satu

505 92 6
                                    

caffeine

satu: pemuda di ujung ruangan.






"han, sumpah ya.."



Yohan tersentak kaget dan reflek tersenyum bodoh menatap sahabatnya, Hangyul, berkacak pinggang.




"lo samperin itu cowo, atau gue yang nyamperin sambil nyelipin nomor hape lo di pesanan dia?"





Yohan mengerucut bibir lucu, tidak untuk Hangyul yang ingin memukulnya dengan nampan berisi minum dan kue pesanan yang baru saja disiapkan rekan lainnya.





Wajah Yohan kembali cerah, "oh, hari ini crepes cake!" ucapnya dengan riang setelah melihat kue pesanan pemuda itu hari ini.




Hangyul memutar bola matanya malas lalu mendorong nampan itu ke arah Yohan.




"engga mau!" Yohan menghindar sambil membentuk huruf x dengan kedua tangannya.




"Han, demi Tuhan gue udah muak selama tiga bulan dua puluh sembilan hari lu liatin itu orang tanpa berani buat sekedar nganterin pesana dia???"




Bibir Yohan kembali mengerucut, "malu, Hangyul!"




"cuma nganterin, han?"




Yohan menggeleng dan berjongkok di belakang meja pantry, menolak mentah-mentah permintaan (atau paksaan) Hangyul.



Hangyul menghela napas, "gue selip nomor lu nih!"




"jangan--"




"ya Tuhan cuma nganterin aja apa susahnya? Yohan! Hangyul!"





Yohan dan Hangyul menoleh, reflek menunduk dan Yohan berangkat dari jongkoknya begitu melihat Seungwoo, pemilik café, berjalan ke arah mereka.





"maaf, Hyung.." ucap mereka serempak, dalam hati saling menyalahkan.






"cepetan itu anterin.."




Seungwoo terlihat berpikir, "Yohan, kamu yang anterin,"



Yohan menoleh cepat, panik dengan jelas terukir pada wajahnya.





"t-tapi Hyung--"





"loh? kenapa?"





Yohan bungkam. Hangyul menahan tawa. Seungwoo menatap mereka dengan bingung.





"b-baik, Hyung.." ucap Yohan, menyerah.





Mungkin kali ini memang sudah saatnya. Tapi.. Sungguh, Yohan tidak siap sama sekali.






Jujur saja, selama 21 tahun masa hidupnya, Yohan baru kali ini benar-benar tertarik dengan seseorang.





Apa lagi ia asing. Yohan tidak pernah mengenalnya.




Hanya menatap pahatan Tuhan yang sempurna itu sejak tiga bulan dua puluh sembilan hari.





Dan hari ini genap empat bulan, Yohan berjalan dengan sedikit gemetar. Melangkah malu-malu menuju meja di pojok ruangan.





Pemuda tinggi dengan rambutnya yang jatuh menutup mata. Kacamata terpasang kokoh di batang hidungnya. Maniknya menatap layar kamera. Bulu mata lentiknya membuat Yohan kagum seketika.






Yohan tidak mengerti.




Detik itu juga tubuhnya kaku. Lemas. Hampir terjatuh kalau saja pemuda di ujung ruangan tidak menoleh menatapnya..





"oh.."





berdiri dari duduknya...





"hati-hati,"





dan menahan tubuh lemas Yohan dengan memegang pinggang dan nampannya.






Sial.






Seperti adegan di drama yang suka bunda Yohan tonton.






Debaran jantung itu nyata. Napas tercekat itu nyata. Manik yang saling nenatap itu nyata.





Yohan rasa ia bisa gila.





"halo?"




"u-uh, p-pesanan anda..."




"ah!" seakan tersadar, pemuda itu dengan segera mengambil kue dan kopinya.



"terima kasih," ucapnya dengan senyum yang tercetak jelas dalam ingatan Yohan.




Yohan bersumpah tidak akan pernah melupakan senyum itu.



"u-uh.."


Pemuda itu kembali menoleh, menatap Yohan yang berdiri malu. Sebelah tangannya memegang nampan, sebelahnya lagi mengusap tengkuknya.




"t-terima kasih udah sering dateng.." ujar Yohan, entah keberanian dari mana. Mungkin karena tidak mau diejek Hangyul setelah ini.




Napas Yohan tercekat. Sekali lagi pemuda itu tersenyum, kali ini terselip kekehan yang membuat jantung Yohan cepat berdebar.






"kamu tahu ternyata,"




"ah, i-iya.."





"padahal, aku jarang liat kamu di kasir dan kamu ga pernah nganterin pesanan aku.."





"h-huh?"




Pemuda itu kembali tersenyum. Tangannya terulur pelan membuat Yohan kelabakan ikut mengulurkan tangannya.





"Cho Seungyoun.."




"Y-Yohan. Kim Yohan!"






Seungyoun tersenyum, "aku tahu.."




"h-huh!?"





Jari telunjuk Seungyoun terarah. Yohan mengikuti dan menemukan bahwa Seungyoun menunjuk name tag pada seragamnya.






"Kim Yohan.." ujar Seungyoun sambil tersenyum.




"a-ah..."




Seungyoun terkekeh. Tangannya kini berada di atas meja, menumpu wajahnya, menatap Yohan dengan tatapan yang paling membuat jantung Yohan berdebar tak karuan hari ini.




"kamu lucu.."




Sial.



Yohan tak lagi-lagi mengantar pesanan orang yang diam-diam ia taksir kalau jadinya seperti ini.




Cho Seungyoun. Pemuda bagai kafein. Membuat Yohan berdebar dan candu.





caffeine

tbc

[✔️] caffeine ; younhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang