Aku memikirkanmu bukan berarti aku peduli padamu, brengsek.
-Geara Erlania-
Happy Reading!
Semenjak hari itu, Gea terus berusaha mati matian menghindari Naren, baik di sekolah maupun diluar sekolah. Selama beberapa hari itu juga Gea terlihat lebih murung, gadis itu lebih suka menyendiri dan tidak seceria sebelumnya. Bahkan gadis itu masih merasa ketakutan saat mendapat sentuhan dari laki laki selain Aska dan ayahnya.
Gea sangat sangat bersyukur dua hari ini ia tidak bertemu dengan lelaki bajingan itu. Dan hal itu membuat Gea sedikit melupakan tentang kelakuan brengsek Naren. Ia tidak semurung hari hari sebelumnya, Gea masih seperti Gea yang dulu hanya saja, ia hanya saja ia sekarang lebih tertutup dan senyumnya jarang ia keluarkan. Gea yang lebih tertutup dan jarang senyum bukan berarti Gea tidak berubah menjadi cool girl seperti yang di novel novel. Tapi untuk dua hari ini Gea juga penasaran, dimana Naren sekarang? Apakah dia sudah tidak mengincarnya lagi?
Gea mematut dirinya di depan cermin, merapikan rambutnya panjangnya yang kini dibiarkan tergerai indah dengan jepit rambut bunga yang terpasang di kepala bagian kirinya. Setelah merasa puas, Gea berjalan mengambil sepatunya lantas memakaikannya di kedua kakinya. Berjalan dengan tas yang ia sampirkan di punggungnya.
Gea memandangi meja makan yang sudah lengkap dengan keluarganya. Ayah, bunda, serta kakaknya, Felli. Untuk perang dingin antara bunda dan anak utu sudah berakhir sehari yang lalu. Gea pun bernapas lega, bertengkar dengan bundanya rasanya seperti ada yang hilang.
"Pagi ayah, pagi bunda, dan pagi juga kakakku yang galak," ujar Gea dengan kekehan kecil diakhir kalimatnya. Sedangkan Felli yang mendengar itu pun hanya bisa mengdengus kesal lantas melanjutkan sarapannya.
Ia menyuapkan makanannya, melirik Felli yang hanya diam. "Kak, lo sibuk nggak?" tanya Gea seraya mengunyah makanan yang dimulutnya. Meminum air disampingnya lalu menyuapkan kembali sarapannya.
"Sibuk," balas Felli seadanya. Dia memang selalu sibuk akhir akhir ini. Felli sudah memasuki semester akhir di kuliahnya dengan mengambil jurusan hukum. Dia sibuk dengan skripsi yang membuatnya kepalanya ousing tujuh keliling. Coba bayangkan saja, apalagi jika skripsi itu ditolak.
"Oh.."
"Napa emang?" Feli meminum air putih, mengelap bibirnya dengan tisu lalu merapikan rambutnya yang dia ikat.
"Nggak, tadinya gue mau minta temenin ke mall," ujar Gea. Lantas bangkit dari duduknya setelah menuntaskan sarapan.
"Ayah, Bunda, Gea pamit ya," Gea berpamitan kepada ayah dan bundanya, menyalimi kedua tangan orang tuanya. Begitu juga dengan Felli yang sudah selesai sarapan. "Yah, Bun, Felli berangkat dulu."
Feli dan Gea berjalan beriringan menuju keluar rumah, Gea hari ini berangkat bersama Felli, Gea masih tidak berani untuk membawa kendaraan sendiri di tengah keramaian jalanan.
"Kalau nanti siang, gue bisa aja."
"Oke, ntar ya. Jangan lupa jemput, awas aja kalau ngaret."
***
"GEARA..." Gea membalikkan tubuhnya melihat Chaca yang menyerukan namanya. Chaca tidak hanya sendiri, dia datang bersama Anatasya. Mereka berlari tanpa ada rasa malu, kedua gadis itu mengatur napasnya yang terengah engah.
"Ara, lo tau nggak?" tanya Cacha dengan hebohnya. Chaca memandangi wajah Gea yang sedikit terlihat berbeda. Namun dia menepis semua itu, dia kembali heboh sambil menguncang tubuh Gea yang memberontak ingin dilepaskan. Tatapan matanya menusuk Chaca membuat hadis itu menyengir tak berdosa.
"Ish, gila lo, Ca," Cacha menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju.
"Lo tau nggak, Ra?" ini bukan suara Chaca lagi tapi ini suara Antasya. Dia juga bertanya dengan nada hebohnya sama seperti Chaca. Hal ini membuat Gea bingung, ada apa dengan mereka sehingga mereka bisa seheboh ini.
"Naren, Ra. Naren.."
Deg...
Mendengar nama Naren yang keluar dari mulut Chaca membuat Gea menegang seketika, tubuhnya seakan mati rasa. Matanya memanas, jantungnya berdetak lebih cepat dari keadaan normalnya. Tatapannya kosong, Gea benar benar tak menyangka akan mendengar nama Naren keluar dari mulut mereka, kedua sahabatnya. Anatasya dan Chaca sudah membenci Naren semenjak lelaki itu mendekati Gea. Mereka tau jika Naren menyimpan rasa pada Gea. Sudah berulang kali juga mereka memberi tau Gea tapi dia sama sekali tidak menggubrisnya. Hingga mereka lelah, mereka menyerah. Namun kali ini Gea mendengar nama Naren disebut oleh kedua sahabatnya.
"Gue seneng banget gila," ujar Anatasya dengan senyum merekah diwajahnya, begitu juga dengan Chaca, gadis itu bahkan sudah tertawa lebar menampilkan giginya.
Gea masih diam mematung tak mendengarkan ucapan Anatasya dan Chaca yang terlewat heboh. Bahkan ia sampai tidak sadar jika sekarang mereka sudah berada di depan kelasnya.
Melihat itu Chaca mengguncang tubuh Gea dengan kencang, membuat Gea tersadar dari lamunanya. Ia memandangi Anatasya dan Chaca yang bertos ria dan tertawa keras. Gea duduk di kursinya. Menelungkupkan kepalanya pada lipatan tangan diatas meja.
"Lo kenapa sih, Ra?" Anatasya memandangi Gea yang tidak seceria sebelumnya. Chaca menoleh menatap Gea yang memang terlihat berbeda dan aneh. "Heem, kenapa?" tanya Chaca menyetujui ucapan Anatasya.
"Gue nggak apa apa kok," bantah Gea dengan tatapan sayunya. Semenjak mendengar nama Naren kembali, semangat Gea seakan hilang, pikirannya hanya tertuju pada kelakuan brengsek Naren. Walaupun sudah berusaha mati matian untuk melupakan lelaki itu tapi sangat sulit untuk tidak mengingatnya.
Gea kira hari ini ia bisa menjadi Gea yang seperti dulu, yang ceria. Tidak seperti sekarang yang seakan tak memiliki arah tujuan hidup.
"Lo nggak pinter buat boongin kita, Ra," gertak Antasya jengkel, gadis itu bahkan sudah tidak tertawa. Hanya ada raut keseriusan.
"Apa ini gara gara Naren?"
Deg..
Gea kembali menegang, menatap Anatasya yang memicingkan matanya curiga. Begitu juga dengan Chaca. Jantung Gea berdetak lebih kecang, hatinya sudah siap mendengar cacian dan makian dari mereka. Pasti mereka membencinya sekarang. Pikirannya bahkan lebih jauh dari itu, seperti bully mungkin.
"Iya kan, gara gara Naren?" ulang Anatasya, dia menghembuskan napasnya lelah. Anatasya lelah harus menghadapi sifat polos Gea.
"Cuma gara gara Naren masuk rumah sakit, lo sampai kayak gini? Segitu sayangnya lo sama dia? Naren itu nggak baik buat lo, Ara. Jauhin Naren, masih banyak cowok yang suka sama lo. Gue sama Aca itu cuma nggak mau lo sakit hati gara gara dia."
Ah, akhirnya.
Padahal Gea tadi sudah sangat tenggang. Ia kira, Anatasya dan Chaca sudah mengetahui tentang perihal Naren yang berniat melecehkankannya. Ia bahkan sudah sangat ketakutan dan ternyata..
Tapi tunggu, Naren masuk rumah sakit? Benarkah? Terakhir bertemu Naren tidak apa apa. Apa mungkin Aska memukul Naren terlalu keras? Sudahlah Gea, sadar. Lupakan semua tentang Naren, dia sangat tidak pantas untuk hinggap di pikiranmu.
"Oke, gue akan jauhin Naren."
Mereka bertiga tersenyum bahagia. Lantas kembali duduk, saat bel masuk telah berbunyi nyaring.
Thanks..
***
Hi readers!!
Gimana sama part ini? Gaje ya? Maapkeun.
VOTE AND COMMENT!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Back into you
Teen Fiction"A-apa yang lo lakuin, Ren?" ucap Gea gemetar ketakutan melihat Naren mendekatinya, seringaian tercetak jelas di wajahnya. "Menurut kamu?" Naren bertanya dengan suara yang sengaja di lembut lembutkan. "Brengsek. Apa mau lo sebenarnya?" teriak Gea k...