Asslamu'alaikum, bagaimana kabarnya teman-teman? Lama ya nungguin cerita ini update wkwkwk
Jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya ya biar aku semangat ngelanjutin. Ehehe
Dah gitu ajaaaa
---Selamat Membaca---
Matahari hampir terbenam, namun Zidan masih betah duduk tegak dalam ruangannya hanya ditemani oleh suara keyboard yang ditekan. Hingga bunyi ponsel pintar miliknya menyadarkan dirinya jika siang segera berganti malam. Sudut bibir Zidan terangkat begitu melihat nama sang pemanggil.
“Assalamu’alaikum, Ma.” Zidan mengucap salam dengan lembut pada Mamanya.
“Wa’alaikumussalam. Mas masih di sekolah?” Tanya Mamanya di sebrang sana.
“Iya, Ma. Ini Mas lagi berkemas.”
“Mama sama Papa ada di stasiun sekarang. Mas jemput ya?”
“Mama kok ga bilang-bilang kalau mau nyusul Mas. Mas kan sudah bilang kalau minggu depan baru bisa pulang.”
“Mama lumutan nunggu kamu pulang bawa mantu, Mas.” Ujar Mamanya.
Zidan terkekeh kecil setelah menangkap maksud sindiriran halus Mamanya. “Anak gadis siapa lagi yang mau Mama jodohin sama Mas?”
“Ada-lah pokoknya. Mas tenang aja, kenalan Mama ini banyak.” Terdengar suara Mamanya di sebrang sana yang sangat antusias.
Kali ini Zidan dibuat terbahak oleh Mamanya yang gencar sekali mencarikan dirinya jodoh. Mamanya sering memarahinya lantaran tak kunjung mengenalkan seorang gadis sebagai mantu. Beliau juga mengatakan kalau teman-temannya sudah banyak yang menikah dan menggendong anak. Padahal teman-teman Zidan yang lajang juga masih banyak.
“Ya sudah. Mas jemput sekarang ya. Mama tunggu sebentar. Assalamu’alaikum.”
Zidan menggelengkan kepalanya pelan sebelum ia menghela napasnya panjang. Setelah mengemasi barang-barangnya, Zidan lantas menuju tempat mobilnya terparkir. Suasana kampus sudah terlihat sepi, hanya beberapa rekannya dan mahasiswa saja yang masih tinggal di kampus.
“Mari, Pak. Saya duluan.” Sapa Zidan ramah pada satpam yang biasa menjaga tempat parkir dosen dan mahasiswa.
Zidan melirik jam di pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan 17.50 WIB. Sebentar lagi azan maghrib, ia memutuskan berhenti di sebuah masjid yang masih tak jauh dari kampusnya untuk sholat. Memang Zidan tak suka menunda-nunda urusan sholat, karena sekali ia menunda maka ia takut akan lalai di kemudian.
Selesai sholat, Zidan memakai sepatunya kembali. Sesekali ia membalas sapaan beberapa mahasiswa yang mengenalnya. Saat ia berjalan menuju mobilnya tak sengaja ia melihat salah satu mahasiswi yang ia ketahui mengikuti kelasnya hari ini. Gadis itu duduk di pinggiran jalan tampak kesal sambil menghentakkan kakinya kecil. Tak lama kemudian ia melihat seorang laki-laki menghampirinya dengan wajah menyesal. Zidan menggelengkan kepalanya kecil. Pemandangan seperti ini sudah sering ia jumpai. Ia mempercepat langkahnya tak ingin membuat orangtuanya menunggu lama.
***
“Mamaaaa……” Teriak Kia heboh begitu melihat sang kakak yang pulang bersama kedua orangtuanya.
“Lebay... Minggu lalu juga baru ketemu, Ki.” Ujar Zidan.
Kia memandang kakaknya sewot. “Bilang aja Mas Zid iri kan.”
Zidan hanya mengendikkan bahunya dan mempersilahkan kedua orangtuanya masuk. “Mama sama Papa mau bersih-bersih dulu?”
“Kamu aja dulu Mas. Pasti lelah baru sekolah. Biar Mama siapin makan malam.” Walaupun Mamanya sering mengomeli dirinya karena tak kunjung menikah, tapi Mama Zidan begitu sayang dan rindu dengan putranya itu.
Zidan mengangguk dan pamit untuk membersihkan diri terlebih dahulu. Tubuhnya terasa lengket karena seharian bekerja. Belum lagi jika ia memiliki tugas-tugas dari jurusan yang harus segera diselesaikan. Maka Zidan akan betah untuk terus berada di kampus hingga diusir halus oleh penjaga. Itu sebabnya Mamanya Zidan gencar sekali mencarikan dirinya jodoh.
Zidan kembali ke ruang keluarga setelah membersihkan diri. Dari anak tangga terakhir ia melihat Kia yang sedang bermanjaan dengan Papanya. Zidan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan tingkah adiknya yang masih saja manja diusianya yang menginjak 20 tahun. Ia memilih menuju dapur untuk membantu Mamanya yang sedang menyiapkan makan malam.
"Sudah selesai, Ma?" tanya Zidan.
"Sana panggil adik sama papamu." ucap Mamanya.
Zidan mengangguk. Namun sebelum Zidan memanggil, adik dan papanya sudah tiba disana. Zidan tersenyum kecil. Ia sangat merindukan momen seperti ini. Sejak ia berusia 15 tahun ia sudah hidup jauh dengan kedua orangtuanya karena harus sekolah di luar kota demi mendapat pendidikan yang baik.
"Kamu kurusan, Mas."
"Mas Zid ini suka pulang malam-malam, Ma. Dan sampai rumah cuma di dalam kamar aja ga keluar-keluar. Sok sibuk dia, kayak anak perawan." adu Kia.
"Hus, Kia yang sopan sama kakakmu." Tegur Papanya yang dibalas cebikan oleh Kia.
"Makanya, Mas. Cepet cari istri biar ada yang merhatikan. Biar ada yang ngurus." Akhirnya topik yang paling Zidan hindari dibahas lagi.
"Ini Zidan juga sambil nyari, Ma."
"Jangan banyak-banyak milih, Mas. Nanti Mama lama dapat mantunya."
" Ma, perkara jodoh dan rezeki itu sudah dijamin. Mas tidak ingin terlalu merisaukan dan terburu-buru. Mas ingin menemukan seorang istri sholilah yang mau Mas ajak bekerjasama dalam berumah tangga, dan tentunya baik kepada Mama sama Papa."
"Tapi..."
"Sudahlah, Ma. Zidan kan laki-laki, biarkan dia menemukan pilihannya sendiri." Papanya Zidan yang sejak tadi hanya diam pun menengahi.
"Besok ikut Mama sama Papa makan malam di rumah teman mama ya."
Zidan menghela napasnya pelan dan menganggukkan kepalanya. Begitulah Mamanya apabila sudah memiliki keinginan. Tidak bisa dijawab tidak.
***
"Mama kamu apa kabar, sayang?" Tanya seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah ibu kekasihnya. Sepulang dari kuliah tadi, Anna memutuskan untuk berkunjung ke rumah Rafa dengan maksud menjenguk ibunya yang sakit.
"Alhamdulillah baik, Tante."
Ibu Rafa mengangguk sambil tersenyum menatap kekasih putranya itu. Ini sudah ketiga kalinya Anna berkunjung ke rumah. Ia pun sudah akrab dengan ibu Rafa. Bahkan ibu Rafa sudah menganggapnya seperti anak perempuan sendiri karena Rafa seorang anak tunggal.
Tak lama kemudian Rafa yang baru saja membersihkan diri datang dan duduk di sebelah Anna. Ibu Rafa memilih memberikan ruang kepada mereka berdua. Ibunya sering kali memperingatkan keduanya agar berpacaran tak melampaui batas.
"Jangan marah lagi, dong. Senyum..." Goda Rafa sambil menarik pipi Anna gemas. Tak ayal hal tersebut membuat Anna mengulum senyumnya.
"Nah gitu dong, senyum. Jadi tambah cantik." Goda Rafa kembali.
"Nggak usah nggombal." Anna memanyunkan bibirnya.
"Jangan manyun gitu, aku jadi pengen nyium kamu."
Anna melotot dan reflek memukul lenganRafa keras, "Nggak boleh cium-cium, belum halal." tegasnya.
"Aw santai dong, sayang. Aku kan hanya bercanda."
Anna mencebik, "Kalau mau cium halalin aku dulu."
"Emang eneng udah siap?" Goda Rafa.
"Belum." Anna dan Rafa terkekeh kecil. Rafa mengelus pelan rambut Anna karena gemas dengan kekasihnya itu.
Hal inilah yang membuat Anna jatuh cinta pada sosok Rafa. Karena menurutnya Rafa adalah laki-laki yang pengertian dan penyayang. Ia selalu berharap jika memang Rafa lah jodohnya kelak.
TBC
Bagaimana?
Sampai jumpa di part selanjutnya😂
Rabu, 1 April 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Cinta Bertaubat✅ [Pindah ke Dreame]
SpiritualMOVE TO DREAME [Teen Fiction - Spiritual] ⚠️Romance⚠️ "Bapak pernah pacaran?" "Tidak." "Kenapa?" "Karena agama saya melarangnya." "Berarti saya yang pertama?" "Tidak juga. Itu berlaku jika saya menerima kamu sebagai istri saya."