♡selamat membaca♡
.
.
.
.
••••Tak terasa hari libur telah kembali. Seperti biasa aku dan Bang Leand akan melakukan olahraga joging mengelilingi daerah perumahan. Merasa sudah puas dengan penampilanku, akupun turun ke lantai bawah berniat mendatangi Bang leand yang telah siap lebih dulu.
"Ck! Cepetan ntar kesiangan," teriak Bang Leand begitu melihatku turun melewati tangga.
"Iya sabar," balasku dengan mimik wajah tenang, karena tak ingin mengganggu hari liburku yang aman dan damai ini.
Udara sejuk yang berhembus bebas ditambah dengan Burung-burung yang berkicauan kesana kemari, membuat siapa saja akan merasa tenang akan kehadirannya. Kulangkahkan kakiku dengan gagah dan tegak, tak lupa dengan keringat yang telah bercucuran didahiku.
Namun siapa sangka semua itu sirna hanya karena seorang laki-laki yang berdiri bebas dihalaman rumahnya sembari menyiram tanaman yang berada tepat didepan rumahnya. Akupun refleks terdiam, begitu tatapan kami saling berpaut satu sama lain.
'oh sial! Itu Al'-pekikku dalam hati.
Layaknya aktor perfesional, dengan sigap ku ubah mimik wajahku yang begitu shock. Menjadi seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Dia hanya tersenyum, berusaha menyapa ku yang sedang berlari pelan berniat melewati rumahnya. Aku hanya membalas senyumnya tipis kemudian dengan cepat mengalihkan pandangan tak ingin menatap wajahnya terlalu lama. Jantungku tidak kuat menahan semua ini dan aku yakin pipiku sudah merah merona. Aku yakin dia akan sedikit tersinggung dengan sikapku saat ini.
Saat hendak melewati rumahnya tiba-tiba dia mengarahkan selang airnya yang masih mengalir ke jalan yang sebentar lagi akan ku lintasi. Aku begitu kaget, tubuhku sedikit lagi akan terguyur air karena ulahnya. Sedangkan dia menatapku seolah tak terjadi apa-apa, dengan rasa kesal aku membuka earphone yang berpaut dikedua telingaku dengan sedikit kasar.
"kamu kenapa sih, Al?" tanyaku dengan wajah yang merah padam. Bukan karena marah, melainkan karena terpesona. Hal sederhana namun tampak istimewa untukku.
"jalannya harus disiram supaya gak berdebu" jawabnya yang masih setia menyiram jalan yang tepat berada didepan rumahnya.
"Biarin aku lewat" ucapku berusaha mengatur nafasku yang mulai memburu.
Tiba-tiba wajahnya tersenyum lebar, kemudian dengan gagahnya Al mengangkat tangan kanannya berniat menyapa orang yang baru saja hadir dibelakangku.
"Bang Leand!" teriak Al, ketika Bang Leand telah sampai dihadapan kami berdua.
"Eh, Al? Kamu ngapain?" tanya Bang Leand kepada Al.
"Biasa, lagi nyiram tanaman bunda" ucapnya sembari terkekeh kecil.
Ukh, hatiku tak kuat menahan pesona ini. Rasanya ingin jungkir balik kesana kemari. Dia terlalu manis, bahkan orangtuanya pun ia panggil bunda. Tak lupa dengan kekehan kecilnya, mengakibatkan lesung yang berada dipipi sebelah kirinya pun terpapar sempurna.
Aku hanya terus menyimak percakapan, dua lelaki yang berada dihadapanku ini. Sering kali Bang Leand membuat Al tertawa lepas. Aku tak kuat melihat semua ini, hingga akhirnya aku memutuskan untuk pergi dari sana. Aku tak yakin, bibirku akan terus diam tanpa mengucapkan serapah kata yang akan membuatku menyesal nantinya.
"Bang, aku deluan" ucapku kemudian bersiap berlalu dari sana.
"iya hati-hati" ucap Al, yang membuatku menoleh.
"Kamu bukan Bang Leand" ucapku ketus, kemudian berlalu dari sana. Sedangkan Al hanya terkekeh pelan melihat tingkahku.
'sangat manis!'-pikirku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In The Letter
Fiksi RemajaLayaknya hujan yang turun diwaktu tertentu diiringi dengan angin yang berhembus bersamaan, menyempatkan sebuah kesempatan bagi siapa saja yang memerlukannya. Maka dari itu, dikesempatan kali ini, perkenankan saya menceritakan kisah seorang wanita ca...