Hurt

156 45 12
                                    

Sakit tak berdarah jauh lebih sakit dari sakit berdarah.

-Geara Erlania-

Happy Reading!
Follow sebelum membaca.

Gea termenung, memojokkan dirinya di sudut kamar dengan lutut yang dipeluknya. Tatapannya kosong namun menyiratkan ketakutan yang sangat mendalam. Memang tak ada tangisan yang keluar namun siapa tahu jika hatinya saat ini sangat rapuh, pikirannya kacau, dan batinnya yang terus tertekan dengan semua keadaan ini. Dan ini semua hanya karena satu, Naren Antariksa, lelaki brengsek yang membuat hidupnya kini tidak tertata rapi seperti yang sudah diimpikannya. Walau belum tersentuh namun Gea merasa tubuhnya kotor, ia tidak pantas untuk hidup. Ia hanyalah sampah yang tidak berguna. Ia berpikir apakah Aska masih mau menjalani hubungan ini dengannya? Bahkan sudah seminggu ini Aska tidak menemuinya. Apa benar jika Aska sudah tidak mau menjalani hubungan dengannya.

Gadis itu masih saja terdiam tapi tatapannya kini sudah beralih ke pintu kamarnya yang terketuk dari luar. Gea berharap, bahkan sangat berharap jika itu Aska, tapi harapannya hancur saat melihat ibunya berjalan dengan nampan yang berisi sarapan untuknya. Ia menginginkan Aska ada disampingnya, menghiburnya dan selalu ada disisinya hingga ia merasa lupa akan masalahnya. Namun itu semua hanya angan angan bukan kenyataan.

Tanpa sadar Gea menintikkan air matanya, untuk apa Aska menolongnya dari Naren jika akhirnya seperti ini? Untuk apa rasa saling percaya dalam hubungan mereka selama ini jika akhirnya harus hancur lebur? Itu semua hanya akan membuatnya menjadi seorang pemimpi yang mimpinya mungkin tak akan pernah terwujud. Dan satu hal yang paling tak disukainya, semua itu hanya akan menambah luka baginya.

Sakit tapi tak berdarah jauh lebih menyakitkan daripada sakit berdarah yang mungkin hanya butuh waktu singkat untuk memulihkannya.

"Geara..."

Gea mendongak menatap bunda dengan tatapan miris. Haruskah ia bercerita semuanya kepada bundanya? Tapi Gea tidak sanggup untuk melakukannya. Biarlah sakit ini ia tahan.

"Itu makanannya dimakan ya," ujar Rani dengan nada lembut khas miliknya, ibu Gea. Rani memandang anaknya dengan tatapan yang sulit terbaca. Beberapa hari ini Gea sangat berbeda dan itu menimbulkan banyak pertanyaan dibenaknya namun harus ia tahan melihat Gea yang mungkin belum siap untuk menceritakannya.

"Aku nggak laper, bun," suara lirih milik Gea terdengar. Gea tidak memiliki nafsu makan, gadis itu masih terus dihntui bayangan bayangan dimana Naren yang melakukan hal brengsek kepadanya.

Geara Erlania, gadis yang masih memiliki sifat kekanak kanakkan, polos dan ceria kini telah berubah seratus delapan puluh derajat dari sifat aslinya.

Terlalu polosnya gadis itu bahkan sempat berpikir terlalu jauh. 'Hanya dengan sentuhan tak akan membuatku hamil kan?' Ya hanya sentuhan namun Gea berpikir terlalu jauh yang mengatakan dirinya hamil hanya karena sentuhan.

"Sedikit aja, Ra. Perut kamu itu belum keisi apapun. Kemarin aja kamu hanya makan beberapa suapan," kata Rani mencoba memberi pengertian kepada anaknya.

"Tapi aku lagi nggak nafsu makan," semakin kesini suara Gea semakin lirih membuat Ranksemakin khawatir dengan keadaan Gea.

"Bunda cuma nggak mau kamu sakit. Makan ya, sedikit aja," ujar Rani belum menyerah untuk membujuk Gea. Lama lama jika seperti ini terus, Rani tidak akan bisa menahan emosinya.

"Tapi, bun."

"Terserah kamu aja. Tapi ingat bunda nggak mau ikut campur kalau kamu sakit gara gara nggak mau makan," setelah mengucapkan kalimat itu Rani pergi keluar dari kamar Gea. Rani bukan ibu rumah tangga yang lemah lembut setiap waktu. Dia juga akan memarahi anaknya jika mereka semua melakukan kesalahan atau membuatnya kesal seperti Gea. Ketegasan perlu untuk mendidik seorang anak, namun kekerasan tidak perlu dilakukan dalam ketegasan itu. Itu yang disukai Gea dan Felli kepada ibunya.

Namun untuk saat ini Gea tidak bisa menuruti ucapan ibunya. Nafsu makannya tidak ada. Ia bahkan bisa memuntahkan makanan itu jika dipaksa masuk kedalam perutnya. Gadis itu hanya menatap nanar nampan makanan yang dibawa ibunya.

***

Pagi ini Gea memutuskan untuk pergi sekolah setelah beberapa hari ini dia izin karena kejadian seminggu lalu. Keadaan Gea masih sama seperti beberapa hari sebelumnya, kacau. Matanya yang indah pun kini menampilkan mata hitam pandanya. Semuanya terlihat sangat berbeda.

Gea berjalan menuju meja makan yang sudah ditempati oleh ayah, bunda, dan kakaknya, Felli. Sebelum benar benar duduk, Gea melirik bundanya yang terlihat acuh akan kehadirannya. Bundanya memang orang yang tak mau memaafkan sebelum orang itu meminta maaf langsung kepadanya, jadi untuk sementara ini pasti akan ada perang dingin antara Rani dan Gea.

"Bun, yah, Gea berangkat dulu ya," ujar Gea menyalimi kedua tangan orang tuanya. Gea hanya bisa menghela napasnya melihat bundanya yang mendiaminya sejak kemarin malam.

"Kak, aku duluan ya," Felli mengangguk mengiyakan ucapan Gea. Setelahnya ia beranjak bangkit untuk pergi ke kampusnya.

Hanya butuh beberapa menit untuk Gea tiba disekolahnya. Berjalan dari gerbang sekolah hingga kelasnya, gadis itu banyak mendapat tatapan kagum dan sapaan manis untuk mengawali harinya.

Gea mendaratkan bokongnya disamping Vika, melepas ranselnya lalu menelungkupkan wajahnya pada tangan yang ia lipatkan diatas meja. Mungkin sudah tak ada harapan lagi untuknya menjalani hidup ceria seperti biasanya. Dan mungkin mulai hari ini Gea akan berubah, dari Geara si gadis ceria menjadi Geara gadis yang pendiam.

Kini Gea bertekad untuk tidak langsung percaya kepada seseorang yang baru dikenalnya, kini Gea bertekad agar tidak terlalu membuka diri kepada lingkungan sekitarnya, karena bisa saja lingkungannya sendirilah yang akan menjadi musuhnya.

Tepat bel berbunyi, Gea mengangkat kepalanya dengan malas. Mencoba mencari buku bahasa inggrisnya.

Sepuluh menit kemudian, guru bahasa inggris datang bersama ketua kelas. Walau sudah dipaksakan tapi Gea tetap saja tidak fokus, pikirannya masih sangat kacau. Apalagi mengingat ia dan Naren masih ada dalam satu lingkungan sekolah dan kemungkinan besar ia dan Naren masih bisa bertemu. Membayangkannya saja hati Gea seakan sudah hancur dan tak bisa ditata kembali.

Satu jam berlalu dan Gea masih saja diam tanpa sepatah kata yang ia keluarkan. Gadis itu sama sekali tidak memperhatikan apa yang diterangkan oleh Bu Saroh saat ini. Tanggannya sibuk mencoret coret buku bagian belakang dengan berbagai kata yang tidak jelas.

Seperti kata brengsek, bajingan, anjing, dan kata kata kasar lainnya yang mungkin ditujukan pada Naren Antariksa, lelaki tak berpendidikan yang hampir melakukan hal diluar batasnya. Tak hanya kata kasar gadis itu bahkan menuliskan hancur, sampah, tak berguna, dan kata kata lainnya yang memojokkan dirinya sendiri. Sedangkan tangan kirinya menyangga berat kepalanya. Tak ada senyuman yang Gea terbitkan sedari pagi, bahkan tadi saat berpamitan dengan ayah dan bundanya pun Gea tidak tersenyum hanya raut wajah yang menyakitkan.

"GEARA ERLANIA!!"

***

Aku up BACK INTO YOU karena banyak yang nge-DM aku, katanya mereka penasaran sama kelanjutan kisah Gea dan Naren.

See you!!

Vote dan komennya jangan dilupakan ya😉

Back into youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang