4. Hukum Adat

191 0 0
                                    

Cahaya senja sore mulai terlihat, ini adalah waktu Riani menggunakan penyiram tanaman berwana biru mudanya mengguyur pot-pot dengan berbagai ukuran yang menampung tanaman-tanaman langka di taman ruang kecil yang berada di samping kanan rumah biru. Taman ruang dengan atap plastik putih transparan dengan dinding rumah dan jendela menjadi batas kiri taman, dan pagar jaring kawat tinggi ditutupi tanaman merayap menjadi dinding taman disisi kanan yang sekaligus menjadi batas halaman rumah. Jendela dengan gorden merah bermotif bambu dan bangau hitam yang berada di kiri taman terlihat dibuka setelah sekian lama tertutup.

"I--Ini semua tanaman kakak?". Tiara begitu terkesima dengan apa yang ia lihat setelah jendela kamarnya terbuka sempurna. Dengan wajah takjub bercampur bahagia yang terpancar dari matanya, ia seolah ingin segera meloncati jendela dengan tinggi pinggang orang dewasa yang membatasinya dengan ruang taman berisikan banyak tanaman langka di hadapannya itu.

"E Tiara? Ia ini semua tanaman kakak". Jawab Riani.

Mendengar hal itu Tiara langsung keluar kamar menuju teras dan masuk ke ruang taman milik Riani melalui pintu kayu sederhana yang terletak di samping kanan halaman rumah.

Berada di dalam ruang taman, Tiara tetap menunjukkan kekagumannya seolah tak percaya tanaman-tanaman yang begitu sulit ditemukan kini terkumpul rapi di ruang taman kecil disamping jendela kamarnya.

"Bunga Kosmos Cokelat, Anggrek Hantu, Anggrek Hartinah, Lily Api, Mawar Juliet, Melati ungu, Balam Suntai, Kantong Semar merah juga ada, luar biasa ini semua benar-benar menakjubkan". Tiara mulai menyebutkan nama-nama tumbuhan yang ia kenali sambil menyentuhnya dengan wajah kagum bahagia yang tak kunjung surut.

"Dari mana kakak bisa mendapatkan semua tanaman ini?". Tanya Tiara dengan penuh semangat.

"Semua tanaman disini adalah hasil pencarian kakak dan ayah kakak dulu sewaktu masih hidup, selain mengurus perkebunan sesekali kami sering menelusuri hutan desa ini untuk mencari tanaman-tanaman langka untuk dikembangbiakan, beberapa dari tanaman di ruang taman ini bahkan belum mempunyai nama". Jelas Riani dengan senyum ramah.

"Luar biasa". Tiara menanggapi ucapan Riani dengan kekaguman yang tak bisa ia sembunyikan. Ia kini kembali menatap satu per satu tanaman yang berada di pot maupun yang tergantung dengan tali dan serabut sebagai wadah di ruang taman.

"Kau sepertinya begitu tertarik dengan tanaman langka." Tanya Riani.

"Ia kak, aku punya beberapa buku tentang tanaman langka, tak menyangka disini aku bisa melihatnya langsung." Jawab Tiara.

"Ya sudah kakak mandi dulu, nanti setelah keluar pintunya jangan lupa ditutup". Riani keluar dari ruang taman dengan penyiram tanaman warna biru muda miliknya.

"Sedang apa kau disini !?". Setelah beberapa menit kemudian suara lantang terdengar dari pintu taman membuat Tiara sedikit terkejut. Fatur yang baru saja selesai mengecek kesiapan para karyawan di sekitaran Desa kini telah berada di pintu masuk ruang taman, ia memperhatikan Tiara seolah mencari tau apa yang sedang di perbuat wanita dengan pemikiran berbeda itu di ruang taman milik kakaknya.

"Aku sudah izin dengan pemiliknya untuk masuk kesini, jadi kau tidak perlu mengagetkanku seperti itu". Jawab Tiara dengan wajah kesal yang terlihat manja sambil memegang buku hitam yang ia ambil melalui jendela kamar.

"Aku hanya masuk di ruang taman ini untuk memindahkan pot-pot berat yang sulit untuk di pindahkan, tapi kau belum sehari disini sudah mendapat ijin untuk bebas masuk?". Fatur sedikit protes.

"Wanita dengan wanita tentu lebih saling memahami, mungkin karena kau laki-laki jadi kakakmu bersikap demikian terhadapmu, atau mungkin memang sudah nasibmu sebagai lelaki harus seperti itu." Di sertai senyum dan tawa kecilnya yang menarik, ucap Tiara menanggapi pertanyaan Fatur.

Kisah Negeri KakungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang