🍭🍭🍭
"Mana uang lo!" Cowok berbadan gempal terus menarik kerah seragam lawannya. "Ganesha! Lo itu murid baru di sini! Jangan ngelawan! Lo wajib setor uang ke kita setiap hari!"
"Roy, minggir!" titah cowok jangkung sambil membuang tusuk giginya sembarangan, dan mengambil alih pengeroyokkan itu. Ditariknya kerah seragam Ganesha yang sudah sobek dan menghapus jarak antara keduanya. "Kalo hari ini lo gak kasih setoran, besok lo harus bayar 2x lipat!"
Ganesha memejam, badannya menggigil dengan kedua tangan yang lemas menyentuh tanah. Darah mengalir di pelipis, hidung dan bibirnya. Baru satu minggu sekolah di SMP Diego, Ganesha sudah diperlakukan buruk seperti ini. Ingin rasanya ia meninggalkan sekolah ini, dan itu artinya ia harus kembali menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekolah keempatnya.
Apa lagi Ganesha sudah kelas tiga, sebentar lagi ujian nasional, mau tak mau ia harus sabar meladeni dua pentolan sekolah yang terus mem-bully-nya. Uang jajannya pun ludes dalam waktu singkat. "Ampun, Len, aku bener-bener gak punya uang." Ganesha memohon dengan sorot lelah.
"Minta orangtua lo lah! Punya otak tuh dipake!" Valen menoyor kepala Ganesha, membuat cowok itu terjengkang ke belakang. Sedetik kemudian, rambut poni Ganesha dijambak Valen. Kontan Ganesha meringis kesakitan. "Gue gak mau tau, lo harus kasih kita uang!"
"Aduh!" Roy memekik sambil mengusap kepala bagian belakang. Ia berbalik dengan raut seram dan tatapan tajam yang berpendar ke penjuru gudang yang terbengkalai itu. "Siapa yang lempar gue?!"
Hening. Valen menatap jengah pada Ganesha, didorongnya tubuh cowok berkacamata itu, lalu bangkit mendekati Roy. Ikut penasaran, siapa yang berani mengusik mereka. Padahal suasana di situ sangat sepi, karena jam belajar sudah berakhir.
"Pengecut! Maju sini! Hadapin gue!" Roy menantang dengan napas kasar. Warna kulitnya yang hitam, menambah kesan mengerikan padanya. "Aduh!" Roy kembali mengaduh saat menerima lemparan batu kedua kalinya.
Kali ini Roy tak tinggal diam, digulungnya lengan seragam putihnya hingga sebatas siku, lalu berkacak pinggang. "Keluar lo! Atau lo bakal gantiin posisi Ganesha!"
Bruk!
Gadis berambut pirang kecokelatan keluar dari persembunyiannya dan turun dari ketinggian yang tak terlalu tinggi. Rok birunya sedikit tersingkap, untung saja ia mengenakan legging. Jadi, mau bertingkah seperti apa pun, tak akan menjadi masalah baginya. "Gue yang lempar lo!" Gadis itu menatap Valen dan Roy dengan sengit, sambil menunjukkan ketapelnya. Tanpa merasa takut, ia mendekati keduanya. "Dasar banci!"
"Apa lo bilang?" Roy bersungut, menjotoskan kepalan tangan pada telapak tangannya sendiri, bersiap memberi bogeman pada gadis kecil yang berani mengganggunya itu. Tapi, gerakkannya terhenti, karena Valen menahannya, ditatapnya manik hitam Valen dengan kesal.
"Jangan ganggu Ganesha lagi!" Gadis itu memekik dengan pandangan tertuju pada Ganesha yang bersandar di tembok tak berdaya. "Atau gue bakal-"
"Lo berani macem-macem sama kita?" tanya Valen dengan satu alis terangkat. Ia menghapus jarak, menatap gadis bermata cokelat itu dengan datar. "Kalo gue jahatin Ganesh, lo mau apa?"
Pletak!
Dalam hitungan detik dan gerakkan yang cepat, sebuah kerikil berhasil dilontarkan dengan ketapel dan mengenai kening Valen. Kontan Valen mengumpat sambil mengusap-usap keningnya yang terasa panas. Roy langsung meraih tangan mungil dan dicengkeramnya dengan kuat.
Gadis itu merintih, rasanya tulangnya seperti akan hancur. Roy tidak main-main dengan ucapannya, ia tak peduli jika yang disakitinya saat ini adalah seorang perempuan. "Aaa!" Gadis itu menjerit saat tubuh Roy terhuyung ke depan dan hampir menubruknya. Ia terkejut melihat Roy yang sudah tak sadarkan diri. Valen berbalik, sedetik kemudian ia tersungkur saat kepalanya dihantam dengan balok kayu dan membuatnya pingsan dalam sekejap.
Gadis itu terenyak saat tangannya digenggam Ganesha. Keduanya berlari menjauhi tempat itu. Ganesha berlari dengan sekuat tenaga sambil memegangi dadanya yang terasa sakit dengan langkah tergopoh-gopoh. Langkah keduanya terhenti di taman sekolah. Sepi, namun jauh lebih aman, tidak akan ada yang berani mengganggu mereka.
Ganesha melepas genggamannya, lalu menunduk sambil mengatur napasnya yang tersengal-sengal. Kepalanya terasa sakit dan fokusnya sedikit terganggu karena retak di kacamata bulatnya. Ganesha terenyak ketika merasakan usapan di punggungnya. Ia menegakkan tubuhnya dan berdiri menghadap gadis itu. "Mel, lo ngapain sih, bahayain diri sendiri?" Gadis itu mengernyit bingung. "Gue bisa nyelesaiin masalah gue. Lo gak perlu nyelamatin gue kayak tadi."
"Nyelesaiin masalah sendiri?" tanya Melody diiringi senyum sinisnya. "Kalo bisa, terus kenapa babak belur gini?"
Ganesha meringis saat luka di pelipisnya ditekan Melody. "Itu urusan gu-"
"Gue gak bisa diem aja lihat lo dipukuli sama mereka!" Melody memekik, dadanya naik turun menahan amarah yang memuncak. Ini sudah ketiga kalinya Melody melihat Ganesha sebagai korban bullying Valen dan Roy. "Gue gak mau lihat lo mati sia-sia!"
"Hah?" Ganesha melongo, ia bingung, kenapa pemikiran Melody sejauh itu? Padahal selama ini, tubuh Ganesha masih kuat menerima semua kekerasan yang dialaminya.
"Gue gak akan ikut campur, kalo lo bisa lindungi diri sendiri." Melody bersedekap dengan ketapel yang masih digenggamnya.
"Mel-"
"Jangan pernah larang gue untuk peduli sama lo!"
🍭🍭🍭
Published : 28 April 2020
🍭🍭🍭
Jangan lupa vote dan komen, ya.
Love,
KAMU SEDANG MEMBACA
Ganesha [Completed]
Teen FictionIris biru yang dihiasi kacamata bulat dan penampilan normal, jelas menunjukkan jika Ganesha bukanlah berandalan, seperti tokoh novel pada umumnya. Meski begitu, Ganesha justru tergabung di sirkel pertemanan level teratas di SMA Galasta. Ia tergabung...