Kejadian hari ini membuat Luna bingung, selanjutnya dia harus berbuat apa?
Jam sekolah sudah usai sekitar 30 menit yang lalu tapi dia masih enggan untuk pulang.
Sekarang dia berada di rooftop sekolah tempat dimana yang selalu dia datangi setiap harinya, tempat dia berputus asa, tempat dia menghabiskan kekosongan ketika berada di sekolah.
Melamun pun sudah menjadi kebiasaannya dan kini kembali dilakukan.
Suara langkah kaki terdengar tapi tidak ada niatan untuk menoleh pada orang yang datang.
"Gue telpon gak di angkat, di kirimin pesan gak dibales padahal gue mau ngomong sama lo"
"Ngomong aja udah ketemu sama gue kan?"
"Lo berhasil jalanin taruhan lo dan sekarang gue sama lo bukan rival lagi tapi jadi teman"
"Iya sekarang lo temen gue"
"Pertahananin senyum lo, jangan bersikap seolah-olah gak ada yang peduli yang menjadikan sikap lo kaya gini. Gue aja yakin ko lo bisa berubah"
Luna terdiam baru kali ini ada orang yang sedikit memahami dia selain keluarganya atau mungkinkah ini sebuah kebetulan?
"Seyakin apa lo, Gue bisa berubah? Gak mungkin!"
"Seyakin gue mencintai dia btw dia siapa? Eh lo denger ya di dunia ini gak ada gak mungkin"
"Masa? Buktinya apa?" Luna tidak menjawab pernyataan Jyani tentang mencintai buat apa dia menjawab itu kan urusan pribadi gak usah tahu.
"Buktinya gue bisa buat lo tersenyun walaupun lewat taruhan.." Jyani menjeda bicaranya dan melangkah maju mendekati Luna dan membisikkan sesuatu di depan telinganya.
"Konon katanya seorang Luna Dzafina tidak pernah tersenyum tapi nyatanya sekarang ucapan itu hanya kemustahilan belaka bagi gue" Jyani menyeringai dan memundurkan langkahnya.
"Ok, sekarang kita teman kan" Dengan keadaan masih menyeringai Jyani mengangkat tangan kanan meminta Luna berjabat tangan.
"Teman" Luna membalas jabatan tangannya dengan senyum.
"Tuhkan apa gue bilang? Lo tersenyum lagi"
"Karena gue cuma mau buktiin omongan lo kasihan kan kalo gak ada bukti!" Luna menyeringai mebalas seringai yang dikeluarkan Jyani tadi.
Hari sudah semakin sore, tidak ingin berlama-lama lagi Luna meninggalkan Jyani yang terlihat tidak terima oleh ucapan Luna.
"Bangsat!! Barusan apa? Gue direndahin seorang cewek? Gak mungkin" Jyani tidak terima
Luna yang masih berada disekitar rooftop mendengar ucapan yang dikatakan Jyani.
"Rasain lo emang enak? Itu balasan karena lo udah buat gue jadi bahan taruhan! Tapi gue juga berterimakasih karena lo gue bisa buka hati lagi buat yang namanya teman"
Luna kini benar-benar meninggalkan sekolah untuk pulang kerumahnya.
.
"Akh lelahnya" Luna membaringkan tubuh di kasur, kejadian hari ini membuat dirinya sangat lelah.
Sebuah panggilan muncul dari ponsel miliknya dengan segera dia mengangkat panggilan tersebut.
"Lun besok kan hari libur, mau ikut gue gak main?"
"Main kemana?"
"Nggak tau gimana besok aja deh bosen gue dirumah mulu"
"Ayo deh nggak ada salahnya selali-kali pergi bermain menghilangkan penat pikiran gue"
KAMU SEDANG MEMBACA
Every One Has Their Own Happines ✔ |HIATUS|
NonfiksiBagaikan tangan yang teriris, mengeluarkan banyak darah sehingga luka itu ada datang tanpa permisi. Dengan cepat kau membasahi tanganku dengan air, perih yang aku rasakan mendesir sampai ke hati. Mungkin kau pada awalnya berniat baik untuk menolongk...