10 : Pulang (2)

123 21 7
                                    


Besok malamnya aku datang lagi ke daerah di sekitar sana. Aku sudah mendapat informasi mengenai lokasi dimana Ayah Saiko biasanya minum-minum dengan para preman. Aku sudah berada disana, sekarang aku sedang memantapkan tekadku, sembari menunggu orangnya datang.

"Konbanwa." Sapaku begitu melihat orangnya datang.

Ayah Saiko tidak membalasku, hanya melengos pergi begitu saja. aku tau setelah ini dia akan kemana. Setelah membeli Bir kalengan, ia pasti pergi ke taman bermain. Aku pun bergerak menuju ke sana. Dan aku juga tau, ia pasti sedng terheran-heran dengan apa yang terjadi dengan teman-teman minumnya.

"Konbanwa. Apa boleh aku menemanimu minum?" Ayah Saiko tidak menggubris, membuka kaleng birnya, lalu meneguknya.

Tanpa menunggu persetujuannya aku langsung mengambil tempat dengan sedikit jarak disebelahnya. Walaupun aku diusir, aku juga tidak akan pergi. Dan siapa sangka, ia malah menawarkan satu kaleng Bir padaku tanpa berkata apa-apa. Aku menerimanya, walaupun sebenarnya aku tidak pernah menyentuh ini. tapi demi Saiko, baiklah.

"Anak Muda. Kenapa kau masih berani menemuiku?" tanya nya sambil menatap lurus kedepan.

Aku berpikir sebentar. Kalau dipikir-pikir memang berani sekali aku menemui Ayah Saiko padahal sudah dipukuli seperti itu. Lantas apa yang membuatku berani seperti itu?

"saya hanya berpikir...Anda mungkin salah, tapi aku yakin anda sebenarnya juga tidak tahu harus berbuat apa. Anda kehilangan cahaya, sehingga anda tidak tahu harus berjalan kemana karena berada dalam kegelapan. Anda terlihat...putus asa. Setidaknya itulah yang saya tangkap dari cerita putri anda, juga melihat bagaimana perlakuan anda kemarin."

"saya sudah mendengarnya dari putri anda. saya ikut berduka...atas kepergian istri anda."

Hening.

Aku pun memantapkan tekadku sebelum aku menegak habis bir kalengan tersebut. Dan yang benar saja, kepalaku langsung terasa sangat pusing setelah meminumnya.

"oi, ada apa?"

"oi oi anak muda, kau baik-baik saja?"

"bagaimana aku bisa baik-baik saja setelah semua yang kau lakukan, dasar orang tua! Kau memukuliku, lalu membuat putrimu menangis, bagaimana aku bisa baik-baik saja? hik!" kalau ada yang bertanya ada apa denganku, jelas saja, aku mabuk.

"jujur saja saat ini aku ingin sekali memukul wajahmu, tapi karena kau Ayahnya Saiko makanya aku mengurungkan niatku. Hik!"

"astaga, baru minum satu kaleng dan kau sudah mabuk? Lemah sekali."

"kau tahu, putrimu-hik! Putrimu, dia bilang ia merindukan kasih sayang Ayahnya. Ia memimpikan hal itu dan berharap menjadi kenyataan. Hik! Lalu, putrimu itu, ia selalu tersenyum saat berada diluar seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Dia-Hik! Menyembunyikan kesedihannya. Walaupun ia tidak mengeluarkan airmata, tapi aku bisa merasakan kalau hatinya sedang menangis. Sedih sekali!"

"Ia belajar keras, bekerja sambilan, dan saking sibuknya ia hampir tidak memiliki teman. Gadis itu kesepian. Lalu-hik! Lalu apa yang ia dapat di rumah? Perlakuan kasar! Bisakah kau membayangkan bagaimana perasaannya? Setelah mengalami hal-hal itu, Saiko tetap tersenyum! Sungguh, gadis yang kuat!" aku tak kuasa membendung airmataku. Sementara orang didepanku hanya tercengang mendengarku.

Aku pun memutuskan berhenti bicara sebentar, menenangkan diri.

"kau benar, sepertinya aku putus asa. Sejak Minami pergi, aku merasa seperti kehilangan sesuatu dalam diriku. Aku menjadi cepat marah, kasar, bahkan pada putriku sendiri. Sampai kemarin, saat kau mengatakan itu setelah kupukuli. Aku jadi merenungkan hal itu. Aku merasa Hampa tanpa adanya Minami. Aku kehilangan Cahayaku."

DREAM |  EVE UTAITE X OC FANFICTION   ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang