengok kearah Ica. "Iya ya?"

"Terus kalo lo lagi minum sesuatu yang panas, dan main minum aja padahal tuh minuman panasnya kayak air mendidih. Tapi karena lo gak bisa ngerasain suhu, lo gak bakal tuh ngerasain panasnya air mendidih sekalipun dia ngelewatin lidah lo. Dampaknya itu ngebuat lidah lo melepuh."

"Berarti bahaya banget ya Ca?" Tanya Pratama polos.

"Ya bahaya lah, ada lagi yang ngebuat bahaya. Pasien CIPA gak pernah ngeluarin keringet, dan lo tau kan, kita tuh harus ngeluarin keringet karena itu juga bisa ngeluarin racun yang ada di dalem tubuh kita. Jadi pasien CIPA gak pernah bisa ngeluarin racun dalem tubuhnya, karena dia gak bisa keringetan."

"Terus biar dia kehindar dari yang kaya gitu gimana?"

"Ya gak bisa ngehindar, tapi yang gue tau pasien CIPA rutin ke rumah sakit untuk minta obat anti infeksi. Supaya tubuhnya gak keinfeksi, karena pasien CIPA kan gak tau apa aja yang nancep di tubuhnya."

"Kok lo bisa tau detail si Ca?" Pratama bertanya lagi heran.

"Ya gu-gue belajar lah. Kan anak IPA. Lagi juga gue suka cari tau tentang penyakit."

"Gue jadi kepo sama tuh penyakit, nanti kasih tau lebih lanjut ya Ca tentang penyakit itu?" Tawar Pratama yang langsung membuat Ica terkekeh.

"Iya iya, biar lo gak bego bego amat. Lagi juga di buku gue ada kok perincian tentang penyakit CIPA."

"Oke deh tuan putri."

"Yaudah yu ke dalem," Pratama mengangguk lalu kedalam masuk ke ruangan cowok yang terluka tadi bersama Ica.

***

Vote+Comment.

About Him Named Is Pratama.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang