1. Bahaya Dari Kecemasan

125 8 4
                                    

1. Bahaya Dari Kecemasan

Aku menyalakan mobilku yang terparkir di basement apartemen privat khusus artis ini. Tanpa berpikir panjang langsung menurunkan rem tangan dan menekan pedal gas. Mobil BMW ini pun melaju dengan kecepatan yang tak bisa di bilang rendah meninggalkan kawasan apartemen di Setagaya itu.

Dengan perasaan berkecamuk aku mengendarai mobilku ini. Tak peduli dengan kecepatan sekalipun bahkan dengan beberapa orang yang masih berkeliaran di tengah malam yang terasa dingin ini untuk menyebrang jalan, tanpa sadar nyaris kutabrak.

Tak ada lagi pikiran selain untuk cepat sampai di jimusho Johnnys dan menyeret seseorang dari sana. Sialan....

Aku langsung memarkirkan mobilku di depan jimusho, menarik kunci mobilku dan menerobos masuk ke dalam jimusho. Seorang resepsionis menyapaku, "Ah, Aiba-san. Konbanwa!"

Aku berhenti berjalan dan menatapnya. "Dimana ruangan latihan ARASHI?" tanyaku tanpa berbasa-basi. Ada hal lain yang lebih penting untuk di abaikan.

Aku benar-benar tak bisa membedakan mana emosi marah mana emosi khawatir. Ya Tuhan...

Sang resepsionis terlihat terkejut mendengar responku. Ah, masa bodo! Aku tak peduli!

"A-Ah! Ruangannya 205 di lantai 3." Kata sang resepsionis dan tanpa berpikir panjang lagi aku segera berjalan cepat kesana. Menunggu lift terlalu lama! Aku memilih untuk naik ke lantai tiga lewat tangga darurat.

Beberapa orang yang tahu siapa aku menyapa di sepanjang koridor lantai 3 ini. Namun, aku mengabaikannya.

Tak peduli sekalipun mereka mencapku sebagai seorang wanita yang sombong. Lagipula mereka tak punya peran penting dalam kehidupanku ini.

Ku buka pintu ruangan latihan tersebut. Kulihat Jun, Nino, Sho, Ohno dan orang itu terkejut begitu mendengar suara pintu terbuka dengan kasar.

Mataku bertemu pandang dengan manik cokelat yang menatapku terkejut. Astaga, sesak apa ini?
Aku meneguk salivaku dan berjalan masuk dengan langkah lebar-lebar.

"OMAE, MASAKI!" Aku refleks berseru begitu masuk ke dalam membuat seluruh yang ada di sana terkejut melihatku yang biasanya santai jadi sangat kasar malam ini.

Masaki terlihat semakin terkejut begitu aku menarik tangannya, menyeretnya. "Woah! Tunggu! Ada apa kamu kemari?" Tanyanya panik. Dia berusaha menurunkan tanganku yang mencengkram tangannya. Aku memejamkan mataku dan menghembuskan napas.

Berusaha menetralisir rasa emosiku yang bercampur. Ku ambil tas latihannya dan kembali menarik tangannya. "Kujelaskan di jalan! Sekarang kita pulang!" Balasku galak membuatnya terlihat agak sedikit takut dan akhirnya mengangguk patuh.

"Tunggu! Kau tak bisa membawa Aiba pergi begitu saja! Dia masih ada rehearsal!" Cegah sosok beralis tebal di depanku ini. Aku memutar bola mataku dan menatapnya tajam.

"Kau, Matsumoto! Persetan dengan rehearsalmu itu!" Ujarku kemudian kembali menarik tangan Masaki untuk mengikutiku.

Kuabaikan beberapa tatapan orang dan bisik-bisikkan mereka yang terasa menganggu. Namun, aku tak peduli.

"Hei..." Panggilnya. Aku terus mengabaikannya sampai kami tiba di parkiran jimusho.

Ku lemparkan tas latihan miliknya kearah Masaki. "Simpan di jok belakang! Aku yang menyetir!" Kataku tanpa mau di bantah.

Dalam keadaan begini, aku benar-benar terasa mendominasi dibandingkan Masaki. Meski begitu, sebenarnya aku merasa bersalah karena dalam hubungan ini seharusnya dia yang mendominasi.

Maafkan aku.

*******

"WUOAH! MATTE! ASTAGA!" Kulirik Masaki yang berpegangan dengan pegangan di atas kepalanya, wajahnya pucat dan ketakutan persis seperti anak kecil.

[✓] When The Warm Spring Come With The Cold SnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang