3. You are My Destiny (2)

14 0 0
                                    

Kedua pasang bibir kami saling mengecup menyerupai masa lalu. Namun di mana? Aku tak ingat pernah bertemu dia selain pagi tadi. Semakin aku ingat justru tambah karut.

"Aku tahu yang ingin kau tanyakan. Anggap saja manisan pembuka dariku."

Dia tahu apa tentangku? Norlorn belum berkenan terus terang. Hal itu wajar, kami berkenalan belum ada sehari. Mana mungkin juga serta-merta langsung dekat.

Kendatipun, ada ras langsuir[8] memiliki karakter polos. Bangsa batari[9] contohnya.

Norlorn, si mistis elok pereka cipta hati ingin tahu.
Apa hubunganku dengan dia dengan masa lalu?Kecupan dia menyadarkan ada cita tersembunyi. Aku ingin lebih lama bersama dia.

Sebelum lebih jauh lagi perasaanku Norlorn menghentikan ciuman. Memandangi mataku dengan lembut.

"Norlorn...." sebutku pelan.

Dia mendekatkan bibir ke telinga. Dia berbisik-bisik,"Ada apa, Nona?" Kuduk berdiri mengindahkan bicaranya. Aku tercenung sececah, "kenapa?" tanya dia. Raga mengkristal sekilat. Aku gugup.
"Nggak apa-apa," Kepalaku menggeleng.
"Aku tahu Nona masih ingin merasakannya." Norlorn menerka.
Aku beranggut. Dia ternyata paham mauku. "Nggak boleh?"
"Mohon maaf, Nona. Bukan tidak boleh. Coba Nona pikirkan satu hal," Norlorn membalela[10].

"Apa itu?"
"Bagaimana jika perempuan baya itu kembali ke dalam?"
"Siapa yang kamu maksud?"
"Wanita tua penghuni rumah ini."
"Maksudnya si Mbok?"
Norlorn mengangguk-angguk dan bersuara,"Seandainya dia melihat kita berciuman, sedangkan Nona terlihat sendiri. Apa yang dia pikirkan?"

Norlorn ada benarnya. Apabila Mbok melihatku di ruang tamu dengan kondisi begini pasti disangka edan. Walaupun Mbok tak akan mengatakan secara langsung.

Agak khawatir juga bila keluarga tiriku tahu aku dapat melihat "mereka yang tak terlihat" alias lelembut. Lalu mereka akan menduga diriku mengalami tekanan kebengisan Ayah beberapa tahun silam.

Pada tahun 2012 aku mengalami pengalaman mati suri. Itulah awal mula aku dapat melihat makhluk halus. Tiga tahun kemudian adalah masa puncak. Semua baru jelas sekarang.

Terang-terangan, aku melihat Norlorn dengan keaadan prima. Tak dalam pengaruh alkohol atau kebanyakan membuat cerita seperti dugaan aneh keluarga Ayah di Yogyakarta dan Semarang.

Aku dilabel kerasukan Jin. Memang Jin adalah nama lain lelembut, tapi tak semua dari mereka termasuk Jin. Seandainya aku bisa menjelaskan dengan baik, kalian akan kuberi tahu.

Namun aku tak ingin hal buruk terjadi padaku seperti saudara kembarku. Dia dijebloskan ke rumah sakit jiwa oleh bibiku karena menceritakan kebusukan diri mereka sewaktu di Yogyakarta serta dianggap gila guna menutupi kelakuan bangsai[11].

Sudah pasti jika aku bercerita nasib akan sama. Berakhir di rumah sakit jiwa. Untungnya aku berhasil kabur melalui bantuan Karisma diam-diam.

Karisma, seniorku dari program studi Sastra Jepang yang menjebloskan ke dunia adikodrati selagi menjalani perkuliahan. Dapat dibilang, dia memang berstatus abang tiri dari pernikahan mendiang ibuku dengan ayahnya.

Aku baru mengetahui ternyata Karisma merupakan anak dari sahabat almarhumah Ibu, seorang wanita Jepang asal Tokyo. Pernikahan terjadi pada tujuh tahun silam tatkala ayahku tewas kecelakaan dan ibunda Karisma meninggal karena sakit.

Beliau memberikan wasiat pada suaminya agar menikahi ibuku sebelum mengembuskan napas terakhir tepat di hari ulang tahunnya ke 50 pada 5 november 2010 terkena kanker rahim stadium akhir. Dua tahun setelahnya ibuku menyusul beliau.

Bayangan tentang film bercerita anak tiri tak sepenuhnya salah. Ayah baru tak sebaik kelihatannya. Dia lebih sering memukuli aku dan saudaraku hampir setiap hari.

Sudah tahunan kami menanggung semua hantaman, pukulan tanpa melawan. Kakakku sendiri tak berdaya melihat peristiwa mencekam sehari-hari dalam rumah.

Sekian tahun pasrah sekaligus putus asa Tuhan mulai menunjukkan kuasa. Memberi jalan untuk pergi dari Jakarta meninggalkan kenangan buruk dari rumah besar itu.

Memulai hidup baru sendiri dengan kedatangan makhluk elok rupa di tengah hari. Moga-moga, Norlorn bukan penipu.

Makhluk kusangka isapan jempol, hanya ada di film atau novel fantasi kalah telak oleh makhluk nasional dan lokal yang sudah menjungkar di mata. Keajaiban cukup besar, bukan? Sosok mistis singgah ke rumah Mbok.

Bisa jadi secara tak langsung Karisma mengajarkan aku menjadi conjurer, sebutan untuk pemanggil atau berteman dengan bangsa lelembut segala penjuru. Seorang conjurer tak harus memiliki aura warna ungu lembayung. Lain cerita jika orang tersebut merupakan ras indigo. Mereka sudah secara alami menjadi conjurer.

Dari mana kemampuan baruku berasal? Aku tak merasa mempelajari pemanggilan bangsa lelembut selama bersama Karisma. Apakah dia memang sengaja tak memberi tahu kalau diriku mempelajari pemanggilan makhluk halus?

Lain hal dengan Akshita, saudara kembarku. Dia terlahir berstatus ras indigo. Tentu saja lebih unggul kemampuannya. Namun, kemampuan dia malah menjebloskan dalam petaka. Masuk rumah sakit jiwa karena dianggap gila oleh keluarga Ayah. Akshita... kuharap kau baik-baik saja. Diriku tahu, kau mengungkapkan kebenaran. Dianggap gila bukan berarti kalah.

Suara Norlorn menyentakkanku, "Nona kenapa melamun?"
"Aku cuma...."
"Memikirkan saudara Nona?"
"Dari mana kamu tahu?" Biji mataku membesar.

Norlorn tersenyum penuh rahasia. Dia bagaikan tahu semua masalah belum terselesaikan.

"Aku melihat semua dari matamu, Nona." balas dia. Aku terpaku sesaat.
"Aku pusing,"
"Aku mengerti, namun alangkah lebih baik Nona istirahat."
"Tapi Akshita...."
"Aku bukan bermaksud lancang pada Nona. Alangkah baiknya, Nona lebih memperhatikan kesehatan."
"Noey..."

Dia peduli padaku? Benarkah?

"Mata Nona kelihatan kurang tidur, sudah mulai tebal lingkaran hitam itu." kaul dia.

Seorang aku saja tak peduli lingkaran hitam di mata, mengapa Norlorn terlalu peduli pada hal sepele? Tak ada untungnya untuk dia. Norlorn menyebalkan, tapi kuakui dia perhatian.

Setidaknya dia mengingatkan hal yang baik. Mana tahu, Tuhan mengutus Norlorn supaya dia membantu menyelesaikan perkara tertunda di hidupku. Raut simpatik berlakur cemas bersimbur dari mata dia.

"Maaf...." Aku menunduk.

"Dengar, aku di sini bukan bermain! Aku datang karena panggilanmu!"
"Maaf jika menganggu. Sebaiknya kamu pulang, aku nggak mau ada pertengkaran di sini."

Tanganku mengepal. air mata mulai menetes. Sepertinya akan terulang lagi. Saat sudah percaya, sosok itu malah pergi.
"Siapa yang mau pulang?" tanya Norlorn.
"Kamu!" elakku cepat.
"Kapan aku pernah bilang pulang, Nona?" Terpendar sorot kesangsian dia.
"Tadi?"
"Kamu bohong," lawan Norlorn. Dia garuk kepala. Aku menahan tawa oleh tingkahnya.
"Aku nggak bohong,"
"Aku tidak pernah ingat bilang pulang. Bukankah Nona sendiri yang menyuruhku pulang?" sahut Norlorn.
"Satu... sama," bisikku di telinga dia.
"Awas kau!" Dia berseru.

Rupanya makhluk mitos sejenis Norlorn bisa kalah juga denganku. Belum 24 jam aku bisa menyamainya alias seri.

"Noey, aku boleh tanya sesuatu?"
"Silakan," sambut dia.
"Kamu berasal dari mana?"
"Hmmm, nanti Nona akan tahu."

Dari sikapnya padaku, tambah yakin dia cocok denganku untuk dijadikan teman. Tak banyak bicara namun perhatian.

Ada hikmah dapat dipetik dari kejadian ini. Menurutku tak ada yang kebetulan. Semua telah tertulis dari Tuhan untuk setiap manusia di dunia. Menyempurnakan adimarga[12] garis hidup serta obat persoalan.

Norlorn dan aku telah mengetahui tujuan masing-masing. Bagaimana dengan kalian? Sudah menemukan pelabuhan dari tujuan hidup?

8. hantu perempuan yang berlubang punggungnya atau berupa burung elang malam
9. dewi
10. menyanggah
11. buruk
12. jalan yang lebar

My Dear Norlorn!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang