"Te, lo dimana?" Teriak Londo begitu masuk.
Aku tak menjawab karena masih mengantuk. Aku tak tidur semalaman dan rasanya siang ini aku sangat mengantuk. Membuka mata atau bahkan bergerak, tak ada dalam rencanaku siang ini. Dan kuharap Londo tak merusak rencanaku ini.
Aku masih memejamkan mata ketika mendengar langkah kaki Londo. Bodo!
"Te, lo kenapa? Sakit?"
"Ngantuk!" Jawabku kesal.
"Yee, udah siang kali. Kalah lo sama bayi."
Aku hanya membalasnya dengan gumaman. Tiba-tiba terasa tangan Londo melingkari tubuhku, memelukku. Aku hanya diam, menikmati tidurku yang semakin nyaman.
"Gua lagi pengen nih, Te."
Aku diam, aku sedang tak bertenaga.
"Please, gua nahan dari semalem liat temen gua gituan."
Aku berbalik menatapnya, "Gue belum tidur, Lo."
Londo menghela nafas pelan, "I'm dying of this pain."
Aku tak tega melihatnya seperti itu, maka Terry memeluknya. "I'll help you, then."
Londo tersenyum dan langsung menarik bajunya lepas kemudian mencium bibirku. Lembut dan manis. Rasa bibirnya tak pernah berubah, sangat kusuka. Ciumannya semakin menuntut bersamaan dengan tangannya yang menari indah di atas tubuhku yang tanpa kusadari sudah shirtless dan dadaku langsung menghangat menyambut cumbu bibirnya di sana. Londo bergerak resah sambil tangannya menelanjangi tubuh kami berdua kemudian mengarahkan miliknya ke milikku. Seketika hangat memenuhi diriku. Tubuhnya di atasku, nafasnya, cumbuannya, tangannya, dan terakhir adalah spermanya. Dia biasa mengeluarkannya di dalam karena kami sama-sama membenci kondom yang menghalangi dan terasa tidak nyaman.
Usai klimaks, Londo masih mencumbuku dengan bersemangat dan memulai ronde berikutnya. Apasih yang membuatnya sangat horny?!
Kami sama-sama kurang menyukai menggunakan kondom ketika sedang menghangatkan satu sama lain, namun aku rutin mengkonsumsi pil kb. Beberapa orang toh mengatakan bahwa kondom tidak dapat menjamin kebocoran 100%, dan menggunakan kondom mengubah rasa milik Londo di dalamku. Lagipula, aku tidak suka rasa kesat ketika cairan kondom tersebut sudah habis.
***
Lelah rasanya, namun kami enggan tidur setiap habis olahraga. This is including as a sport, am I wrong? Kami berpelukan sambil menonton film porno. Film kesukaan Londo. Aku hanya menemaninya. Biasanya dia suka nonton film ini bersama teman-temannya atau bersamaku. Well, aku tak keberatan sebenarnya karena memang sama-sama mau toh.
Aku melepas pelukannya dan berjalan ke dapur, mengambil air minum. Badanku terasa aneh, tak enak. Sepertinya aku sakit karena seminggu ini memang aku terlalu sibuk mengurus dan memikirkan banyak hal. Aku meminum air dan duduk di meja pantry di dapur kecil ini. Aku merasa kepalaku pusing. Ku tundukkan kepala dan merasaka nafasku yang terasa panas.
Oh Tuhan, jangan demam saat ini.
Aku menarik nafas dan menandaskan isi gelas. Tak memiliki tenaga, ku biarkan gelas terletak sembaragan di atas meja pantry dan melangkah kembali ke kamar. Aku menutup seluruh tubuhku dengan bed cover dan mencoba tidur.
Saat aku sedang mencoba tidur, bed coverku dibuka oleh Londo dan aku menatapnya malas.
Aku juga tak memiliki tenaga untuk sekedar mengeluh padanya. Aku hanya menyuruk kepala ke bantal dan mengatur nafas. Sebuah tangan terulur ke leherku.
"Lo demam, Te."
Aku hanya menjawabnya dengan gumaman. Sungguh, aku sedang tak memiliki sejentik pun tenaga untuk bergerak. Kepalaku semakin sakit saja rasanya.
Tak berapa lama, ku rasakan tubuhku dibantu duduk. Aku membuka mata dan melihat Londo membawa segelas air putih dan obat. Aku mengernyit.
"Lo.." Rengekku.
Dia menggeleng, "Cepet ditelen biar sembuh."
Aku menatap dirinya dengan wajah memelas. Lama kutatap matanya, berharap ia menyerah memberiku obat yang tak kusuka. Well, aku tak suka jenis obat apapun. Pil kb pun terpaksa ku konsumsi, dan cukup hanya itu saja. Namun usahaku sepertinya sia-sia. Aku pun membuka mulut dan membiarkan Londo memasukkan obat tersebut ke dalam mulutku dan mendorongnya dengan air minum. Kemudian, ia membantuku kembali berbaring dan menyelimutiku. Tak lama, ku rasakan dirinya bergabung denganku dan memelukku dari belakang.
"Get well really soon. Maafin tadi ya, gua gatau lo sakit."
Aku tak membalas ucapannya, hanya mendengarkan sambil melayang menuju alam mimpi. Londo memang paling pengertian.
Dia tahu jelas aku benci obat, tapi dia juga tak mau aku sakit berkepanjangan karena kebiasaanku yang membiarkan diri sakit tanpa berusaha mengobatinya. Dia juga tau kalau aku sakit, aku tak suka mendengar suara-suara apalagi omelan. Maka dari itu, tadi ia hanya berbicara seperlunya.
Aku beruntung memiliki teman sepertinya. Well, ya, teman tidurku.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sleepmate ✔️
Short StoryPergaulan anak Jakarta memang menggila, apalagi yang memiliki masalah seperti diriku. Apa masalahku? Sederhana, hanya terlalu sering diabaikan oleh orangtua.