Seperti malam-malam lainnya, sambil membuka lembaran buku berwarna hitam yang cukup tebal, sofa coklat bermotif bunga keemasan yang nyaman itu selalu menjadi tempatnya membaca sambil merebahkan diri. Ditemani angin malam yang menyelinap masuk melalui jendela lebar yang sengaja ia buka, gorden hijau yang setia tergantung disamping sofapun melambai perlahan.
Tepat jam setengah dua malam, suara yang bersumber dari rumah
tetangga dengan toko kecil dari kayu itu kini terdengar tak lagi samar-samar. Ketukan-ketukan pintu disertai suara yang bermaksud membangunkan sang pemilik toko kini terdengar semakin meriah.Suara ditengah malam memang selalu memberi banyak tanya, mungkin keadaan yang genting, atau apapun itu, pastilah sesuatu sedang terjadi di luar sana. Pikirannya kini tak lagi tertuju pada apa yang ia baca, terbagi dua dengan suara yang kini memecah heningnya malam. Buku hitam itu pun kini menjadi tak lagi menarik.
Melalui jendela lebar yang membelakangi sofa, sepasang mata dengan sorot tajam kini memantau apa yang sebenarnya terjadi diluar sana. Terlihat empat orang yang tidak asing sedang bernegosiasi dengan sang pemilik toko yang kini telah keluar dari rumahnya.
Tak lama berselang sang pemilik toko membuka pintu tokonya dan mengajak empat orang tersebut untuk masuk, lalu keluar lagi setelah beberapa saat dengan masing-masing dari mereka menjinjing satu kantong plastik tembus pandang berwarna merah jambu berisikan beberapa butir telur. Melihat kejadian yang tak lazim itu, rasa penasarannya pun kini memuncak. Tanpa menggunakan alas kaki pria itu kini bergegas keluar rumah dengan niat menghampiri empat orang yang membuatnya kian penasaran.
Setelah keluar dari toko, empat orang itu kini berpisah, dua orang dari mereka berjalan menuju arah berlawanan, dan dua orangnya lagi berjalan tepat menuju depan rumah sang pria penasaran yang kini tak menggunakan alas kaki.
"Fatur?" Tiyas, wanita yang mengenal pria tanpa alas kaki itu menyapa dengan nada tanya yang spontan.
"Bangunkan kakak dan ibumu sekarang." Lanjut Tiyas panik.
Dua orang yang salah satunya ternyata sahabat dari kakak perempuan dari pria tanpa alas kaki itu terus berbicara spontan dengan wajah terlihat panik.
"Tapi untuk apa?" Tanya Fatur bingung.
"Ini kan sudah tengah malam?" Si pria penasaran tanpa alas kaki bernama Fatur itu kini semakin tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi.
"Lalu untuk apa telur-telur itu?" Tanya lagi Fatur sambil menatap telur dalam kantong plastik merah jambu yang dijinjing kedua wanita tersebut.
Sinah, sahabat Tiyas yang juga menjinjing kantong berisi telur itu hanya diam dengan aura wajah yang juga panik.
"Jika kau, kakak dan juga ibumu ingin selamat, segeralah kalian makan telur rebus malam ini juga." Suara Tiyas lantang.
"Aku benar-benar tidak mengerti apa yang kau katakan." Tegas Fatur, merasa apa yang di katakan Tiyas tidak mampu memecah kebingungan dan rasa penasaran yang terus berdengung di kepalanya.
"Apa kau belum mendengar berita itu?" Suara Tiyas masih tetap lantang.
"Tadi sore ada seorang wanita tetangga kampung sebelah melahirkan bayi perempuan yang dapat berbicara layaknya orang dewasa, bayi itu menyuruh ibunya memakan telur rebus malam ini juga agar bisa selamat dari penyakit aneh yang sudah banyak menelan korban penduduk negeri ini." Tiyas mencoba menjelaskan.
Setelah Mendengar hal yang aneh dan ajaib itu kini Fatur terdiam, namun tetap saja dengungan rasa penasaran di kepalanya tetap tak bisa dikendalikan.
"Aku sudah memberi tahumu, sekarang terserah kau saja." Tiyas dan Sinah pun berlalu pergi meninggalkan Fatur dengan langkah terburu-buru.
Fatur hanya terpaku membisu, tanda bahwa ia belum puas dengan apa yang barusan Ia dengar, Faturpun melangkahkan kaki dan kembali menuju pintu rumahnya dengan pikiran yang masih bergelut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Negeri Kakung
General FictionPada tahun 1962 sebuah negeri terserang wabah yang tak bisa dikendalikan. Para ilmuwan dan dokter yang berusaha menciptakan obat untuk segera mengakhiri penyebaran wabah terus mendapatkan hambatan. Meski mendapat hambatan dari berbagai pihak, dua or...