10 : Mimpi Indah

850 111 41
                                    

Happy Reading.







Harusnya Salsha mendengarkan saran Jeha untuk tak datang kemari. Harusnya Salsha mengesampingkan egonya. Harusnya pula Salsha tak berandai terlampau jauh bisa dikenalkan di acara ini sebagai istri muda Iqbaal.

Salsha rasa hidungnya akan terlepas jika dia mendorong keluar karbondioksida dengan kuat.

Wanita yang seharusnya ikut untuk acara memanggang di taman villa ini malah menyendiri di beranda teras. Duduk di undakan tangga dengan manik yang menyorot gelapnya malam.

Tak ada siapapun. Cih! Memang apalagi yang harus dia harapkan?

Bayangkan saja, baru sesaat setelah ia tiba di villa ini banyak pasang mata yang menyorot dirinya. Tatapan penuh ingin tahu dari orang-orang yang tak bisa diungkapkan. Memang siapa yang berani mengusik bagian dari Arsakha?

Oh tentu ada dan tentunya hanya—

"Apasih?!" Salsha berteriak kaget sekaligus marah ketika kaleng dingin itu menyentuh pipinya.

hanya Karel lah orangnya.

"Lagian nih ya. Di belakang sana orang-orang lagi have fun karaokean bareng, makan barbeque," ujar Karel sembari meneguk cola kalengnya, "dan lo? Malah disini bengong meratapi nasib."

Salsha mengabaikan sindiran Karel. Malas. Lagipula kehadirannya disana tak akan membawa pengaruh apapun. Tak ada seorangpun yang sadar akan ketidakhadirannya.

"Lo itu introvet banget ya, sampai kumpul sama keluarga suami lo aja nggak bisa."

"Berhenti bicara seolah Anda tahu segalanya, Tuan muda."

"Emang ada satu bagian yang nggak gue tau?"

Salsha mengulum bibirnya. Diam-diam dia menahan diri untuk tak menggigil. Hawa dingin di Malang menusuk pakaian yang dikenakannya. Walau seharushnya dia tlah kebal rasanya hawa dingin khas pegunungan ini sudah lama tak dirasakannya.

"Terkadang apa yang terlihat tak selamanya benar dengan kenyataan."

Karel hanya terdiam mendengar curahan hati seorang istri ini.

"Apa yang diinginkan hati tak selamanya bisa menjadi patokan akan kebahagiaan."

"Lalu, seringnya melibatkan hati dan perasaan akan menjadi boomerang bagi diri sendiri."

Karel menatap perempuan yang tak menghadap kearahnya. Meski begitu, helaian bulu mata dan irisnya yang menatap hamparan langit itu menarik perhatiannya. Karel baru tahu jika iris wanita itu begitu indah. Irisnya yang terang dan berdiameter besar itu tampak seperti mengenakan softlens walau nyatanya mata wanita itu telanjang.

"Kamu tau apa definisi bahagia itu?" tanya Salsha tiba-tiba.

"Saat kita bisa ngedapetin apa yang kita inginkan?"

"Loh?!" Karel berjingkat kaget ketika iris yang dipandangnya itu bergenang air mata, "kenapa nangis?"

"Saya bahkan nggak bisa mendefiniskan apa artian dari bahagia itu sendiri," kata Salsha lirih.

"Kenapa? Lo terlihat bahagia dengan pernikahan lo," ungkap Karel.

Salsha menoleh dan Karel tak siap dengan serangan iris coklat terang itu. Mengagumkan. Bagaimana bisa wanita itu memiliki mata seindah ini.

A Half-HeartedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang