• Second semester on the second years. Jakarta, 2013 •
Olivia menatap buket karangan bunga mawar itu dengan datar. Rahangnya—yang sangat tajam untuk ukuran cewek biasa—bergerak-gerak karena sedang mengunyah permen karet. Sambil meniupkan udara ke dalam permen karetnya, dia mengambil buket itu dari atas meja sekolahnya dan berjalan keluar. Dia terdiam di antara kerumunan anak yang sudah menatapnya antusias di koridor. Gelembung permen karetnya meletus.
"Who gave me this shit?" tanyanya di sela-sela mengunyah. Dia mengangkat buket itu sejajar dengan kepalanya.
Seorang cowok dengan rambut yang agak berantakan maju. Menyeringai mesum dan mengedip-ngedipkan matanya seperti orang cacingan. Olivia memindainya sekilas. Anak itu memakai gesper rantai yang biasa dipakai preman.
"Who's your name?" Olivia menurunkan tangannya.
"Bialy," jawabnya dengan pongah.
Olivia nyaris tersedak permen karet. Bialy katanya? Bukankah itu nama roti yang berasal dari Eropa Timur? Bentuknya bulat dan memiliki lubang di atasnya yang diberi isian bawang Bombay.
Setelah detik-detik yang menyiksa berakhir, karena Olivia harus menahan tawanya agar tidak tersedak betulan, dia tersenyum simpul pada cowok itu. Olivia menaruh permen karetnya di antara sela pipi dan gigi kiri, bersiap untuk memberikan hardikkan tapi aksinya sudah keduluan oleh guru BK yang mencoba menyeruak diantara kerumunan.
"Astaga! Ada apa sih ini?! Bel sudah berbunyi dan kalian belum masuk ke kelas!"
Bu Retno, guru yang selalu memakai eyeshadow emas itu menatapnya. "Olivia? Apa-apaan kamu—"
"Ah! Kebetulan banget ibu ada disini," Olivia menyeringai. "Saya mau ngasih ini. Bialy yang beli. Dia nyuruh saya untuk ngasih ke ibu, karena dia gak berani ngasih sendiri."
Kerumunan anak-anak yang belum membubarkan diri mulai menahan tawa ketika Bialy panik. Cowok itu mencoba menjelaskan tapi sang guru sudah menerima buket bunganya. Olivia tersenyum dan pamit diri, kembali memasuki kelasnya. Kerumunan bubar mengikutinya sambil tertawa-tawa. Meninggalkan Bialy yang diinterogasi oleh bu Retno.
Pemandangan tadi sudah biasa menjadi sarapan para murid SMA Abdi Praya. Ada banyak pelajar yang mengungkapkan isi hati mereka dengan cara beragam. Tingkat keragamannya mulai dari yang biasa sampai nyeleneh. Kalau yang tadi sebenarnya masih tergolong biasa saja. Tapi cara penolakannya yang nyeleneh.
Untuk Olivia, ini adalah kali ke-7 nya dia mendapatkan hal seperti itu. Dia tidak memintanya, dia mendapatkannya. Sebenarnya malas sekali menjadi bahan tontonan—apalagi dia terlibat adegan yang alay nan norak—seperti itu, tapi sayangnya tidak bisa dihindari. Darah campuran Indonesia dan Inggris membuat level wajah serta tubuhnya berada diatas standar.
Olivia sudah duduk di bangkunya, deret pojok belakang, dan sendirian. Hanya dia yang duduk di barisan belakang. Urutan kelasnya adalah yang paling terakhir dari jurusan IPA, jadi muridnya tidak begitu penuh.
Seorang cowok yang duduk di depannya menoleh. "Nice act, princess."
Olivia tersenyum kecil. Mengatakan thank you tanpa suara. Setelah cowok itu kembali menghadap depan, Olivia bersandar nyaman. Mengunyah kembali permen karetnya. Saat tatapan matanya jatuh ke laci meja, dahinya berkerut. Dia melihat siluet kotak berwarna merah. Diulurkannya sebelah tangan untuk merogoh dan beberapa detik kemudian mendengus keras.
Itu kado. Dari Aldri. Siapa lagi ini?
Ya ampun! Kapan sih masa SMA nya akan berakhir?
☆☆☆
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite The Stars [On Hold]
Teen FictionOrang-orang membencinya karena beberapa hal berikut ini : jenius, cantik, dan nakal. Oh atau bisa juga karena dia terlahir dari keluarga konglomerat. Dia tidak pernah mempermasalahkan hatersnya. Dia tidak mau ambil pusing untuk memikirkan hal-hal ya...