Alfi Kecil

30 2 0
                                    

Orang- orang mengatakan bahwa aku adalah buaya darat. Mampu menakhlukkan hati wanita sekaligus melukainya. Aku tak masalah dengan sebutan itu, dan jujur saja aku merasa bangga. Tapi, asalkan kau tahu saja, sebenarnya sedikitpun aku tidak pernah ada niat untuk melukai perasaan mereka. Sejatinya aku mendekati mereka karena aku ingin dekat dengan mereka, namun ketika kurasa pendekatan ini sudah tak wajar maka tak segan wanita itu akan aku tinggalkan. Orang bilang aku ini adalah si 'pemberi harapan palsu', padahal aku sering berfikir jika aku memang begitu adanya lantas mengapa kalian dengan senang hatinya mau mendekatiku. Aku hanya ingin membuka pintu kepada siapapun yang ingin memasukinya, namun hanya sebatas bertamu bukan untuk tinggal di dalamnya.


Diantara sebutan itu tentu saja aku adalah pria biasa, memiliki hati yang ingin berlabuh disuatu tempat. Sejak dahulu aku sudah menemukannya, tepat ketika Sekolah Menengah Pertama (SMP). Aku sudah menaruhkan hati pada seorang gadis cantik, pintar dan agak sedikit unik. Namun sayangnya kata suka itu tak sempat ku ucapkan. Dia sudah pergi jauh, dan tidak lagi duduk disampingku seperti biasanya. Dia bukan pergi ke pangkuan Tuhan, namun dia pergi dari kotaku ke kota yang lain. Yaps! Dia pindah sekolah. Ini adalah ceritaku, tidak usah kau baca seolah kau sedang menonton sinetron. Tidak selebay itu.


Namanya Anita, gadis Palu yang nyasar di kota Bandung, di Palu cuman ikut lahiran doang. Dia adalah wanita pertama yang membuatku merasa kaku ketika ingin berbicara, dan membuatku diam terpana ketika memandangi senyumnya. Mengagumkan. Ketika aku melihatnya aku selalu terbayang akan Firman Tuhan tentang "nikmat mana lagi yang kau dustakan". Dia selalu mengajariku segalanya, tentang pelajaran sekolah, tentang kehidupan, dan dia juga yang mengenalkanku dengan dunia musik yang hingga kini masih kuselami.


***


Pernah suatu hari dia menangis, aku bertanya pada temanku yang lain. Ya, kita satu kelas saat itu. Anita adalah tipe wanita yang cantik, pintar, dan manja. Hal itulah yang membuatku tertarik padanya. Anita terus menagis di dalam kelas dan kerumuni oleh anak-anak perempuan lainnya. Biasa, wanita memang selalu begitu, merasa paling empati sedunia. Rupanya Anita menangis karena dia dijahili oleh teman- teman yang lain. Anita tak sengaja menyenggol temannya yang sedang menulis dan karenanya tulisan temannya itu tercoret. Teman sebangkunya sudah tahu watak Anita yang begitu manja dan mudah menangis. Dengan sengaja teman sebangkunya itu pura- pra marah, teman yang lain sudah peka dengan rencana itu dan dengan sengaja mengompori Anita agar merasa bersalah. Jika aku tidak salah dengar mereka mengatakan ini:


"Alah... Anit, gara- gara kamu tulisan Mitha jadi rusak"


"Ih kamu mah gak hati-hati"


"Eh syah Anit. Si Mitha ngambek tuh.."


Anita yang cengeng menanggapi perkataan mereka, dia meminta maaf pada Mitha.


"Mitha, maapin atuh.. aku gak sengaja. Jangan marah ih.."


Aku yang tadinya sibuk dengan tugasku seketika melirik kearahnya dan bertanya pada teman sebangku ku. Kuperhatikan bagaimana anak- anak menjahilinya. Sangat lucu.


"Alah Anit, lihat Mitha marah loh!"


Aku terkejut, rupanya rumor Anita yang cengeng benar adanya. Dia menangis. Anak- anak wanita yang menjahilinya seketika tertawa dan menjelaskan kalau mereka hanya bercanda begitupun dengan Mitha yang tertawa sambil menjelaskan kembali bahwa dia bercanda. Namun bukan Anita jika tidak menagis, dia tetap menangis hingga cegukan. Aku yang melihatnya merasa kasihan, namun aku juga tak tahan menahan rasa tawa. Wanita ini ada-ada saja. Kuambil tisu dan kuberikan padanya.


"Ini, ambil. Jangan nagis terus, mereka cuman bercanda"


Aku yang tidak memiliki motif apa- apa terkejut. Satu kelas bersorak atas tindakanku. Salah satu dari mereka bahkan mengatakan hal yang membuatku merasa senang, terkejut, dan malu.


"Anjir!!! Si Alfi ka si Anita barudak!!! Pantes we dari tadi nanyain mulu. Ni si Anita kenapa?!"


Seketika anak- anak dengan semangatnya menyoraki diriku. Aku hanya diam dan mengisyaratkan untuk tidak berisik. Anita yang sedari tadi menangis menyekat air matanya dan berteriak. Aku terkejut dan lagi-lagi ingin menertawakan tingkah konyolnya.


"Ih apa ai kamu Soni! Jangan nyebarin gosip. Mau aku nangis lagi ha!"


Anak- anak bukannya diam malah semakin menjadi-jadi, mereka bertepuk tangan dan menertawakan kami berdua yang sudah kikuk dibuatnya. Untung saja tidak lama dari kejadian itu Guru kami datang menuju kelas. Aku terselamatkan. Masa SMP, bukankah terlalu muda untuk merasakan hal-hal seperti ini? Tapi inilah hidupku.

IT'S ABOUT USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang