3. Wanita Dengan Kuncir Kuda

135 0 0
                                    

Sepanjang perjalanan asap kretek terus mengepul dari jendela kanan mobil seolah ingin bersaing dengan tebalnya kabut yang menyelimuti jalan berhiaskan pohon-pohon hijau yang rindang.

Jembatan lebar dengan sungai yang tidak terlalu deras telah dilalui, mobil tua akhirnya melewati Gapura bertuliskan "Selamat datang di Waji, Kota Selatan Negeri Kakung".

Kota waji adalah kota tua kecil dengan bangunan-bangunan minimalis dengan cat usang warna-warni yang memenuhi bagian-bagian kota. Meski begitu, kota yang telah lama menjadi pusat perdagangan daerah selatan negeri Kakung ini tetap menjadi kebanggaan para penduduk Selatan negeri Kakung.

Memasuki Pelabuhan Kota Waji, Fatur segera menghentikan kendaraannya tepat di depan toko milik saudagar cina tempat menjual hasil bumi yang telah lama menjadi langganannya. Para karyawan toko bertubuh kurus dengan kaos usang segera menurunkan barang bawaan Fatur dan meletakkannya di samping timbangan gantung dari tembaga yang ada di dalam toko.

Toko dengan cat merah tua yang sudah terlihat usang itu terletak tepat di samping dermaga, toko ini juga adalah satu-satunya toko penerima hasil bumi yang terdapat di Pelabuhan.

Setelah bernegosiasi dan mendapatkan kesepakatan yang sesuai, Fatur pun keluar dari pintu toko dengan membawa tas kulit kecil berwarna coklat yang terisi penuh.

Pagi itu kapal-kapal kargo dan kapal penumpang berjejer rapi di samping dermaga seperti barisan pasukan terlatih saat apel pagi. Para pedagang dan buruh-buruh pelabuhan dengan semangat yang terpancar dari tawa dan sorot mata mereka terlihat sibuk berlalu lalang di sekitarnya.

"Tuuuutt." Bunyi stom sebuah kapal yang menggema itu berasal dari kapal penumpang dari Ibu Kota Negeri Kakung dengan ukuran cukup besar yang baru saja tiba.

Mengingat persediaan buku yang sudah tak tersisa, Fatur segera menuju ke kapal yang baru saja tiba, berharap dapat menemukan bahan bacaan baru yang belum pernah ia baca sebelumnya.

Tangga kapal diturunkan, Fatur segera naik ke kapal berdesakan dengan para penumpang yang akan turun dari kapal  putih berhiaskan garis biru dan kuning di kedua sisi itu. Setelah masuk dalam kapal, terlihat beberapa penumpang yang belum turun dari kapal duduk di tiap ranjang mereka, sebagian lagi masih tertidur.

Di sudut ranjang bagian belakang disamping penumpang yang masih tertidur terlihat seorang pria paruh baya gendut dengan peci hitam sedang membongkar muatan salah satu ransel besarnya yang berisikan banyak buku.

"Bapak menjual buku?" Fatur menyapa pria dengan peci hitam yang masih terlihat sedikit sibuk.

"Ya, silahkan dipilih, tapi jangan terlalu lama, aku sedang buru-buru." Pria dengan peci itu berhenti mengisi buku-bukunya mencoba melayani si pria muda dengan rambut ikal yang baru saja menyapanya.

Fatur mulai melihat cover setiap buku dengan tema agama yang berserakan di atas ranjang. Beberapa menit berlalu Fatur belum juga mendapatkan buku yang memikat hatinya, ini karena Fatur tidak terlalu tertarik dengan bahan bacaan yang sepenuhnya membahas tentang agama, hal ini jugalah yang sering membuat jengkel Riani kakak perempuannya yang sering menganggap Fatur orang yang sesat dan tidak taat dalam beragama.

"Saya rasa saya tidak menemukan buku yang saya cari di antara buku yang bapak tawarkan." Dengan wajah yang sedikit kecewa, ucap Fatur.

"Ya sudah kalau begitu." Ucap pria paruh baya dengan sedikit gusar.

Setelah pria paruh baya memasukkan beberapa buku kedalam ransel, tiba-tiba Fatur Melirik satu buku tebal yang nampaknya sedikit berbeda.

"Kalau buku ini harganya berapa pa?". Tanya Fatur sambil memegang buku hitam tebal dengan Cover bertuliskan Ensiklopedia Tanaman Obat.

Kisah Negeri KakungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang