3. Orang Dalam Pemantauan atau Pasien Dalam Pengawasan?

60 8 4
                                    

3. Orang Dalam Pemantauan atau Pasien Dalam Pengawasan?

Aku tertawa kencang begitu aku berhasil menjahili Masaki dengan menggodanya untuk kusuapi stik keju.

Masaki mengerucutkan bibirnya dan menyipitkan matanya. Aku menggodanya lagi dengan menyodorkan stik keju yang kugigit kearahnya.

Masaki tersenyum menyeringai dan dia hendak maju untuk mengigit stik yang ada  di mulutku.

Namun, terhenti begitu mendengar suara bel berbunyi. Kami saling pandang sebelum akhirnya Masaki berhasil mengigit stik keju yang bertengger di mulut.

Aku berdecak dan hendan mencubit pinggangnya namun Masaki sudah berlari ke  pintu depan untuk membukanya.

Aku terkekeh dan membawa mangkuk kosong bekas kami sarapan ke tempat cucian piring.

Selesai mencuci dan mengeringkan tanganku, aku berbalik badan dan menemukan Masaki datang bersama Matsumoto dan orang asing berpakaian medis lengkap.

"Ah, kenalkan ini Yoshizawa-sensei! Dia yang akan memeriksaku." Kata Masaki. Aku mengubah pandanganku ke arah sosok yang di sebut Masaki, Yoshizawa-sensei. Kulihat sekilas Matsumoto merunduk kearahku.

Aku balas merunduk dan segera berbalik badan untuk membuatkan mereka minuman namun suara Matsumoto mencegahku. "Ii yo. Gak usah. Enggak apa-apa." Katanya. Aku menoleh kearahnya dan mengangguk. Padahal aku sudah membuka kaleng berisi teh.

"Temenin Aiba-kun aja sana." Kata Matsumoto begitu aku mendekat kearahnya. Kulihat Masaki yang nampak mengobrol sebentar dengan dokter tersebut dan kemudian berbaring di sofa. "Tesnya akan sulit." Kata Matsumoto membuatku langsung menatapnya tajam dan Matsumoto langsung memalingkan wajahnya kearah lain.

Aku segera beringsut kearah Masaki, bersimpuh di dekat sofa yang di tidurinya dan menggenggam tangannya. Kutatap sang dokter dengan raut cemas.

Kurasakan tangan Masaki balas menggenggam dan aku melihat kearahnya. Kedua mata  cokelat kehitaman miliknya nampak menatapku. Ada raut ketenangan disana. Apa-apaan aku ini? Kenapa jadi aku yang ketakutan?!

"Daijobou ... Gak akan sakit kok." Katanya. Aku menggeleng pelan.

"Saya mulai ya." Sang dokter memulai tesnya. Pertama, dia  mengambil sampel dari hidung Masaki. Dia masih baik-baik saja. Namun, begitu masuk ke tes kedua dan dokter menyuntikkan cairan saline ke hidungnya aku merasakan Masaki mencengkram tanganku kuat-kuat.

Aku mengatupkan rapat-rapat bibirku agar ringisanku tak keluar. Ini tak seberapa.... Lebih sakit Masaki...

Perlahan dokter melepas sampel dari hidung Masaki secara lembut. Dia mencengkram tanganku yang menggenggam tangannya erat. Tahan... Jangan nangis... Tahan....

"Bernapas perlahan, Aiba-san." Kata dokter itu sembari menyentuh dada Masaki. Kulihat Masaki memang sangat terlihat kesakitan.

Ya Tuhan, aku tak sanggup melihat dia sakit lebih dari ini....

"Saya akan masukkan tabung ini ke paru-paru Aiba-san. Tahan sedikit ya." Kata dokter itu. Mataku melihat tabung tipis dengan sinar terang bersiap untuk masuk ke paru-paru Masaki.

Aku sempat menahan tangan sang dokter. Ku tatap dia dengan kedua mata yang berkaca-kaca. "Ha-Hati-hati, sensei. Masaki... " Aku tak sanggup melanjutkan ucapanku dan kurasakan sang dokter tersenyum.

"Tenang saja. Saya tahu riwayat penyakit Aiba-san." Katanya. Aku kemudian mengangguk perlahan dengan kepala tertunduk. Kuatkan dirimu, hei...

Dokter itu mulai memasukkan tabung tipis itu ke dalam paru-paru Masaki. Aku melihat wajah Masaki yang terlihat kesakitan dan seperti akan muntah, air  matanya bahkan keluar. Tanganku terulur untuk mengusap air matanya namun tertahan dengan cengkraman tangan Masaki yang semakin erat dan sejujurnya menyakitkan.

Aku bisa bernapa lega begitu rangkaian tes selanjutnya tak semenakutkan sebelumnya. Hanya tinggal mengambil sampel darah Masaki.

Kulihat wajah Masaki yang agak sembab. Rasanya tanganku gatal untuk mengusap wajahnya itu namun tangan Masaki menahan tanganku agar tak melakukannya. Ada apa... Aku jadi bingung sendiri.

"Masaki, aku antar Matsumoto dan Yoshizawa-sensei ke depan dulu ya." Kataku pamit sebelum mengantar mereka berdua. Masaki mengangguk dan merebahkan dirinya kembali ke sofa. Aku menyelimutinya dan tersenyum.

Kususul Matsumoto dan Yoshizama-sensei. Kuantar mereka ke depan lift. Sembari menunggu aku menyapa Matsumoto dan meminta maaf atas tindakanku kemarin. Matsumoto menggeleng dan tersenyum. "Aku yang minta maaf karena membuat suamimu harus tetap bekerja di tengah wabah seperti ini. Sumimasen."

Aku menggeleng dan tersenyum simpul.
"Ah iya, Aiba-san, hasilnya akan keluar besok. Kalau positif, suami anda akan segera di jemput ambulan ke rumah sakit rujukan." Kata Yoshizawa-sensei membuyarkan senyumku. Aku terdiam selama beberapa saat.

"Berarti, apa status Masaki hari ini?" Tanyaku pelan.

"Pasien Dalam Pengawasan."

A... Apa dia bilang barusan?

"Kami permisi, Aiba-san." Pamit Yoshizawa-sensei. Aku mengangguk. "Tolong jaga Aiba-kun sampai tesnya keluar." Ujar Matsumoto sembari menyentuh pundakku.

Ya... Tanpa orang lain minta aku akan selalu menjaganya, selalu disisinya... Selamanya....

Kakiku melangkah kembali ke unit kami. Kututup pintu unit dan menghampiri Masaki yang tengah duduk di sofa sembari melamun. Aku mendekat kearahnya dan hendak menyentuh rambutnya, namun ucapan dingin Masaki menghentikanku.

"Jangan sentuh aku."

Aku terkejut mendengarnya. Kenapa?!

"Untuk beberapa hari ini, tidurlah di kamar tamu dan tolong jangan dekat-dekat denganku." Kata Masaki dingin. Astaga, ada apa ini? Aku menatap Masaki tak percaya.

"Jangan membuat dirimu tertular." Lanjutnya kemudian beranjak dari hadapanku dan menghilang di balik pintu kamar kami. Aku terdiam di tengah keheningan sore hari yang terasa dingin ini.

Padahal musim dingin sudah lewat, musim semi sudah menyambut sejak tiga hari yang lalu...

Tapi, kenapa... Kenapa Engkau bawa juga sensasi dinginnya musim salju ke hangatnya musim semi, ya Tuhan?

Aku jatuh terduduk dan menangkup wajahku. Air mataku tak bisa lagi di bendung. Aku terisak. Isakkanku semakin keras begitu kurasakan sesak akan kenyataan bahwa kemungkinan Masaki positif terjangkit pandemi itu.

Kuraih selimut yang Masaki pakai tadi, ku peluk erat-erat untuk menghentikan isakkanku namun tetap tak bisa.

Ya Tuhan... Betapa teganya Kau permainkan takdir sepasang anak manusia...

---------------

SIYAALAANN! AING NANGIISS WOII!! 😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭

Please correct me if i wrong about rapid test corona. Thankyou~ 💚

See you. Xx 💕

[✓] When The Warm Spring Come With The Cold SnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang