{6.} Sebelas Duabelas

19 8 1
                                    

Selemat membaca
.
.
.
♡♡♡

Setelah diantar pulang oleh Al, mendadak mood ku menjadi tidak karuan. Rasa sedih dan sakit hati mengahantui diriku, ingin rasanya aku marah tetapi aku tidak berhak merasakannya bukan? Aku dan Al tidak memiliki hubungan serius. Apa wajar jika aku tiba-tiba marah kepadanya karena cinta yang bertepuk sebelah tangan?.

Perlahan-lahan ku langkahkan kakiku membuka pintu rumah dan masuk dengan wajah yang sendu. Hingga tidak menyadari bahwa mama sedari tadi memperhatikan ku diruang keluarga.

"Nay, kamu kenapa?." tanya mama yang seketika membuatku menoleh kaget.

Aku memperhatikan wajah mama, yang terlihat tegas sembari meminum teh dengan anggun. Padahal, aku yakin dia sangat kelelahan sekarang.

Akupun berbalik dan duduk disampingnya, menoleh kearahnya walau sebenarnya dia sama sekali tidak menoleh kearahku.

"Gak papa kok, ma" jawabku membuat mama menoleh kearahku, walau wajahnya saat ini menggambarkan ketegasan, aku yakin naluri seorang bunya tetap terlihat.

"Kamu yakin? Kok wajah kamu kayak lemas gitu." tanya mama meraih sebelah pipiku berniat mengintrogasi.

"Seriusan gak papa." jawabku kemudian tersenyum, membuat mama menarik kembali tangannya dan kembali meminum teh sembari terfokus pada berita yang sedang dinontonnya.

"Yaudah kamu istirahat sana, kelihatan banget kalo cape." ucap mama menoleh sebentar kearahku.

"Iya iya" ucapku kemudian menaiki tangga menuju kamarku.

Baru saja ingin membuka kamar, tiba-tiba terdengar suara yang bising dari kamar Bang Leand. Astaga apalagi yang dilakukannya saat ini?. Huh, rasanya aku sangat lelah sekarang.

Mungkin sekarang kesempatan berpihak kepadanya, karena saat ini aku tidak mendobrak kamarnya dan memarahinya habis-habisan.

Akupun membersihkan diri dan berbaring diatas kasurku, pikiranku saat ini masih berputar, aku bingung kenapa perasaan ini begitu menyakitkan?. Ku hembuskan napas sebentar dan memejamkan mata berusaha untuk tidur.

Tetapi, lagu yang terputar dikamar Bang Leand membuatku kesulitan untuk tidur. Dengan langkah yang malas dan wajah yang ditekuk, ku buka pintu kamar Bang Leand yang berada tepat didepan kamarku.

"Akh, bisa gak sih gak usah ribut dulu?." pekik ku berusaha menahan amarah agar tidak mengatakan hal-hal yang akan menyakiti dua orang dihadapanku ini.

Kemudian dengan cepat ku langkahkan kakiku menuju pintu berniat keluar dari kamar Bang Leand, astaga volume lagu dikamar ini sangat keras membuat kedua jariku terulur menutup kedua telingaku.

Saat hendak membuka pintu, tiba-tiba tangan Bang Leand menggenggam pergelangan tanganku dan Bang Vino yang berlarian mematikan Lagu yang sedang terputar.

"Duduk dulu sebentar." ucap Bang Leand menatap ku sendu. Sedangkan aku hanya mengikutinya malas.

"kenapa?." tanyaku menaikan sebelah keningku sembari menatap dua lelaki bobrok yang sedang menatapku penasaran.

Akhirnya setelah menatap mereka cukup lama, merekapun tampak berbincang. Kemudian Bang Leand menatapku serius. Oh tidak, bagaimana jika dia tau bahwa aku mencintai Al. Keringat ku kemudian bercucuran, bersama dinginnya AC.

Love In The LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang