1 : Asal Kau Bahagia

1.3K 120 21
                                    

Happy Reading.




"Lo gak lagi masuk angin kan,Sha?" Jeha memandang teman seperkosan dan kampungnya dengan tatapan mendelik. Gadis yang baru saja pulang dari kuliahnya itu menatap Salsha tak percaya.

Salsha mengangguk, "Emang salah ya?"

Jeha melempar cardigannya yang mana berhasil mendarat di wajah Salsha. "Ya lo pikir aja begimana?"

Salsha merengut, gadis itu membenahi letak jilbabnya. Perempuan dua puluh satu tahun itu menghela napas gusar kemudian berbaring telentang di rajangnya.

"Tahun ini adek gue lulus, Jeh. Kata Ibu, adek kepengen nerusin pendidikannya tapi gak ada biaya." Salsha memandang asbes yang mana menjadi atap dari kamar kosnya. Maklum, tempat kosnya ia dapat dengan harga murah sehingga fasilitasnya pun tak cukup memadai.

"Terus lo setuju sama perjanjian yang duitnya bisa ngebiayain adek lo meski itu ngerugiin diri lo sendiri?"

Salsha terdiam. Gadis yang masih terlentang dalam lamunan itu sejujurnya masih belum yakin akan keputusannya.

"Lo pikir lagi deh, Sha, menikah itu sakral. Kalo bisa ya sekali dalam seumur hidup. Emang lo siap nantinya nyandang gelar janda selepas mereka ngedapetin apa yang dimau?"

"Tapi Jeh..," Salsha bangun dari posisinya, "itu satu-satunya tembusan buat gue bisa ngasih kebahagiaan buat keluarga. Gue juga gak yakin bisa dapet biaya segitu banyaknya buat ngewujudin cita-cita adek."

Kali ini giliran Jeha yang menghela napas. Gadis berambut legam itu menatap iba si sahabat. "Kalo memang itu yang lo pikir baik, gue cuma bisa dukung."

***


"Uhuk!" Renata tersedak mendengar penuturan sang menantu. Wanita separuh baya itu mengusap dengan anggun bibirnya.

"Mama lagi salah denger kan tadi?"

Steffi menggeleng, wanita ini menarik tangan ibu mertuanya. "Boleh kan, Ma? Lagian mama sendiri tau kan gimana keadaan Steffi."

Renata meletakkan tisunya, telapak tangannya bergerak secara spontan mengusap pundak menantunya. "Mama tau, tapi... apa nggak terlalu berlebihan kalo sampai nikahin cewek itu?"

"Itu permintaan dari ceweknya, Mi, lagian pernikahan itu gak akan berjalan lama. Iqbaal akan ceraikan dia setelah bayi itu lahir."

Renata tampak belum bisa menerima kemauan menantunya, meski begitu ia tak bisa bertindak terlalu jauh jika menantu kesayangannya ini telah berkehandak. "Kamu yakin sama keputusan ini? Gak mau ganti cewek lain yang bisa nerima perjanjian itu tanpa harus menikah sama Iqbaal?"

"Steffi udah yakin, Mi, lagipula Steffi juga gak mungkin pilih cewek sembarangan kan?"

Pada akhirnya, Renata hanya mampu mengangguk mengiyakan kemauan dari menantunya sembari berharap jika keputusan ini bukanlah pembawa hal buruk.


***

Di akhir pekan seperti ini, pengunjung waterpark akan datang lebih banyak dari hari biasanya. Jalanan pasti macet, karna banyak orang memilih untuk meninggalkan rumah untuk berefreshing atau berkunjung ke rumah teman. Maka dari itu, Salsha dan Jeha sengaja berangkat lebih awal agar tak terjebak dalam belenggu kemacetan dan terhindar dari omelan Pak Adam.

Cittt! Ban sepedanya berhenti tepat di area parkir yang lumayan ramai, melihat jam maroonnya ia menghela napas lega. Masih ada waktu setengah jam untuk berganti pakaian dan berdandan.

"Pagi Mas Andra..." Suara cempreng Jeha menyapa Mas Andra—penjaga parkiran yang tampak lahap mengunyah pisang goreng.

"Pagi juga Mbak Jeha, Mbak Salsha," balas laki-laki bujang itu.

"Duluan ya Pak!"

"Oh siap Mbak cantik!"

Jeha dan Salsha kompak memasang wajah ingin muntah yang mana dibalas cekikikan tawa dari Mas Andra. Kedua perempuan itu berjalan menuju ke pintu waterpark yang sudah dipenuhi beberapa pengunjung.

"Rame nih kayaknya," komentar Jeha. "Siap-siap kaku ya itu kaki," sindiran Jeha membuat Salsha tak tahan untuk melayangkan timpukan pada gadis itu.

"Lo juga ya, siap-siap busaan di pintu depan!"

Kedua gadis belia itu tertawa kemudian berlarian kecil memasuki waterpark yang sepi dan menuju kamar mandi untuk berganti pakaian.

"Bawa maskara, Sha? Punya gue ketinggalan di meja deh kayaknya."

Gadis yang tengah melepas hijabnya itu melemparkan tas make upnya, "Ada, lo cari aja," katanya sembari menuju ke salah satu bilik kosong.

Jeha diam sejenak memandang bilik di mana Salsha berada. Gadis itu menghela napasnya, gusar. Meski gadis itu tampak biasa saja ia yakin, ada sesuatu yang tengah dipikirkannya. Jeha menyayangkan Salsha yang berani mengambil keputusan besar itu. Sangat menyayangkan di mana gadis baik sepertinya harus terjebak dalam situasi demikian.


***

Iqbaal memijit pelipisnya yang terasa pening. Perencanaan pembangunan hotel di Bali yang belum rampung ditambah dengan desakan dan paksaan sang istri membuat otaknya seakan berontak ingin dikeluarkan.

Love
Ke tempat Salsha ya?
Sekalian ajak omong-omongan lebih lanjut

Iqbaal ingin menolak, membalas tidak dengan spontan namun tak kuasa mengingat perdebatan mereka semalam.

Iqbaal tersenyum miris mengingat perkataan wanita itu semalam. Bagaimana dia tersedu dihadapan Iqbaal, berani menunjukkan rautan putus asa di depan lelaki yang sangat amat mencintainya.

"Kamu tau kan aku ini bukan wanita sempurna, aku gak bisa hamil, aku mandul! Aku gak akan bisa beri kamu keturunan. Aku gak—"

"Cukup!" Iqbaal menyentak Steffi untuk pertama kalinya. Lelaki yang bahkan tak pernah menaikkan intonasi bicaranya dengan wanita itu pada akhirnya lepas kendali.

"Berhenti bilang kalo kamu gak sempurna. Tuhan pun tau bagaimana sayangnya aku sama kamu. Aku nerima kamu apa adanya, bahkan sebelum aku mengucap qabul di depan papamu."

Steffi tersedu. Wanita itu menangis mengingat vonis yang diterimanya satu tahun yang lalu. Vonis yang berhasil merenggut separuh hidupnya.

Iqbaal menatap istrinya tak tega. Lengan kekarnya bergerak mendekap kepala wanita itu dalam rengkuhan hangat.

"Aku akan turutin kemauan kamu, apapun, asal kamu bahagia."

Steffi membalas pelukan suaminya dengan erat, mengecupi dada berbalut kaos itu. "Terima kasih, aku cinta kamu."

"Anything for you, love."

Iqbaal mencintai wanita itu, istrinya, cinta terakhirnya, perempuannya, cintanya dan semesta pun tau bagaimana dia hanya ingin Steffinya.


***







Whehehe, masih part awal. Semoga pada suka ya! Jangan ada siders di antara kita ya?

What do you think about this part?


Cium beceq,
Sehunie wifey

A Half-HeartedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang